Monday 2 July 2018

Menggerutu Lantaran Pertamax Naik, Padahal Sehari-hari ‘Minum’-nya Premium. Kamu Butuh Teman Curhat?


Pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2018, baru saja kita lalui. Saat ini, proses penghitungan manual masih berlangsung. Sebagian diantara kita pasti sedang harap-harap cemas. Siapakah sosok walikota, atau bupati, atau gubernur, yang bakal menjadi pelayan di daerah kita masing-masing.
Pilkada yang berlangsung pada 27 Juni kemarin, beberapa diantaranya dihiasi oleh quick count yang dilakukan sejumlah lembaga survei. Hasil quick count-nya pun telah dirilis. Nyaris tak lama seusai coblosan berakhir di setiap tempat pemungutan suara.
Dari hasil hitung cepat tersebut, ada pihak yang menyambutnya gembira. Ada pula pihak yang meringis, pun menangis. Seperti kontestasi pada umumnya. Selalu ada yang menang. Dan yang lainnya harus kalah. Dalam kompetisi, tidak pernah ada dua pemenang. Juara hanyalah satu.

Anggap saja, pilkada 2018 telah berlalu. Saat ini, perhatian masyarakat tentu akan bergeser kepada hal lainnya. Bisa jadi, masyarakat mulai antusias. Antusias untuk menebak-nebak, siapa yang bakal melenggang ke pemilihan presiden di 2019. Karena kalau tidak ada aral melintang, bulan Agustus bakal dibuka pendaftaran untuk calon presiden dan wakil presiden.
Oleh sebab itulah. Waktu yang secara normal tinggal menghitung hari ini, mulai digunakan sebaik-baiknya oleh pihak yang berkepentingan. Di sini, pihak yang kumaksud adalah segenap partai politik. Ya, sepertinya parpol mulai memikirkan, langkah apa yang harus diambil untuk menyongsong pemilu di tahun depan.



Salah satu upaya yang dilakukan, tentu saja memanfaatkan media sosial. Media yang hampir menyentuh semua kalangan. Mulai dari anak-anak, hingga kakek nenek. Semua nyaris bersentuhan dengan medsos.
Kita semua tidak perlu pura-pura buta atau tuli. Jika kamu membuka medsos yang kamu punyai, pasti ada sejumput postingan yang isinya terkait politik. Entah itu postingan yang mendukung pemerintah. Atau postingan yang nyinyir dan mengkritik pemerintah.
Bahkan ketika kamu membaca artikel ini, hampir kupastikan kamu memperolehnya dari media sosial. Terutama Facebook. Karena jujur, aku memang sengaja menyebarkan artikelku ini ke linimasa medsos. Agar opini dan pikiranku dapat dibaca oleh banyak orang.
Tak bisa dipungkiri, situasi sosial di masyarakat Indonesia saat ini dapat dianggap ‘terpecah’ menjadi dua kutub utama. Kutub yang mendukung pemerintah (Presiden Joko Widodo), dan kutub yang tidak mendukung pemerintah.
Lihat, dan amatilah. Betapa sejak pilpres 2014 berakhir, dua kutub ini tetaplah eksis. Para pembenci petahana (baca: Jokowi) tak pernah segan untuk menunjukkan ketidaksukaannya kepada pria yang jelas-jelas terpilih secara konstitusional tersebut. Yah, anggap saja para pembenci ini adalah pihak oposisi.
Setiap apa pun yang dilakukan pemerintah atau Jokowi, nyaris tak pernah lepas dari respon negatif para oposan. Para politisi yang bertindak sebagai oposisi, tentu bisa menyampaikan kritik dan nyinyirnya melalui media mainstream. Karena media membutuhkan mereka sebagai bahan berita.



Lalu, bagaimana dengan rakyat jelata yang menjadi oposisi…? Mereka tidak seberuntung para politisi yang menjadi public figure. Jadinya, para pembenci Jokowi ini menumpaskan reaksi negatifnya melalui medsos.
Baru-baru ini, salah satu isu yang digoreng oleh para oposan di linimasa medsos adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Ya, sejak 1 Juli, sejumlah varian BBM memang mengalami kenaikan harga.
Tapi patut digarisbawahi. Camkan! Yang harganya naik adalah BBM jenis non-subsidi. Sedangkan bahan bakar subsidi seperti premium dan biosolar, tidak mengalami kenaikan. Kalau nggak percaya, monggo. Silakan buktikan sendiri di SPBU.
Bahan bakar yang mengalami kenaikan, salah satunya adalah pertamax. Sementara jenis pertalite, tidak mengalami kenaikan. Walaupun pertalite sebenarnya BBM yang tidak disubsidi, seperti halnya pertamax. Yang kutahu, harga pertalite itu mengikuti mekanisme pasar. Jika harga minyak mentah naik, maka harga pertalite pun ikut terkerek.
Dasar para oposan. Para oposan yang di dunia maya dikenal dengan istilah bani kampret, sudah pasti menggoreng isu naiknya harga BBM non-subsidi. Bagi mereka, kenaikan per 1 Juli itu seolah juga terjadi di BBM jenis subsidi. Oh come on…!
Just illustration. Pic source: specialtyansweringservice.net

Ungkapan para kampret semuanya seragam. Menurut mereka, pemerintah suka menaikkan harga BBM secara diam-diam. Dan ungkapan mereka selanjutnya sudah bisa ditebak. Mereka bakal terus membombardir pemerintah sebagai rezim yang zalim, tukang tipu, atau suka menyengsarakan rakyat.
Fiuuhh…, sungguh, aku tak habis pikir dengan segala celoteh dari para kampret ini. Aku sebenarnya tidak mau suudzon. Tapi aku sangsi. Benarkah para kampret yang menggerutu di medsos itu semuanya merupakan pengguna BBM non-subsidi…?
Laahh…, kalau kamu memang pengguna setia pertamax, kamu boleh koar-koar?! Kamu boleh marah-marah. Kamu boleh sumpah serapah. Lah ini, kamu cuma pemakai premium, yang notabene tidak mengalami kenaikan, kok kamu teriak-teriak kayak cacing kepanasan…?! Waras? Sehat?
Just illustration. Pic source: merdeka.com

Jujur, aku pribadi bukan orang kaya. Kehidupanku biasa saja, sama sepertimu. Di kehidupanku sehari-hari, aku adalah pengguna sepeda motor. Jadi aku hanya akrab dengan BBM jenis premium, pertalite, atau pertamax.
Sehari-hari, aku masih menggunakan BBM jenis premium. Meski juga kuselingi dengan pertalite. Kalau ada rezeki lebih, aku tak segan untuk mengisi tangki sepedaku dengan pertamax.
 Intinya sih, menurutku begini. Merasa miskin itu dari sudut pandang. Kalau kamu teru-terusan menganggap dirimu miskin, ya kamu selamanya akan merasa miskin. Kalau kamu mau meningkatkan sudut pandangmu bahwa kamu adalah orang mampu, kurasa itu bakal lebih baik. Tentunya dilengkapi dengan peningkatan etos kerja yang kamu jalankan.
Percayalah. Tuhan tidak akan mengubah nasib seseorang, sampai ia sendiri yang berusaha untuk mengubahnya. Kalau kamu masih merasa sebagai orang ‘kecil’ yang miskin, ya kamu harus berubah, dong! Masa mau jadi konsumen premium terus?! Nggak pengen gitu, bisa sekali-kali beli pertamax…?
Satu lagi. Nggak usah jadi orang resek. Kamu sehari-hari cuma pengguna premium. Jadi ketika harga pertamax naik. Kamu nggak ada hak untuk menggerutu. Karena kamu bukan konsumen dari pertamax! Udah, gitu aja. Simpel.