Sunday, 13 July 2025

Rumah Untuk Alie: Perempuan dan Bullying

Pada masa libur Idulfitri lalu, sejumlah film layar lebar dirilis oleh banyak rumah produksi. Tatkala aku menonton Pabrik Gula, ada beberapa iklan yang diputar sebelum filmnya dimulai. Salah satu iklan yang membuatku tertarik adalah trailer film yang berjudul Rumah Untuk Alie.

Sesaat setelah trailer Rumah Untuk Alie diputar, aku sepintas membahasnya dengan Bapak. Ujarku kepada Bapak kala itu, sepertinya Rumah Untuk Alie adalah film yang mengisahkan penderitaan seorang perempuan. Khususnya seorang gadis remaja.

Dan akhirnya, aku tak menunda waktu supaya aku bisa menonton Rumah Untuk Alie tatkala awal dirilis. Long weekend ini, aku langsung bergerak ke Padang untuk menghampiri bioskop kesayangan. Ada beberapa film baru yang ingin kutonton. Pilihan pertama kujatuhkan kepada Rumah Untuk Alie. Aku menonton di XXI Plaza Andalas, pada Jumat, 18 April.

Kesan pertama yang kutangkap kala menonton Rumah Untuk Alie: laris. Studio tempatku menonton nyaris penuh. Hanya menyisakan satu dua kursi saja yang kosong. Persis seperti pengalamanku kala menonton Pabrik Gula. Cuma kali ini aku sedikit beruntung. Aku mendapatkan kursi di row kedua dari bawah. Tak seperti saat menonton Pabrik Gula, di mana aku duduk di row paling bawah. Huhuu.

Poster film Rumah Untuk Alie. Pic source: dok. pribadi

Barangkali lantaran ada libur Paskah, sehingga long weekend ini dimanfaatkan warga Padang untuk menonton film-film baru di bioskop. Kuamati sekilas, mayoritas penonton Rumah Untuk Alie adalah remaja dan dewasa muda. Mereka notabene adalah generasi Z, sedang duduk di bangku SMA atau berstatus mahasiswa.

Rumah Untuk Alie, pada poster yang terpampang di luar studio XXI, memasang Rizky Hanggono dan Anantya Kirana sebagai pemeran utama. Kalau Rizky Hanggono, kita semua sudah sangat familiar. Aktor ini mencuat melalui film Ungu Violet bersama Dian Sastrowardoyo pada 2005. Film Rizky yang kutonton terakhir adalah 2nd Miracle in Cell No. 7, di mana ia menjadi villain.

Kalau Anantya Kirana? Hmm, jujur aku baru mendengar aktris yang satu ini. Anantya memerankan Alie, tokoh utama dalam Rumah Untuk Alie. Diceritakan, Alie merupakan seorang anak bungsu dalam keluarga yang dikepalai oleh Abimanyu (Rizky Hanggono). Namun, Alie rupanya menerima perlakuan yang tidak menyenangkan di dalam keluarga tersebut.

Hal ini dikarenakan kesalahan Alie, yang membuat Gianla, ibunya, harus meregang nyawa dalam sebuah kecelakaan mobil. Kecelakaan ini dipicu oleh perbuatan Alie yang memaksa Gianla (Tika Bravani) untuk melakukan vlog kala sedang menyetir.

Pic source: dok. pribadi

Kematian Gianla membuat Abimanyu dan keempat kakak lelaki Alie menjadi terpuruk. Kakak tertua Alie yang bernama Dipta, bahkan sampai pincang lantaran kebodohan Alie. Inilah yang membuat Abimanyu, Dipta, Hendra, dan Samuel amat membenci Alie sepeninggal Gianla. Hanya satu kakak Alie yang masih mengasihinya, yakni Nata.

Selepas kepergian Gianla, kehidupan keluarga Abimanyu menurun secara finansial. Hal ini membuat Abimanyu dan ketiga kakak lelakinya semakin benci kepada Alie. Di rumah, mereka kerap melabeli Alie sebagai anak pembawa sial. Mereka tidak lagi menyukai kehadiran Alie. Bagi mereka, Alie merusak suasana. Abimanyu bahkan pernah menghukum Alie dengan menyiramnya di kamar mandi, karena pulang malam.

Alie berusaha menerima segala perlakuan buruk yang dilayangkan Abimanyu dan ketiga kakak lelakinya itu. Beruntung masih ada Nata, seorang kakaknya yang masih menganggapnya adik yang perlu dilindungi.

Ada satu scene yang bagiku amat menarik. Alie sedang belajar bersama teman sekolahnya. Mereka sedang belajar bahasa Inggris, dan berdiskusi soal perbedaan makna house dan home. Kalau house, merujuk kepada rumah sebagai objek fisik. Sedangkan home, lebih mengarah rumah sebagai tempat yang memiliki ikatan emosional dengan seseorang. Tempat di mana orang menjadikannya sebagai tujuan untuk pulang.

Tatkala membahas ini, Alie jadi merenung. Apakah rumah yang ditinggalinya bersama ayah dan kakak-kakaknya adalah rumah yang diinginkannya selama ini? Jika memang iya, kenapa ia selalu menerima perlakuan kasar dari ayah dan ketiga kakak lelakinya di rumah tersebut?   

Tidak hanya di rumah. Alie ternyata juga menerima perlakuan tidak menyenangkan di sekolah. Sebuah geng senior acap kali merundungnya. Bahkan puncaknya, geng ini menghina Alie dan ibunya, Gianla. Padahal Gianla sudah lama meninggal. Hal ini membuat Alie muntab dan melawan geng senior tersebut.

Namun klise, peristiwa ini malah diputarbalikkan. Video yang merekam bullying yang ditujukan kepada Alie, malah diedit sedemikian rupa, hingga seakan-akan Alie yang salah. Alie semakin terpojok. Bahkan Nata yang selama ini membelanya, ikut termakan video hoaks tersebut.

Mendengar Alie dituduh sebagai tukang bully, Abimanyu murka tak ketulungan. Ia semakin benci kepada Alie, dan mengusirnya dari rumah. Sebuah kalimat yang terucap dari Abimanyu kepada Alie: bahwa Alie bukan bagian dari keluarganya lagi. Mendengarnya, tentu membuat Alie patah hati dan hancur.

Berada pada titik nadir, Alie keluar dari rumah. Rupanya, ada video versi lengkap yang mematahkan video pertama yang menunjukkan kalau Alie adalah tukang pembully. Keempat kakak Alie merasa bersalah, dan segera mencari keberadaan Alie.

Dipta dan Hendra menemukan Alie sedang diganggu oleh preman. Dalam pertikaian dengan preman, Dipta ditusuk hingga tak sadarkan diri. Dipta kehilangan banyak darah hingga memerlukan transfusi darah. Tak berpikir lama, Alie kemudian mendonorkan darahnya supaya Dipta selamat.

Ending Rumah Untuk Alie bagiku sedikit menggantung. Sempat diperlihatkan bahwa Alie ditabrak mobil kala sempoyongan setelah mendonorkan darahnya untuk Dipta. Lantas Alie sedang bercengkerama dengan Gianla, membahas soal apa itu rumah.

Bagi Alie, ia menginginkan rumah yang tenang. Rumah yang akan membuat orang-orang tersenyum kala menghampirinya. Jika begitu, apakah ia perlu benar-benar keluar dari rumah Abimanyu? Rumah yang tak memberinya kebahagiaan, selepas kepergian ibu kandungnya.

Menonton Rumah Untuk Alie, bagiku cukup menguras emosi. Bagaimana tidak emosi? Melihat perangai Abimanyu, Dipta, Hendra dan Samuel yang begitu jahat kepada Alie. Mereka tidak memosisikan diri sebagai ayah dan kakak bagi Alie. Mereka merundung Alie, dan tak henti-henti menyalahkan Alie atas kepergian Gianla.

Ok, Alie memang salah. Sikap Abimanyu dan ketiga putranya memang mempunyai alasan kuat. Tetapi, apakah itu bisa menjadi pembenaran untuk memperlakukan Alie dengan buruk? Apalagi Alie adalah seorang perempuan. Masih remaja pula. Hal ini menunjukkan bahwa dalam banyak keluarga, lelaki masih menjadi pihak yang amat superior.

Bayangkan? Bukankah perlakuan buruk tersebut akan semakin menambah luka kepada diri Alie? Tentu Alie sudah amat merasa bersalah, karena keteledorannya hingga membuat kecelakaan mobil itu terjadi. Namun, perlakuan kasar orang-orang terdekatnya di rumah, justru menambah luka batinnya.

Rumah Untuk Alie, sebuah film dengan message yang kuat. Angkat topi untuk Falcon Pictures, dengan sutradara Herwin Novianto. Rumah Untuk Alie diangkat dari novel karya Lenn Liu. Keren pokoknya.       

No comments:

Post a Comment