Pada
suatu masa, aku pernah menjadi sekretaris pimpinan di kantor tempatku bekerja.
Yah, selayaknya sekretaris, aku pernah menjalani pekerjaan yang erat kaitannya
dengan kepala instansi. Aku mencatat agenda dan jadwal-jadwalnya. Aku
mengingatkannya setiap saat. Bahkan, tak jarang aku harus mendampinginya,
kemana pun kegiatan yang beliau jalani.
Pada
masa itu, termasuk tatkala aku harus menyiapkan kebutuhan pimpinan saat hendak
melakukan perjalanan dinas ke luar kota. Memesan tiket pesawat, hingga
memastikan beliau memperoleh penginapan yang sesuai keinginan.
Ada satu pengalaman, suatu waktu aku memesan hotel untuk pimpinan lantaran perjalanan dinas ke Jakarta. Seperti biasa, aku memesan hotel via aplikasi dan membayarnya melalui fasilitas corporate credit card. Setelah memesan hotel maupun pesawat, biasanya aku langsung mengunduh kuitansinya. Tentu saja sebagai dokumen pendukung untuk mengerjakan SPJ. Yah, begitulah dunia plat merah, hahaa.
Sebelum
memesan hotel, aku selalu make sure kepada pimpinan. Apakah hotel yang
hendak kupesan sudah sesuai keinginannya. Untuk perjalanan dinas ke Jakarta
kala itu, aku dan pimpinan sudah menyepakati sebuah hotel. Sebut saja hotel A.
Hotel A ini dekat dengan lokasi dinas yang hendak beliau kerjakan.
Kupikir,
dalam perjalanan dinas kala itu tidak akan terjadi masalah. Hotel A memang
sudah menjadi langganan. Sudah beberapa kali aku memesan hotel A untuk
akomodasi pimpinan selama dinas di Jakarta.
Sebenarnya
memang bukan masalah besar. Kala pimpinan pulang dari dinas tersebut, beliau
tetiba curhat. Curhatnya adalah terkait fasilitas yang dia temui di hotel A.
Ada apa memang? Padahal di dinas-dinas sebelumnya saat menggunakan hotel A,
beliau tak pernah komplain.
Usut
punya usut, pimpinan tidak nyaman dengan kebijakan hotel A terkait fasilitas
air minum untuk tamu. Pengalaman menginap yang kala itu dia alami, hotel A tak
lagi menyediakan air minum kemasan di dalam kamar. Gantinya, pihak hotel A
sudah menyediakan sebuah teko dan gelas di setiap kamar. Lalu para tamu bisa
mengambil air di dispenser yang tersedia di setiap lantai hotel.
Nah,
kala itu pimpinan sambat kepadaku kalau beliau tidak suka dengan layanan
air minum seperti itu. Ia lebih suka disediakan air minum dalam kemasan. Tak
perlu harus membawa-bawa teko dan mengisinya dengan air yang ada di dispenser. Apalagi
harus sampai ke luar kamar. Buat dia, itu merepotkan!
Sebagai
sekretaris yang baik, kala itu aku cukup menyimaknya. Ya, kadang yang perlu
dilakukan hanyalah mendengarkan keluhan pimpinan. Setelah itu, baru dicatat dan
dijadikan referensi kala serving beliau di waktu berikutnya.
Terkait
sikap pimpinan yang tidak nyaman terhadap layanan air minum secara mandiri yang
disediakan hotel A, aku memakluminya. Pimpinanku ini orang yang sudah cukup
berumur. Usianya sudah kepala lima. Tak heran, jika dia menginginkan sesuatu
yang praktis.
Barangkali
buat dia, membawa-bawa teko kaca dan harus ke luar kamar untuk sekadar
mengambil air minum adalah hal yang menyebalkan. Jika memang bisa disediakan
air kemasan di dalam kamar, kenapa tidak? Toh, bukannya konsumen adalah raja?
Lalu
bagaimana dengan pendapatku? Sebenarnya aku tidak masalah dengan pilihan
manajemen hotel untuk tak lagi menyediakan air kemasan di dalam kamar. Hal ini
dilakukan semata untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Ya, pihak
hotel ingin menjalankan eco friendly.
Dengan menyediakan teko dan gelas, kupikir para tamu hotel bisa lebih leluasa dalam memanfaatkan fasilitas air minum yang disediakan oleh hotel. Kalau air di teko habis, tinggal ambil lagi. Sepuasnya. Jika air di dispenser sudah menipis, tinggal kontak pihak hotel untuk segera mengisi ulang galon airnya. Sesimpel itu.
![]() |
Pic source: dok. pribadi |
Baru
saja aku liburan di Banda Aceh. Aku menginap di Plum Hotel Lading. Dan hotel
ini juga menerapkan fasilitas air minum yang tersedia di dispenser, di setiap
lantai hotel. Aku cukup nyaman dengan fasilitas ini. Karena aku bisa mengambil
air minum sesuka hatiku. Hahaa.
No comments:
Post a Comment