Tuesday 3 July 2018

Demokrat Akan Usung JK-Agus Yudhoyono. Ini Bakal Serius atau Cuma Gimmick…?


Kontestasi pilkada serentak 2018 telah kita lalui bersama. Proses perhitungan suara untuk masing-masing daerah sedang mendekati final. Banyak elit politisi yang menganggap hasil pilkada ini sebagai gambaran awal. Gambaran peta politik menjelang pilpres 2019.
Agus Yudhoyono. Pic source: wow.tribunnews.com

Kupikir tidak ada yang salah dengan anggapan tersebut. Meski sebenarnya, kemenangan seorang calon maupun parpol tertentu di sebuah daerah atau provinsi, tidak sepenuhnya menjamin bahwa di pemilu tingkat nasional, bakal menelurkan hasil serupa.
Hasil quick count pilkada di sejumlah provinsi, menjadi dasar bagi kalangan elit parpol untuk mulai memasang kuda-kuda. Hasil pilkada setidaknya bisa digunakan untuk mengukur. Seberapa kuat posisi sebuah parpol di suatu daerah atau provinsi.

Kelompok #Jokowi2Periode barangkali menjadi pihak yang cukup gembira dengan hasil pilkada yang sudah di depan mata itu. Kelompok ini merupakan golongan yang masih setia hendak mengusung Presiden Joko Widodo di pilpres tahun depan. Mereka konsisten menggaungkan Jokowi sebagai petahana, untuk melanjutkan bakti di periode kedua pada 2019 hingga 2024.
Kegembiraan ini dapat dilihat dari pemenang pilkada di sejumlah provinsi besar. Setidaknya dari hasil hitung cepat, muncul sosok Khofifah Indar Parawansa di Jawa Timur. Lalu ada Ganjar Pranowo di Jawa Tengah. Ada Ridwan Kamil di Jawa Barat. Serta tidak ketinggalan, muncul nama Nurdin Abdullah di Sulawesi Selatan.
Nama-nama calon gubernur di atas, menerbitkan secercah cahaya optimistis bagi kelompok pendukung Jokowi. Karena di belakang mereka, terdapat parpol-parpol yang selama ini menjadi pendukung dari pemerintahan Jokowi. Dan parpol-parpol tersebut, kemungkinan masih akan berkoalisi, untuk mengusung dan memenangkan Jokowi di pilpres 2019.



Ada kelompok pendukung, ada pula kelompok yang kontra. Hmm, rasanya kurang afdol, kalau tidak turut membahas kelompok yang kontra terhadap Jokowi. Anggap saja, golongan ini adalah pihak oposisi. Kelompok yang berseberangan dengan pemerintah pimpinan Jokowi.
Sudah jamak kita ketahui, bahwa parpol macam Gerindra dan PKS, adalah partai politik yang lebih memilih menjadi oposan. Sejak kekalahan Prabowo Subanto di pilpres 2014, dua parpol ini memilih getol menjadi ‘penyeimbang’ dari pemerintah yang sedang berkuasa. Penyeimbang, yang terkadang lebih terdengar sebagai golongan pencela, atau pengumbar nyinyiran.
Sebagai rakyat jelata, mungkin kita bisa memperoleh hiburan gratis dari kelompok oposan itu. Bagaimana tidak…? Menjelang pemilu 2019 seperti ini, adalah waktu yang tepat untuk mulai melakukan konsolidasi. Mulai untuk berbicara serius. Bagaimana seharusnya bersikap dan menyusun kekuatan. Karena tidak bisa dipungkiri, Jokowi sebagai petahana bukanlah lawan yang enteng. Benar, ‘kan?
Namun sayangnya, para elit di jajaran oposisi ini malah bingung sendiri-sendiri. Ribut sakarepe dewe. Semua pihak di kelompok ini, terlihat ugal-ugalan untuk mengajukan tokohnya masing-masing, untuk menjadi capres di pemilu 2019.
Lihat saja. PKS bahkan mengusung 9 nama untuk diajukan menjadi capres atau cawapres. Kalau Gerindra? Teteup manteup laah…, the one and only: Prabowo. Ada pula yang belakangan ini santer ingin nyapres juga, Amien Rais. Politisi senior PAN ini, bahkan terinspirasi dari kemenangan Mahathir Mohamad di Malaysia. Bahwa politisi gaek masih sanggup ‘berbicara’.



Belum lagi dari kelompok nonparpol. Mereka adalah Persaudaraan Alumni (PA) 212. Dari PA 212, muncul nama Rizieq Shihab yang bakal diusung menjadi capres. Huahahaaa…, aku tak tahu. Apakah ini sekadar gimmick, atau memang beneran?!
Kalau berbicara kelompok oposisi, kita barangkali hanya terfokus kepada Gerindra, PKS, atau PA 212. Padahal, masih ada kelompok lain yang sepertinya juga mengklaim dirinya sebagai kontra-Jokowi. Dialah Partai Demokrat.
Demokrat. Ya ya yaa…, satu parpol yang pernah berkuasa selama 10 tahun. Dari 2004 sampai 2014 kemarin. Dengan tokoh sentralnya adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden keenam Indonesia.
Partai Demokrat pada 2014 dapat dikatakan absen. Karena Demokrat secara resmi tidak mendukung Jokowi maupun Prabowo, dimana keduanya bertarung dan akhirnya dimenangkan oleh Jokowi.
Menjelang kontestasi pilpres 2019, rupanya Demokrat tidak mau ketinggalan. Sepuluh tahun merengkuh kekuasaan, membuat Demokrat ingin kembali berusaha mereguknya kembali.
Tetapi Demokrat kurasa cukup lihai. Ia tidak berusaha terlibat di kelompok yang digawangi oleh Gerindra, PKS, atau PA 212. Demokrat ingin mengusung kelompoknya sendiri. Dan sepertinya, demokrat bakal benar-benar mewujudkan wacana poros ketiga di pilpres 2019 nanti.
Pic source: dok.pribadi

Aku membaca satu berita dari detik.com. Selepas pilkada 27 Juni, muncul suara-suara di kalangan internal Partai Demokrat. Mereka menginginkan Demokrat mengusung calon presidennya sendiri. Dan tokoh yang muncul adalah Jusuf Kalla.
Jusuf Kalla. JK…? Wakil presiden saat ini? Jujur, aku masih belum mempunyai gambaran. Apakah wacana ini cuma sebatas angan-angan atau bakal benar-benar diseriusi. Menurut internal Demokrat, JK dianggap mumpuni dalam mengatasi segala permasalahan yang mendera bangsa ini.
Pertanyaannya kemudian, kalau memang benar JK bakal diusung oleh Demokrat. Siapakah yang hendak dipasangkan dengan pria asal Sulawesi Selatan ini? Oh my gosh…, barangkali kamu sudah bisa menebaknya. Dialah sahabat kita semua, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Kita tunggu saja. Dinamika dalam dunia politik tidak pernah sepi dari kejutan. Siapa tahu? Duet JK-AHY benar-benar terjadi. Tatkala itu terjadi, barangkali mulut kita akan menganga. Rupanya pepo SBY memang hendak membangun dinasti politik. Dan sang pangeran AHY, adalah pilihan yang sempurna. Sempurna menurut Anissa Pohan setidaknya.