Saturday 18 August 2018

Salah Satu Cara untuk Menjaga Kewarasan: Tidak Nonton ILC-nya TV One…!


Hari-hari belakangan, perhatian kita semua tertuju kepada perayaan kemerdekaan Republik Indonesia ke-73. Selain itu, sebagai bangsa kita harus berbangga. Perhelatan Asian Games ke-18 telah di depan mata. Negeri kita menjadi tuan rumah. Bersiap menjamu para delegasi olahraga dari seantero benua Asia.
Namun, hiruk-pikuk pemilihan presiden tetap menjadi satu isu yang tak tergeser. Karena bagaimana pun juga, dari pilpres bakal lahir sepasang pemimpin yang menjadi nakhoda Indonesia untuk periode 2019-2024.
Sudah dipastikan, paslon yang bakal berkontestasi di pilpres tahun depan hanya dua. Sama seperti di pilpres 2014. Menyadari hal ini, akankah terjadi polarisasi yang dahsyat seperti di musim kampanye pilpres sebelumnya…? Huuftt, sepertinya bakal tak jauh berbeda. Hikkss.




Kelompok petahana, sudah bulat kembali mengusung Presiden Joko Widodo. Sementara kubu oposisi, lagi-lagi mengajukan Prabowo Subianto. Kedua tokoh ini mempunyai basis pendukung yang tidak main-main. Ya nggak…?
Dinamika yang terjadi diantara elit-elit politik menjelang perhelatan pilpres 2019, akhirnya mulai memakan ‘korban’. Penentuan calon-calon wapres yang akan digandeng, baik oleh Jokowi maupun Prabowo, semuanya full of drama.
Tak ada yang menyangka. Jika Jokowi bakal menggandeng KH. Ma’ruf Amin sebagai partner-nya di pilpres. Fakta ini menghantam segala isu yang menyebut, bahwa sebenarnya Jokowi sudah memilih figur lainnya. Figur itu konon Mahfud MD.
Pic source: ciricara.com

Dan saat ini, Mahfud MD sedang menjadi trending. Setelah ia tampil di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) TV One pada 14 Agustus kemarin, pernyataannya soal kegagalannya digandeng oleh Jokowi, menjadi viral kemana-mana. Yang paling kentara, pernyataannya kemudian dijadikan isu untuk memanas-manasi kubu Jokowi. Siapa yang menggoreng isu tersebut? Yah, sudah pasti kaum kampret bin nyeleneh.
Drama soal calon wapres bukan saja milik Mahfud MD. Di kelompok Prabowo, drama yang santer tak kalah hebring. Di menit terakhir, Prabowo memutuskan untuk membawa Sandiaga Uno sebagai cawapres. Namun, ada yang tidak bahagia dengan keputusan ini.
Wakil sekjen Partai Demokrat, Andi Arief, mengembuskan isu bahwa terdapat ‘mahar’ berupa uang, yang membuat Sandi Uno mulus memperoleh tiket sebagai calon wakilnya Prabowo.
Kita tahu, Demokrat lebih memilih memberikan dukungan kepada Prabowo, ketimbang kepada Jokowi. Tetapi pernyataan yang terlanjur keluar melalui akun Twitter Andi Arief, sontak membangun kesan bahwa koalisi pendukung Prabowo belum sepenuhnya solid. Ada pihak yang masih belum merasa terakomodir sesuai dengan harapan.
Yah, sebagai rakyat, kita cuma bisa menonton. Entah, akan seperti apa muara dari isu mahar Sandi Uno tersebut. Karena kalau menurut Gerindra, duit yang konon bernilai satu trilyun itu adalah untuk keperluan logistik dalam menapaki pilpres. Yaahh…, suka-suka situ lah, mau menyebutnya seperti apa. Mau logistik kek, mau biaya kampanye kek. Bodo amat!

Fatwa Haram Menonton ILC TV One dari PWNU Jogja
Menurut pengamatanku, ILC awalnya bernama Jakarta Lawyers Club (JLC). Acara bincang-bincang ini, dipandu oleh pimred TV One, Karni Ilyas. Siapa yang tidak mengakui jurnalis senior yang satu ini? Di masa Orde Baru, lelaki ini membidani lahirnya Liputan 6. Jurnal berita legendaris yang identik dengan stasiun SCTV.
Di bawah komando Karni Ilyas, kupikir kehadiran TV One sebagai televisi berita cukup memberikan harapan baru. Karena pada 2008, hanya Metro TV seorang yang memproklamirkan diri sebagai televisi ‘berita’.



Cuma, kekurangan TV One adalah tidak pernah memberitakan miring soal bencana lumpur Lapindo di Sidoarjo. Maklum saja. Owner TV One merupakan grup Bakrie. Kelompok yang juga memiliki PT. Lapindo Brantas, perusahaan yang paling bertanggung jawab atas musibah semburan lumpur Lapindo.
TV One mulai kehilangan kepercayaan dari publik, kala mati-matian mendukung Prabowo di pilpres 2014. Bahkan, televisi ini berani mempertaruhkan kredibilitasnya, karena dengan jumawa menampilkan hasil quick count pilpres yang dipaksakan. Dipaksakan alias dibolak-balik. Parah banget!
Dengan berjalannya waktu, JLC berubah nama menjadi ILC. Agar kesannya tidak hanya mencakup Jakarta. Melainkan juga seluruh Indonesia. Topik yang dibahas pun tak lagi soal hukum. Melainkan merembet kemana-mana. Isu-isu sosial, dan terutama isu politik.
Barangkali ILC sengaja memposisikan diri seperti itu. Yah, ingin menyaingi Mata Najwa. Bagaimana tidak…? Mata Najwa yang dipandu Najwa Shihab, tampil menjadi satu talkshow yang berbobot, nggak basa-basi, dan cergas! Apalagi durasi Mata Najwa nggak lebay kayak ILC.
Jika Mata Najwa terkesan merupakan ‘pendukung’ pemerintahan Joko Widodo, maka ILC-nya Karni Ilyas mengambil peran sebaliknya. Menjadi program kesayangan bagi para pembenci Jokowi. Jadi, ILC menjadi ‘sumber terpercaya’-nya para kaum kampret sumbu pendek. Iyuuuhh…!
Tampilnya Mahfud MD di program ILC, sontak menjadi isu yang belakangan cukup mengemuka. Aku harap, Anda semua yang membaca artikel ini masih menyimpan kewarasan, untuk menilai seperti apa ILC tersebut.
Bagiku, ILC nyata-nyata cuma sekadar acara ngobrol-ngobrol, dengan durasi seperti konser dangdutnya Indosiar. Bisa tiga jam lebih…?! Selalu dihadirkan dua pihak, yang saling bertentangan. Pun, nyaris tak ada konklusi yang memadai, di setiap ending dari bincang-bincang yang tayang setiap Selasa malam, itu.
Screenshot dari detik.com

Aku sih nggak heran, kala akhirnya PWNU Jogja melontarkan fatwa ‘haram’ untuk ILC (sumber 1 dan sumber 2). Karena bagiku, program ini memang kurang berfaedah. Kali ini aku cukup sopan dengan menyebutnya sebagai ‘kurang berfaedah’. Padahal aslinya, nggak banget…!
Ya bagaimana…?! Setiap kelar ILC, linimasa medsos selalu dihiasi pertikaian antara kaum cebong dan kaum kampret. Pemaparan ILC selalu menghadirkan efek lanjutan, berupa pertentangan yang tajam! Bahkan semakin panas, setelah acara ini selesai tayang di layar televisi.
Lalu dengan santainya, Karni Ilyas membela diri dan berkata. Bahwa ILC hanya melakukan tugasnya sebagai watchdog (baca sumber). What the hell…! Apakah dia tidak menyadari dampak yang disebabkan perbincangan ILC, yang sering hanya sekadar menjual kontroversi…?
Well, setiap orang tentu mempunyai preferensinya masing-masing. Diantara kamu mungkin memang merupakan fans dari ILC TV One tersebut. Ya monggo, itu adalah hakmu. Namun aku sadar diri. Aku lebih baik tetap menjaga kewarasanku, dengan tidak mengonsumsi ILC. Aku mendukung fatwa 'haram' untuk ILC…!