Thursday 16 August 2018

Kalau Jokowi Menang Pada 2019, Akankah PAN Menjadi ‘Bajing Loncat’ Lagi?


Peta kandidat yang bakal bertarung di pilpres 2019, nyata-nyata turut menciptakan realitas politik yang lainnya. Menarik untuk melihat parpol-parpol yang berada di belakang Prabowo Subianto. Mereka adalah Gerindra, PKS, Demokrat, dan… Partai Amanat Nasional (PAN).
Apa yang muncul di benakmu kala mendengar PAN…? Sudah pasti yang pertama muncul adalah sosok Amien Rais. Pria yang sudah sepuh ini, merupakan pendiri PAN. Bahkan melalui PAN, Amien Rais pernah mencicipi kompetisi pilpres. Tepatnya di 2004 silam. Ketika ia menggandeng Siswono Yudhohusodo.
Namun melihat kiprah PAN dalam beberapa tahun terakhir, aku jadi bingung sendiri. Partai ini memilih mendukung Prabowo di pilpres 2014. Bahkan PAN mendapatkan hak istimewa, bila dibandingkan parpol lainnya di Koalisi Merah Putih, kala itu. PAN berhasil menempatkan ketumnya, Hatta Radjasa, sebagai calon wapres.




Sebagai peserta kontestasi, tentu PAN berharap menang bersama Prabowo. Namun apa lacur, Prabowo keok melawan gubernur Jakarta, Joko Widodo. PAN pun ikut nyungsep, yang terancam menjadi partai di pihak oposisi. Bukan partai yang berada di gerbong pemerintahan.
Padahal di periode Presiden SBY, PAN merupakan parpol di kubu pemerintah. Bahkan, Hatta Radjasa menjadi mertuanya si pangeran Cikeas, Ibas Yudhoyono. Barangkali tak terbayangkan bagi PAN, ia bakal menjadi partai oposisi di pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
Pic source: kupang.tribunnews.com

Oleh sebab inilah, PAN akhirnya berusaha ‘menyesuaikan diri’. Pasca Jokowi-JK resmi memenangi pilpres 2014, PAN ‘meninggalkan’ Koalisi Merah Putih. Ia mengikuti langkah yang diambil PPP dan Golkar, untuk merapat ke kubu Jokowi. Dan akhirnya, jadilah Golkar, PPP, dan PAN menjadi mitra Jokowi di pemerintahan.
Namun dengan berjalannya waktu, rupanya PAN harus dites lagi kapasitas politiknya. Meski partai ini berada di gerbong yang mendukung pemerintah, PAN acapkali bermanuver, yang nyata-nyata terlihat berseberangan dengan pemerintah.
Yang paling kentara, tentu saja dari begawan PAN, Amien Rais. Pria ini cukup sering melontarkan pernyataan yang menyudutkan pemerintah, alih-alih menyerang Presiden Jokowi secara pribadi. Terlebih mendekati musim pilpres dalam beberapa bulan belakangan.
Ada sejumlah isu, yang coba diembuskan Amien Rais. Misalnya soal pembagian sertifikat tanah. Polemik dikotomi partai Allah dan partai setan. Serangan antek asing yang ditujukan kepada Jokowi. Fiuuhh…, Amien Rais emang selalu bikin ngelus dada.



Dan puncaknya, PAN tak lagi berada di kubu yang mendukung Jokowi untuk maju di pilpres 2019. PAN malah memberikan dukungan kepada sang ‘kawan lama’, yakni Prabowo Subianto. Bahkan, Amien Rais dan ketum PAN, Zulkifli Hasan, terlihat nampang di sebelah Prabowo kala mendeklarasikan diri untuk maju di pilpres tahun depan.
Kalau aku pribadi sih, menanggapi sikap PAN ini dengan santai. Namanya politik, semua bisa berubah drastis mengikuti kepentingan yang ada. Bahkan kepentingan yang bersifat pragmatis sekali pun.
Imbasnya, kader PAN yang saat ini bercokol di Kabinet Indonesia Kerja, harus menjadi ‘korban’ berikutnya. Ya, Asman Abnur yang bertugas sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (PAN-RB), sepertinya berada di posisi yang maju kena, mundur kena.
Partainya lebih memilih memberikan dukungan kepada pihak oposisi. Sehingga, posisinya sebagai menteri yang menjadi anak buahnya Jokowi, tentu nggak enak banget. Daripada ia serba salah, akhirnya Asman Abnur memilih untuk meletakkan jabatannya sebagai menteri.
Kukutip dari tayangan Kompas Malam di Kompas TV pada 14 Agustus kemarin, Asman Abnur telah menghadap Presiden Jokowi. Ia memilih mundur, karena terbentur etika politik yang harus dijalankannya.
Pernyataan Asman Abnur di Kompas Malam, 14 Agustus 2018. Screenshot dok.pribadi

Ya, kesetiaan kepada partai ternyata lebih utama ketimbang melanjutkan kinerja di kabinet. Kalau aku sih, tak perlu menghujat keputusan Asman Abnur tersebut. Ia berada di posisi yang ingin menghargai parpol yang telah membesarkan namanya terlebih dahulu.
Presiden Jokowi akhirnya memilih Komjenpol Syafruddin, sebagai penjabat MenPAN-RB berikutnya. Semoga, kinerja kementerian PAN-RB tidak begitu terganggu dengan adanya nakhoda baru ini.
Aku jadi tergelitik. Menebak-nebak sikap PAN selanjutnya bakal seperti apa. Kurasa, partai ini tidak bisa menjadi pihak oposisi. Pihak yang berada di luar pemerintahan. Sejak zaman SBY, ia selalu berada di kubu pemerintah. Bahkan tatkala Jokowi berkuasa, PAN tergiur untuk masuk ke gerbong pemerintahan.
Seandainya, Jokowi menang lagi pada 2019 besok. Akankah PAN kembali merapatkan diri…? Mungkinkah PAN bakal bersikap bak bajing loncat? Loncat sana, loncat sini. Pokoknya, harus mengamankan posisi. Yaahh…, biarlah waktu yang akan menjawabnya. Biarkan rakyat yang menilai, apakah partai ini konsisten, atau oportunis.