Thursday 2 August 2018

ILC-nya TV One atau Mata Najwa, Mana yang Kamu Pilih…?


Linimasa di jagat Twitter kerap menghadirkan sesuatu yang menarik. Ada saja…, tagar-tagar yang mampu membuat mata melotot. Dan sebagai salah satu platform media sosial, tentu pengguna Twitter berasal dari banyak kalangan, dengan berbagai kepentingan.
Di linimasa Twitter, dikenal istilah trending topic. Trending adalah hal-hal yang sedang ramai disebut-sebut oleh para pengguna medsos. Biasanya, sebuah hal yang sanggup menjadi trending di Twitter adalah peristiwa luar biasa. Atau bisa pula momen penting, langka, dan menarik bagi para netizen.
Namun makin ke sini, trending di jagat Twitter bisa dengan mudah diciptakan. Trending dapat di-create sedemikian rupa. Inilah sisi lain dari media sosial. Orang-orang cerdas dapat memanipulasi sesuatu, hingga membuatnya menjadi topik yang ‘terasa hangat’ bagi khalayak.




Berbicara di dalam negeri, lihat saja beberapa tahun belakangan. Jika kita mengamati trending di Twitter, ada saja topik yang menyerempet ke dunia politik. Tak jarang, tanda pagar (tagar) yang mengemuka di linimasa adalah cuitan terkait urusan politik.
Ya, medsos telah menjadi satu alat utama untuk menyebarkan propaganda. Medsos menjadi sarana termudah untuk menyebarkan informasi, kepada para penggunanya. Tinggal membikin satu tagar unik. Lalu menggerakkan para buzzer. Fiuuhh…, maka jadilah. Sebuah topik akan secepat kilat menjadi trending di Twitter.
Amatlah mudah untuk menjadikan sebuah tagar mengemuka di Twitter. Buzzer-buzzer kawakan hanyalah segelintir. Yang membantu kinerja para buzzer untuk mem-blast sesuatu adalah para warganet. Para netizen yang seringkali cuma latah alias ikut-ikutan, akhirnya turut berkontribusi signifikan untuk menaikkan topik yang akhirnya menjadi riuh di medsos.
Bagi kamu para pengguna Twitter, cobalah sekali-kali amati. Apa saja topik atau tagar yang bermunculan di sepanjang hari. Seperti barusan misalnya. Di setiap Selasa malam, seringkali muncul tagar dari acaranya TV One, yakni Indonesia Lawyer Club (ILC).

ILC pekan ini, membahas soal polemik antara presiden kelima dan keenam: Megawati dan SBY. Tagar yang kemudian muncul adalah: #ILCMegaVersusSBY. Keesokan harinya, Mata Najwa seolah tidak mau ketinggalan. Sepanjang acara ini mengudara pada Rabu malam, tagar #MataNajwaDemiAsianGames eksis di linimasa.
Bagiku sih, tagar-tagar yang disetting itu tidak menjadi masalah. Toh, hanya sebuah hashtag di dunia maya. Ingat, apa yang mengemuka di medsos tidak selalu mencerminkan apa yang benar-benar menjadi perbincangan hangat di dunia nyata. Apa yang benar-benar terbahas secara intens di tengah masyarakat, bisa jadi berbeda jauh dengan ingar-bingar yang ada di medsos.

ILC-nya TV One atau Mata Najwa, Mana yang Kamu Pilih?
By the way…, pemikiran soal trending di Twitter yang kusampaikan di atas, itu terinspirasi dari ucapan Anies Baswedan. Tunggu-tunggu. Jangan berprasangka dulu bahwa aku adalah fans atau pendukung dari gubernur Jakarta tersebut. Dalam hal ini, aku netral saja. Karena aku tidak berdomisili di DKI. Jadi secara umum, aku tidak begitu berkepentingan dengan kinerja Anies, maupun wakilnya Sandi Uno.
Anies Baswedan di Mata Najwa, 1 Agustus 2018. Screenshot dok.pribadi

Dalam program Mata Najwa, Rabu, 1 Agustus kemarin, materi yang dilemparkan adalah terkait persiapan menuju Asian Games. Hiii…, yaps! Bulan ini lho…! Asian Games akan berlangsung di tanah air kita, mulai tanggal 18 nanti.
Najwa Shihab mengundang Menpora Imam Nahrawi, Ketua INASGOC (panitia lokal Asian Games) Erick Thohir, dan dua gubernur utama yang wilayahnya menjadi tuan rumah dari perhelatan Asian Games. Mereka adalah Anies Baswedan, dan gubernur Sumsel Alex Noerdin.
Aku mengangkat topi untuk Najwa Shihab beserta tim kreatifnya. Bagiku, tayangan Mata Najwa nyaris selalu menghadirkan topik bahasan yang menarik, pun penting. Setelah di pekan lalu membahas soal penjara mewah milik para napi korupsi di Sukamiskin Bandung, barusan Najwa menyodorkan soal Asian Games.



Ya, kita sebagai masyarakat Indonesia patut berbangga. Asian Games akan digelar di negara kita. Meski pesertanya cuma negara-negara di benua Asia, namun boleh saja kita mengklaim bahwa Asian Games berada satu strip di bawah Olimpiade. Lebih dari 40 negara bakal mengirimkan atlet-atlet terbaiknya untuk bertanding di event akbar level Asia ini.
Oleh karena itu, euforia Asian Games seyogianya tidak hanya dimonopoli oleh warga di Jakarta atau Palembang saja. Tetapi seharusnya turut dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Yah, setidaknya diwakili oleh obor Asian Games yang sampai saat ini sedang berkeliling ke sejumlah provinsi. Agar warga di daerah tetap ‘kecipratan’ tuah Asian Games.
Erick Thohir, ketua INASGOC. Screenshot dok.pribadi

Untuk menyemarakkan demam Asian Games, Mata Najwa akhirnya membahas perihal event ini. Tayangan dibuka dengan Najwa Shihab yang meliput persiapan untuk opening ceremony Asian Games di Gelora Bung Karno (GBK) nanti. Najwa menemui Wishnutama, director yang dipercaya untuk menyuguhkan upacara pembukaan yang spektakuler!
Kemudian berlanjut untuk membahas beberapa isu hangat terkait Asian Games. Mulai dari kesiapan venue-venue pertandingan, hingga kritik soal tiket penonton yang terasa cukup mahal. Lokasi di Jakarta dan Palembang pun tak luput dari diskusi. Inilah gunanya menghadirkan Anies dan Alex Noerdin.
Untuk di Sumsel, isu yang mengemuka adalah ancaman kabut asap dari kebakaran lahan. Sementara di ibukota, malah lebih banyak isu yang ramai dan ter-blow up. Ini lantaran kesaktian linimasa medsos. Hehe.
Gubernur Anies pun mengakui. Masih ada sisa ‘sakit hati’ yang dipicu hasil pilkada DKI tahun 2017 kemarin. Para haters Anies-Sandi Uno bolak-balik mengkritik segala kebijakan yang dijalankan di Jakarta. Termasuk soal persiapan Asian Games sekarang ini.
Yah…, perihal Kali Item, bendera berbambu, marka jalan yang berwarna-warni, trotoar, trek untuk sepeda angin, semuanya dibahas dan diklarifikasi. Inilah gunanya tayangan Mata Najwa. Agar informasi tidak berasal dari pihak pembenci Anies saja. Melainkan turut dibandingkan dengan penjelasan dari sudut sang gubernur ibukota.
Naaah…, kesimpulan dari artikel ini adalah seperti ini. Bagiku Mata Najwa telah sukses menjadi program yang sanggup memberikan pencerahan. Tidak sekadar membikin acara bincang-bincang, terus kelar. Tetapi ada poin-poin yang bisa didapat. Ada manfaat yang bisa diperoleh.
Jujur, ya. Aku sengaja ingin membandingkan Mata Najwa dengan ILC. ILC yang presidennya Karni Ilyas itu, bagiku plah ploh. Dengan durasi yang kayak konser dangdut, yaitu 3,5 jam. Bagiku ILC hanya sekadar mengejar rating dan iklan semata.
ILC acapkali kehilangan ‘kesehatannya’ sebagai forum diskusi. Yang ada, tersaji debat-debat kusir yang malah terkesan mengadu domba. Basi tau! Aku jadi berpikir. Nonton ILC itu bak menonton rapat di DPR. Tak lagi seperti menyaksikan acara talkshow yang menghibur dan mengandung faedah!
Bandingkan dengan Mata Najwa yang hanya berdurasi 1,5 jam. Topik fokus dan tidak kemana-mana. Uraian singkat namun cadas. Tidak sekadar menjual debat kusir untuk rating televisi. Karena Mata Najwa sadar, program televisi haruslah mengedukasi penonton. Bukannya malah menghadirkan polemik dan perdebatan baru!