Monday 26 October 2020

Tinggal 4 Tahun Pak Jokowi Memerintah. Kamu Siap ‘Kehilangan’…?

Undang-undang telah menentukan bahwa masa jabatan Presiden Republik Indonesia hanyalah dua periode. Oleh sebab itu, seseorang boleh menjadi presiden maksimal dua kali lima, alias 10 tahun. Susilo Bambang Yudhoyono yang merupakan Presiden keenam, adalah orang pertama yang menjalani peraturan terkait pembatasan masa jabatan presiden tersebut.

Pembatasan masa jabatan presiden menjadi hanya sebanyak dua periode, telah diberlakukan semenjak masa reformasi. Keputusan ini bercermin dari pengalaman di era Orde Baru, dimana Soeharto mampu menjabat Presiden hingga sekitar 32 tahun lamanya.

Akibatnya, kekuasaan kepala negara menjadi begitu besar. Bahkan terkesan otoriter. Tatkala gelombang reformasi bergulir, dibuatlah peraturan untuk membatasi masa jabatan presiden di Indonesia.

Nah, berbicara masa kini, kita sedang berada dibawah pemerintahan Presiden Joko Widodo. Jokowi mulai menjadi kepala negara sejak 2014. Berdasarkan hasil pilpres 2019, Jokowi kembali memimpin Indonesia. Saat ini, berarti sudah enam tahun Pak Jokowi memerintah.

Di periode kedua, Jokowi mengusung Wakil Presiden baru. Jika di periode pertama Jokowi berpasangan dengan Jusuf Kalla, maka di periode kedua Jokowi menggandeng KH. Ma’ruf Amin. Dan baru saja, duet Jokowi-Ma’ruf Amin sudah menjalani setahun pertama pemerintahannya.

Ya, Pak Jokowi dan Kiai Ma’ruf resmi dilantik menjadi pejabat Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2019. Apa yang kamu rasakan setelah setahun menjalani pemerintahan Jokowi-Ma’ruf…? Kupikir setiap orang mempunyai pandangannya masing-masing. Ada yang merasa biasa saja, alias netral. Karena kehidupan yang dirasakannya nyaris tidak ada perubahan yang signifikan, walau berganti-ganti rezim.

Ada yang merasa bahwa pemerintahan Jokowi-Ma’ruf seperti ‘neraka’. Perasaan seperti ini biasanya dialami oleh mereka-mereka yang belum bisa move on dari hasil pilpres. Baik pilpres 2014 mau pun 2019. Mereka-mereka ini pada intinya sama sekali tidak suka jika Jokowi menjadi pemimpin di negeri ini. Betul, ‘kan?

Tetapi ada pula yang selama enam tahun belakangan merasa bahagia. Bahagia karena pilihannya menjadi pemenang pilpres. Nah, golongan yang terakhir ini tentu saja adalah masyarakat yang menjadi pendukung atau loyalis dari Pak Jokowi.

Mungkin ada diantara kalian yang bertanya-tanya. Sebagai penulis artikel ini, aku ada di pihak yang mana…? Hehee, silakan kalian tebak-tebak sendiri. Namun yang pasti, aku berusaha menerima setiap hasil pemilu dengan lapang dada. Lapang dada dan optimis. Optimis bahwa pemimpin yang terpilih dalam pemilu adalah yang terbaik. Dan semoga juga amanah.

Majalah Time pernah menjadikan Jokowi sebagai cover. Pic source: time.com

 

Hari ini, adalah masa-masa setahun duet Jokowi-Ma’ruf Amin menjabat sebagai pucuk pimpinan di negeri ini. Setahun pertama ini kupikir bukanlah masa yang indah. Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf banyak menerima tantangan dari segala arah.

Hambatan yang paling kentara adalah hantaman pandemi covid-19. Pandemi yang terjadi secara global ini telah memorak-porandakan segala rencana yang telah dibuat jauh-jauh hari.

Simpelnya seperti ini. Apabila tidak ada pandemi covid-19, maka sebuah anggaran dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur atau pembangunan di bidang lainnya. Namun lantaran pandemi, anggaran tersebut mau tak mau harus digeser untuk menutupi kebutuhan, demi menanggulangi pandemi dan efek-efek domino yang ditimbulkannya.

Tidak ada yang menginginkan pandemi, seperti wabah covid-19 ini. Tetapi semua harus dihadapi. Untuk itu, aku tetap memberikan dukungan kepada Pak Jokowi dan Kiai Ma’ruf. Aku tetap yakin, bahwa mereka sanggup membawa Indonesia bertahan ditengah situasi pandemi seperti ini.

Hantaman kepada Pak Jokowi tidak hanya berasal dari pandemi covid-19. Ada tantangan yang masih hangat, yakni soal polemik Undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law. Bahkan, beberapa saat yang lalu telah terjadi aksi demonstrasi dan rusuh akibat pengesahan UU tersebut.

Beberapa kalangan menilai, aksi rusuh terkait UU Cipta Kerja barusan adalah salah satu upaya untuk menggoyang pemerintahan Jokowi di periode kedua ini. Huufft…, jika dugaan ini memang ada, aku benar-benar tak habis pikir. Apa susahnya sih, memberikan kesempatan kepada Jokowi dan kabinetnya untuk bekerja? Toh, Jokowi terbukti menang dalam pilpres sesuai dengan prosedur. Ayolah, hormati hasil pemilu dengan bijak!

Pembangunan di era Jokowi identik di bidang infrastruktur. Lihatlah, betapa bertaburnya jalan tol, pelabuhan, bandara, bendungan dan fasilitas publik lainnya yang dibangun dan dipermak oleh Jokowi melalui orang-orang di kabinetnya.

Kadang aku heran. Di linimasa media sosial, kenapa begitu banyak yang mendiskreditkan segala kebijakan yang dibuat oleh Pak Jokowi…? Kenapa para pembenci ini tidak berusaha untuk memahami dari banyak sisi? Kenapa mereka enggan melihat sisi positif dari suatu kebijakan, dan lebih bersemangat untuk melontarkan cibiran?

Haahh…, kadrun. Betapa capeknya jalan pikiranmu.

Kurasa setiap pemimpin dan rezim memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Untuk saat ini, memang waktunya Pak Jokowi untuk berkuasa. Hasil jerih payah beliau selama enam tahun terakhir wajib diapresiasi secara obyektif. Karena aku yakin, segala yang dibangun dan diusahakan oleh Jokowi dan kabinetnya adalah demi meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia secara menyeluruh dan merata.

Sebagai rakyat, kita bisa menghargai hasil kerja dari pemerintahan yang sedang berkuasa. Atau setidaknya, jika kamu tidak menyukai rezim Jokowi, kamu bisa mengurangi nyinyir-nyinyir yang kurang berfaedah. Jangan memperkeruh suasana dengan membuat hoaks-hoaks yang mudah memyulut emosi orang lain yang awam.

Masa kita kalah dengan Uni Emirat Arab…? Baru saja, pemerintah Uni Emirat Arab memberikan penghargaan kepada Presiden Jokowi. Jokowi diabadikan sebagai nama sebuah jalan di Abu Dhabi. Wow…, penghargaan ini barangkali sanggup menampar para kadrun yang suka mencibir Pak Jokowi.

Kan ironis, sebuah negara di tanah Arab sana bersedia memberikan penghargaan bagi seorang lelaki yang bahkan bukan pemimpin atau presidennya. Namun di tanah airnya sendiri, sang lelaki malah kerap dihantam hoaks yang kadang tak masuk akal dan diputarbalikkan sedemikian rupa.

Penampakan Jalan 'Jokowi' di Abu Dhabi yang baru saja diresmikan. Pic source: kompas.com

 

Masa pemerintahan Pak Jokowi tinggal empat tahun lagi. Kadang aku takut untuk membayangkan. Siapakah yang akan menggantikan Jokowi? Siapakah yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan republik ini? Dan seperti apakah gebrakan dan kiprah presiden selanjutnya tersebut?

Ah, andaikan masa jabatan seorang presiden bisa direvisi menjadi tiga periode. Tetapi wacana ini kemungkinan besar tinggal wacana belaka. Sudah pasti pihak oposisi dan para pendukungnya tidak akan membiarkan wacana ini berkembang. Dan barangkali, masa jabatan sepuluh tahun bagi seorang presiden memanglah yang terbaik untuk kehidupan demokrasi di Indonesia.   

 

No comments:

Post a Comment