Wednesday 5 September 2018

Asian Games 2018: Biarkan Pencibir Menggonggong, Jokowi Tetap Berlalu


Perhelatan Asian Games 2018 telah usai. Tak terasa, ya? Padahal kayaknya masih kemarin gitu…, Pak Jokowi ‘beraksi’ heboh di opening ceremony Asian Games. Namun waktu tak pernah berhenti berputar. Hari Minggu, 2 September malam, multievent olahraga kasta tertinggi di benua Asia itu, memang harus berakhir.
Di upacara penutupan barusan, terdapat segmen yang menampilkan kesenian khas negeri tirai bambu, China. Ya, estafet penyelenggaraan Asian Games berlanjut ke negara berpopulasi terbesar di muka bumi tersebut. Tepatnya di kota Hangzhou, Asian Games ke-19 akan digeber pada tahun 2022 mendatang.
Fiuhh…, jujur. Aku sengaja menulis artikel ini, karena masih belum sepenuhnya move on dari segala ingar-bingar Asian Games barusan. Terlalu banyak. Yaa…, terlalu banyak momen istimewa yang tercipta di gelaran Asian Games ke-18.




Aku memang belum seberuntung beberapa temanku. Di linimasa medsos, aku menemukan sejumlah temanku yang dengan bahagianya mengunggah pengalamannya ketika menyaksikan berbagai kegiatan Asian Games di Jakarta. Entah itu menonton langsung pertandingan sebuah cabang. Atau sekadar main-main di Asian Fest dan menjadi penonton saat closing ceremony.
Tapi tak apalah. Aku sudah sangat terhibur dengan perhelatan Asian Games kali ini. Sejumlah stasiun televisi tak pernah absen untuk menyiarkan banyak pertandingan. Jarang-jarang Indonesia bisa menjadi tuan rumah di event sekelas Asian Games. Levelnya Asia lho ini…?! Saingannya negeri-negeri ‘besar’ macam India, China, Jepang, Korea, Uzbekistan, dan yang lainnya.
Berbagai momen langka pun tersaji dari gelaran Asian Games 2018. Salah satunya, kala kontingen Korea Utara dan Korea Selatan membaur menjadi satu ketika upacara pembukaan. Tak ada bendera Utara maupun Selatan. Yang ada, bendera dengan gambar semenanjung Korea berwarna biru. Hhmm, sejuk sekali.
Edisi 2018 ini, untuk pertama kalinya Asian Games digeber di dua kota berbeda. Jakarta dan Palembang, menjadi pionir diselenggarakannya multievent tidak hanya dalam satu kota. Kelak, bisa jadi multievent macam Asian Games dan Olimpiade, dapat dilangsungkan di lebih dari satu kota. Menjadi sesuatu yang berbeda tentunya.
Bagi kita bangsa Indonesia, pelaksanaan Asian Games 2018 benar-benar istimewa. Di momen ini, kita semua memiliki alasan untuk bersatu. Demi mendukung perjuangan para atlet yang berjibaku mengharumkan nama negara.
Tatkala mendukung aksi para atlet, kita semua nyaris menyingkirkan segala ego dan perbedaan. Kalau sudah urusan tim nasional, waaah…, nggak ada matinya deh. Lihatlah. Sepanjang dua pekan perhelatan Asian Games, linimasa medsos tidak pernah sepi dari ungkapan dukungan kepada para atlet.
Kita semua patut berbangga. Tahun ini, medali yang mampu diraih oleh para pejuang olahraga tidaklah main-main. Ada 98 medali. 31 diantaranya adalah emas. Wooow! Perolehan emas terbaik sepanjang sejarah keikutsertaan Indonesia di ajang Asian Games…!
Penghormatan setinggi-tingginya untuk segenap tim Indonesia. Yang sudah berjuang mati-matian, agar sang saka Merah Putih mampu berkibar. Mampu berjajar dengan bendera-bendera negara Asia lainnya.




Biarkan Pencibir Menggonggong, Jokowi Tetap Berlalu
Namun, bukan berarti perhelatan Asian Games barusan hanya dilingkupi oleh semangat positif. Yang namanya energi positif, selalu dilengkapi oleh hal negatif sebagai kontradiksinya.
Diantara berbagai ungkapan masyarakat seputar Asian Games, ada saja selentingan-selentingan miring yang tak berfaedah. Tak dipungkiri, kita sedang menuju tahun politik. Tahun depan, bakal dilangsungkan hajatan demokrasi lima tahunan.
Ya, pemilu 2019 sudah di depan mata. Dan yang paling menyedot perhatian, tentu saja adalah pemilihan presiden untuk periode 2019-2024. Kandidatnya sudah hampir bisa dipastikan. Petahana Presiden Joko Widodo, akan kembali ‘bertarung’ dengan Prabowo Subianto.
Gelaran Asian Games barusan, ada saja yang mengait-kaitkannya dengan euforia menjelang pilpres 2019. Masih hangat, kala Presiden Jokowi beraksi di video untuk upacara pembukaan Asian Games pada 18 Agustus kemarin.
Pic source: otomania.gridoto.com

Aksinya yang menggunakan sepeda motor dan seolah-olah melompati truk, menjadi bahan perbincangan yang seru di awal-awal bergulirnya Asian Games kemarin. Orang waras sudah paham kalau aksi ini nyaris mustahil dilakukan sendiri oleh sang presiden. Sudah barang tentu melibatkan pemeran pengganti alias stuntman.
Tetapi bagi kelompok oposisi, aksi Jokowi tersebut menjelma menjadi bahan ‘gorengan’ yang sedap. Ya, kurasa para tokoh oposisi tidak bisa ikhlas, kalau Jokowi mendapatkan citra positif dari aksi yang fenomenal tersebut.
Begitu juga dengan para kampret. Setali tiga uang dengan para junjungannya, kaum kampret dengan santainya mengolok-olok aksi Jokowi yang menggunakan stuntman tersebut. Fiuuhh…, tak bisa kubayangkan. Betapa culasnya pikiran para kampret itu. Mungkin kalau mereka tidak nyinyir, mereka tidak bisa tidur dengan nyenyak kali, yaa…?!
Aksi Presiden Jokowi di video opening ceremony Asian Games, dianggap bani kampret sebagai upaya pencitraan. Sebagai usaha untuk carmuk, alias cari muka. Diiihh…, cari muka dari hongkong…?! Santai saja, bro! Itu semua cuma untuk entertainment belaka. Nggak usah terlalu dibawa serius.
Tahun ini, Tuhan menakdirkan Indonesia memperoleh prestasi yang ciamik puol. Tim Indonesia panen emas! Ada 31 keping emas yang berhasil diraih. Membuat Indonesia finish urutan keempat di klasemen medali secara keseluruhan. Menjadikannya sebagai pencapaian terbaik Indonesia sepanjang partisipasi di Asian Games.
Alhamdulillah. Rezeki nomplok yang patut disyukuri. Namun sayangnya, prestasi ciamik kontingen Indonesia ini, ada saja suara sumbang yang kurang menghargainya. Dan mirisnya, suara miring itu malah berasal dari mantan menteri pemuda dan olahraga.
Screenshot dari detik.com

Aku tak habis pikir. Apa ya, yang ada di benak Roy Suryo? Menpora di era Susilo Bambang Yudhoyono tersebut, menganggap prestasi Indonesia yang gemilang di edisi 2018 ini, lantaran faktor Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games.
Jadi kasarannya begini. Kalau Indonesia tak menjadi host, maka pencapaian para atlet kemungkinan tidak sebesar apa yang didapatkan sekarang. Ckckckk…, sungguh ironis. Seorang mantan Menpora bereaksi seperti itu. Sungguh kerdil!
Sebagai rakyat awam, aku jadi antipati dengan si Roy Suryo itu. Apa sih prestasinya waktu jadi menteri…? Kurasa tak sebaik dan sesukses Imam Nahrawi saat ini. Fakta! Roy Suryo seolah tidak menghargai. Bagaimana perjuangan para atlet yang berjuang setengah mati, hingga mencapai posisi gemilang seperti sekarang. Duh Gusti…
Selain Roy Suryo, tokoh yang jagonya mencibir selanjutnya adalah Fadli Zon. Figur yang satu ini mah, memang sudah dari sononya benci dengan Jokowi. Pokoknya apa pun yang dilakukan Jokowi, tidak ada bagus-bagusnya di mata politisi Gerindra tersebut.
Screenshot dari detik.com

Jokowi sengaja tidak menghadiri langsung upacara penutupan Asian Games, pada 2 September kemarin. Pak presiden lebih memilih bersama para pengungsi gempa Lombok. Sekalian mengecek, bagaimana progres rekonsiliasi pascabencana.
Namun Jokowi tetap ‘hadir’ di GBK Jakarta, melalui video singkat. Hal inilah yang kembali dijadikan bahan nyinyiran oleh Fadli Zon. Baginya, video Jokowi sudah layak mendapatkan nominasi Piala Oscar!
Oscar gundulmu kuwi…?! Aku sungguh tak rela. Pajak yang selalu kubayar rutin, menjadi gaji yang terus menghidupi orang lebay macam si Zon ini. Ya Allah Gusti… Untungnya yang jadi presiden masih Pak Jokowi. Jadi everything still under control.
Beruntungnya aku mempunyai sosok pemimpin seperti Jokowi. Tak begitu menggubris segala suara miring yang diarahkan kepadanya. Lelaki ini lebih memilih fokus untuk bekerja.
Presiden Jokowi menyerahkan bonus kepada atlet Asian Games, pada Minggu pagi, 2 September. Pic source: dok.pribadi

Ya, benar-benar bekerja. Lihat saja. Bahkan sebelum closing ceremony Asian Games, para atlet yang memperoleh medali langsung dihadiahi bonus, seperti yang pernah dijanjikan sebelumnya.
Biarkan para pencibir menggonggong. Pak Jokowi tetap berlalu. Tetap bekerja, hingga usai waktunya. Tetaplah sehat, Pak.