Thursday 3 May 2018

“Gelang Kode”, Bukti Mustofa Nahra adalah Sherlock Holmes-nya Indonesia!


Hari-hari terakhir ini bukan saja cuaca yang mulai memanas. Namun tensi politik juga ikut memanas. Wajar, pemilu 2019 praktis tinggal setahun lagi. Waktu yang relatif. Bisa dianggap cukup lama, tetapi bisa pula dianggap sebagai waktu yang mulai mepet. Mepet untuk mempersiapkan diri di tahun politik tersebut. Siapa yang mempersiapkan diri…? Ya tentu saja para elit politik itu lah…!
Jakarta sebagai ibukota negara selalu sukses menghadirkan berbagai polemik. Polemik yang serta-merta membuat seisi Indonesia memanas. Masih ingat dengan pilkada DKI di 2017 kemarin…? Pertarungan nampaknya bukan cuma milik Ahok, Anies, atau Agus. Bukan pula untuk warga Jakarta semata. Tetapi telah merembet ke segala penjuru tanah air. Kepada masyarakat non-ibukota yang barangkali tidak mempunyai kepentingan sama sekali dengan Jakarta.
Tak henti-henti, Jakarta selalu menghadirkan isu yang seksi. Isu yang amatlah tumpeh-tumpeh, menyitir dari ungkapan almarhum Jupe yang legendaris itu. Seperti barusan misalnya. Masih cukup ramai diperbincangkan. Peristiwa yang terjadi di perhelatan Car Free Day (CFD) di pusat kota Jakarta, pada hari Minggu, 29 April kemarin.

Menurut kabar yang viral, ada seorang ibu yang bernama Susi Ferawati (Fera). Perempuan ini diduga mengalami tindakan perundungan alias bullying. Perundungan atau intimidasi, mungkin. Di CFD kemarin, ia memakai kaus bertuliskan tagar #DiaSibukKerja. Dari tulisan di kausnya ini sudah dapat ditebak, Bu Fera ini mencerminkan ‘kaum yang mana’.



Sementara pihak yang diduga mengintimidasinya, adalah segerombolan orang yang memakai kaus yang bertolak belakang dengan kaus yang dipakai Bu Fera. Kamu sudah bisa menebaknya. Ya, mereka mengenakan kaus bertuliskan tagar #2019GantiPresiden. Hadeehh…
Terlepas dari berbagai versi dan penafsiran terkait peristiwa tersebut, yang jelas Bu Fera tidak sedang main-main. Ia benar-benar memperkarakan kejadian buruk yang menimpanya di CFD kemarin. Apalagi ketika kejadian, ia tidak sendirian. Ada anak lelakinya, yang akhirnya menjadi ketakutan lantaran perilaku intimidatif orang-orang yang memakai kaus ‘Ganti Presiden’.
Dari berita yang kubaca di harian Jawa Pos, edisi 1 Mei 2018, Susi Ferawati resmi melaporkan peristiwa intimidatif yang dialaminya ke Polda Metro Jaya. Sekarang bola panasnya ada di kepolisian. Sanggupkah aparat menyelidiki dan menindak para pengacau di arena CFD Jakarta barusan…?
Setidaknya dari tayangan Mata Najwa, pada Rabu, 2 Mei semalam, aku dapat menyaksikan dari layar kaca. Seperti apakah sosok Bu Fera yang belakangan sungguh terkenal tersebut. Melalui Mata Najwa, wanita ini mengisahkan kronologi kejadian yang menimpanya pada Minggu, 29 April lalu.
Jika kamu kebetulan juga menonton tayangan Mata Najwa tersebut, kamu mungkin bakal turut terbawa emosi. Marah, sebal, geram, sedih, iba, atau mungkin juga takut. Ya, takut. Karena apa? Karena tagar ‘Ganti Presiden’ tak lagi sekadar sampah di dunia maya. Tetapi telah merembet ke dunia nyata. Dan apa yang dialami oleh Bu Fera ini adalah bukti otentiknya!


Bagaimana gitu, yaa…?! Ada sekelompok orang yang TIDAK MENGHARGAI pandangan dan pilihan yang diambil oleh orang lain. Lalu, dimana rasa toleransinya? Dimana rasa tepa selira-nya…?
Tatkala ada seseorang yang berbeda pandangan denganmu, lantas kamu boleh dengan seenaknya merundung, mem-bully, mengintimidasi, atau bahkan menyakiti orang tersebut…? Misalnya kamu adalah pendukung Prabowo, dan aku adalah fanatik Jokowi. Apakah kamu BERHAK untuk menekan atau mengintimidasiku…? Laahh…, bukankah pilihan politik adalah hak asasi?
Apakah harus seperti demikian? Harus dengan main keroyokan dan bullying seperti itu? Coba bayangkan jika istri atau ibumu yang dibegitukan…? Marah, nggak? Kesal, nggak? Manusiawi bila kita merasa marah!

“Gelang Kode” Versi Mustofa Nahra
Diantara sejumlah reaksi atas peristiwa dugaan intimidasi yang terjadi di arena CFD Jakarta, ada satu yang bagiku amatlah menggelitik. Bahkan kocak! Saking kocaknya, hal ini bahkan sempat menjadi trending di Twitter hari ini.
Soal gelang kode. Bagi yang belum connect, silakan googling, ya. Begini, ada seseorang bernama Mustofa Nahrawardaya. Pria ini memberikan reaksinya atas peristiwa yang menimpa Bu Fera di CFD Jakarta hari Minggu lalu.
Mustofa Nahrawardaya. Pic source: cnnindonesia.com

Menurutnya, dari video yang dilihatnya mengenai kejadian yang menimpa Bu Fera, ada sesuatu yang baginya janggal. Beberapa orang yang terlibat perselisihan tersebut, diketahui mengenakan sebuah gelang. Begitu pun dengan Bu Fera sendiri. Dari pengamatan inilah, Mustofa menyimpulkan, bahwa ada kemungkinan peristiwa dugaan bullying di CFD kemarin, adalah skenario belaka. Settingan belaka. Masa, sih…?



Menurut Mustofa, gelang-gelang yang dipakai oleh para pihak yang terlibat adalah identik. Dan keidentikan ini, nyata-nyata telah menyiratkan sesuatu. Sesuatu yang menurutnya merupakan sebuah skenario, dan bahkan sebuah kode dari operasi intelijen.
Lalu bagaimana reaksiku setelah membaca analisis yang dilontarkan oleh Mustofa Nahra ini…? Wuahahahaaaa…, aku cuma bisa tertawa! Bagiku, sebegitu DANGKAL-nya menduga-duga sesuatu, hanya berdasar sebuah simbol biasa. Simbol yang diwakili oleh sebuah gelang, yang setiap orang bisa dengan amat mudah untuk mendapatkan dan menggunakannya…?
Mari kita tinggalkan soal gelang yang katanya Mustofa Nahra mengandung ‘kode-kode’ tersebut. Yang ada, bagiku pernyataan dari Mustofa Nahra ini adalah KODE itu sendiri. Yakni kode bahwa ia dan kaumnya PANIK! Panik takut ‘ketahuan’. Dan akhirnya, melontarkan isu-isu untuk membelokkan esensi dari peristiwa yang sudah terjadi.
Mustofa Nahra juga hadir di CFD di Jakarta pada Minggu, 29 April 2018. Pic source: news.detik.com

Oh, come on…?! Kita tak bisa menafikan siapa Mustofa Nahra ini. Silakan cek segala cuitnya di akun Twitter @NetizenTofa. Setelah kamu membacanya, kamu bakal tahu. Seperti apa ideologinya. Yang jelas, dia adalah CALEG GAGAL dari PKS. Duuhh…, nggak heran. Mustofa pernah menjadi caleg PKS pada pemilu 2014. Namun ia kalah, dan tak melenggang ke Senayan.
Iklan Mustofa Nahra ketika menjadi caleg PKS pada 2014. Pic source: twitter.com/fahiraidris

Tetapi analisa Mustofa Nahra boleh juga. Sudah ala-ala Sherlock Holmes gitu deeh! Tapi analisa ngawur.