Monday 21 May 2018

20 Tahun yang Lalu Pak Harto Lengser, Apa yang Kamu Ingat Tentangnya?


Hari ini adalah 21 Mei 2018. Di linimasa medsos, banyak yang menggaungkan hari ini sebagai peringatan 20 tahun dimulainya era reformasi. Fase terbaru yang dijalani Indonesia sebagai bangsa. Itu saja?
Aku harus jujur. Sejak 20 tahun terakhir, tanggal 21 Mei akan menjadi sesuatu yang berbeda bagiku. Entah dengan dirimu. Karena di tanggal tersebut, seorang presiden Indonesia yang bernama Soeharto, tiba-tiba meletakkan jabatannya. Jabatan yang sudah dikuasainya selama sekitar 32 tahun. Periode yang fantastis…!
Sepertinya aku perlu merunut di masa yang lebih awal. Patut kuberitahu. Aku adalah generasi yang tumbuh besar di tahun 1990-an. Jadi, aku masih cukup ingat. Seperti apa Indonesia ketika masih dipimpin oleh Soeharto.

Aku memulai pendidikan di SD, kala Pak Harto masih berkuasa di negeri ini. Aku masih ingat betul. Fotonya amatlah sakral, dan dipasang di setiap ruangan yang ada di sekolahku. Sementara ada foto tokoh lain yang ‘mendampingi’ foto sakral Pak Harto. Foto itu milik Try Soetrisno. Seorang mantan panglima ABRI (TNI-sekarang), yang dipilih untuk menjabat wakil presiden.
Aku masih sungguh ingat dengan apa yang terjadi di tahun 1995. Kala itu, Indonesia mencapai usia ke-50 pasca proklamasi kemerdekaan. Di peringatan usia emas tersebut, ada satu ritual yang ‘wajib’ dilakukan oleh seluruh rakyat di seantero negeri. Yakni memasang lampu-lampu hias di depan masing-masing rumah. Tentu saja tujuannya untuk menyemarakkan ultah Indonesia ke-50.



Di tahun 1995 itu juga, ada satu peristiwa sejarah yang bakal mengubah wajah bangsa ini. Ya, Indonesia telah berhasil memproduksi pesawat terbang sendiri. Melalui tangan dingin BJ. Habibie ―yang kala itu menjadi Menteri Riset dan Teknologi― sebuah pesawat produksi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang dinamai Gatotkoco N-250, berhasil mengudara dengan mulus. Ckckckck…, sebuah prestasi membanggakan dari sebuah negara yang dianggap masih dalam taraf berkembang.
Tetapi di tahun 1996, ada satu peristiwa memilukan bagi bangsa Indonesia. Waktu itu, tepat di hari Idul Adha, pada 28 April, ibu negara, Tien Soeharto berpulang. Kepergian Bu Tien rasanya amat mengguncang Pak Harto.
Dan sepertinya ‘pamor’ sang presiden mulai memudar sejak dirinya ditinggalkan oleh istri tercintanya. Apalagi Indonesia kemudian dihantam oleh krisis ekonomi sejak tahun 1997. Aku yang kala itu cuma anak SD, yang kudengar, Indonesia sedang mengalami krisis moneter.

Aku sama sekali tak paham, apa itu krisis moneter. Yang ada, kami anak-anak kecil suka menyebut istilah krismon, singkatan dari krisis moneter sebagai bahan candaan. Huahahahaa…, buat kamu yang merasa sebagai generasi 1990-an, pasti mengalami hal ini, ‘kan?
Krisis yang menimpa Indonesia terus berlanjut memasuki tahun 1998. Keadaan ini turut memengaruhi kondisi perekonomian yang dialami oleh masyarakat. Seingatku, harga barang-barang mulai merangkak naik. Yang kudengar dari berita di televisi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, turun drastis.
Hingga memicu adanya demonstrasi-demonstrasi kepada pemerintah. Lantas puncaknya, terjadi di bulan Mei 1998. Ada huru-hara di ibukota Jakarta, dan kota-kota lainnya. Yang kuingat, peristiwa penjarahan mendominasi aksi kekacauan tersebut. Sungguh menyedihkan kalau mengingatnya.
Selama di bangku SD, aku selalu diingatkan bahwa tanggal 20 Mei merupakan peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas). Tetapi apa yang terjadi satu hari setelah peringatan Harkitnas di tahun 1998 itu, ternyata bakal menjadi satu titik perubahan sejarah bagi bangsa Indonesia.
Soeharto, presiden kedua Indonesia. Pic source: merdeka.com

Ya, 21 Mei 1998. Di hari itu, Pak Harto memutuskan berhenti. Mengakhiri jabatannya sebagai presiden. Mengembalikan mandat yang telah dipegangnya selama tiga dasawarsa lebih. Ya, SOEHARTO LENGSER…!
Pak Habibie, yang kala itu menjadi wakil presiden, akhirnya ketiban sampur. Pria asal Pare-pare, Sulawesi Selatan, itu kemudian dilantik sebagai presiden Indonesia yang baru. Ya, BJ. Habibie ditahbiskan sebagai presiden ketiga dalam sejarah Indonesia.
Yang kuingat, kala itu mulai terjadi banyak perubahan. Perubahan di nyaris segala lini kehidupan. Kehidupan sebagai rakyat Indonesia. Tak ada lagi foto Soeharto yang terpampang di setiap ruangan di sekolahku. Pokoknya, Indonesia telah memasuki zaman REFORMASI!
***
Hari ini. Tepat 20 tahun yang lalu, Pak Harto lengser keprabon. Turun tahta, dari kekuasaannya selama 32 tahun. Setiap dari kita pasti mempunyai sudut masing-masing, bagaimana memandang sosok Soeharto. Well, aku tak peduli dengan sudut pandang kalian. Karena sudut pandang itu pasti dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang kalian alami, selama hidup di era Orde Baru.
Namun ada satu hal yang mengusikku. Barusan, lembaga survei Indobarometer merilis sebuah hasil survei yang isinya cukup mencengangkan. Soeharto, ditahbiskan sebagai presiden yang paling berhasil menurut responden. Wow…, kamu setuju?
Kamu bisa membaca beritanya di laman cnnindonesia.com dan laman kompas.com ini. Kalau aku pribadi, aku memandangnya secara netral saja. Karena kuakui, setiap pemimpin di negeri ini pastilah memiliki prestasi dan kontribusinya masing-masing.
Soeharto dianggap sebagai presiden ‘terbaik’, barangkali lantaran masa baktinya yang paling lama ketimbang presiden-presiden lainnya. Sehingga achievement-nya juga banyak. That’s all. Itu saja.
Baiklah. Setidaknya wajah Pak Harto masih kusimpan melalui beberapa perangko, yang tersimpan di album filateli-ku. Namun, aku tidak akan pernah melupakan. Bahwa di setiap tanggal 21 Mei, aku akan merayakan lengsernya Soeharto.
Namaste.