Saturday 27 October 2018

Berkaca dari Oposisi, Masih Efektifkah Mencomot Pahlawan Nasional Sebagai Bahan Jualan Politik?


Salah satu isu yang masih ramai diperbincangkan sekarang adalah insiden bendera bertuliskan kalimat tauhid. But one thing for sure, kali ini aku tidak akan membahas soal itu. Kuakui, kapasitasku belum nyampe untuk mengutak-atiknya. Aku hanya berharap. Semoga kita semua dapat meresponsnya dengan bijak.
Aku lebih suka mengutak-atik seorang Sandiaga Uno. Hmm, bagaimana tidak? Lelaki ini kurasa semakin hari, semakin populer saja. Namun kepopulerannya ini jangan dipandang dari kacamata positif saja. Bahkan kukira, popularitas yang sedang menjangkiti Sandi malah dijejali oleh hal-hal negatif. Uuffttt…!
Sandiaga Uno berambut petai. Pic source: suara.com

Ya, negatif. Isu yang paling mutakhir bisa menjadi contoh yang konkret. Beberapa hari yang lalu, muncul kabar dari seorang wanita yang bernama Gustika Jusuf Hatta. Dari nama belakangnya, kamu mungkin bisa menebak. Benar, Gustika merupakan salah satu keturunan dari Mohammad Hatta, sang bapak proklamator Indonesia.

Gustika merupakan salah satu cucu dari Bung Hatta. Apa gerangan, yang membuat nama gadis ini tiba-tiba mengemuka…? Rupanya ada hubungannya dengan si pendekar bango, Sandi Uno.



Jadi begini. Pada musim kampanye pilpres seperti ini, tentulah menjadi hal yang lumrah ketika para tim sukses mengeluarkan berbagai jurus. Jurus-jurus yang diumbar, semata untuk mendulang perhatian dari masyarakat.
Dan kali ini, yang pengen terlihat syantik adalah timsesnya pasangan Prabowo-Sandi Uno. Tahu Dahnil Anzar kan…? Tokoh Muhammadiyah ini merupakan koordinator jubir Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.
Menurut kabar, Dahnil Anzar menyebut bahwa sosok Sandi Uno itu bak seorang Bung Hatta (sumber). Jadi, rakyat tidak perlu ragu untuk memilih Sandi. Karena dia adalah calon wapres yang andal dan mumpuni.
Wagelaseh gitu ya…?! Ngeklaim-ngeklaim saenak udele dewe. Elo siapa sieehhh…?!!
Mendengar pernyataan dari Dahnil ini, aku tergelak sendiri. Begitu konfidennya timses pasangan nomer dua, hingga perlu untuk mencatut para tokoh nasional. Lantas disama-samakan dengan Prabowo mau pun Sandi Uno. Hahaa, memang bakal semudah itu rakyat manggut-manggut untuk sepakat dengan klaim-klaim seperti itu…?
Ya, bukan kali ini saja, seorang tokoh nasional dicomot untuk dijadikan bahan jualan politiknya kubu oposisi. Masih hangat, dengan prahara hoax yang diciptakan oleh Ratna Sarumpaet.
Sebelum Ratna Sarumpaet mengakui kebohongannya pada 3 Oktober 2018, ada satu momen. Dimana Ratna digandeng oleh putri dari Amien Rais, my sweety Hanum Rais. Dalam kesempatan tersebut, si Hanum bahkan berujar bahwa sosok Ratna―yang sempat diyakininya telah mengalami penganiayaan―adalah Cut Nyak Dien masa kini.
Source: komikkita.com

Fiuuhh…, betapa ngelanturnya Hanum Rais ini. Ya kali, menyamakan pejuang tangguh seperti Cut Nyak Dien, dengan perempuan macam si Sarumpaet?! Dan kemudian, kubu oposisi kembali mencomot seorang pahlawan nasional, untuk disanding-sandingkan dengan junjungannya.
Nggak main-main, bahkan tokoh sekaliber Bung Hatta pun berani-beraninya mereka asosiasikan dengan seorang Sandi Uno. Ya jauh lah braayyy…! Aku pun jadi nggak heran. Ketika akhirnya ada suara keberatan dari keluarga Bung Hatta.
Suara tersebut, berasal dari salah satu cucunya Pak Hatta. Dia adalah Gustika Jusuf Hatta, yang sudah aku sebutkan di awal. Ternyata, Gustika merupakan putri dari Halida Hatta. Dan Halida sendiri, merupakan putri bungsu dari Bung Hatta.
Secara pribadi, aku menghargai sikap protes yang dilayangkan Gustika kepada timsesnya Sandi Uno. Aku tak menampik, bahwa Gustika merupakan keturunan dari Bung Hatta. Keturunan kandung! Jadi secara natural, ia berhak untuk ‘marah’. Karena mungkin saja bagi dia, sosok Sandi Uno memang tidak selevel dengan kakeknya.
Yah, dalam hal ini aku mencoba menghormati sikapnya Gustika, sih. Barangkali memang bagi dia, kakeknya tidak sepantasnya diasosiasikan dengan Sandi Uno. Lagian siapa sih Sandi itu…?! Yang suka ‘asbun’ soal nelayan dan perikanan? Jangan khawatir, biar si Sandi diskakmat sama Bu Susi Pudjiastuti…! Biar nggak asbun lagi.
Well…, dari comot-mencomot pahlawan nasional ala kubu oposisi, efektif nggak sih, untuk mendongkrak popularitas Prabowo atau Sandi? Kok rasa-rasanya, malah terkesan destruktif ya? Khalayak bukannya simpati. Yang ada malah dijadikan bahan cemoohan dan bully-an.
Jadi kurasa, ide kampanye untuk mengasosiasikan diri dengan mencatut para pahlawan nasional, sepertinya perlu dikaji ulang deh. Kupikir, masyarakat sudah bisa menilai. Bagaimana profil dari para calon presiden dan calon wapres pada pilpres 2019 nanti.  
So, nggak usah sok-sokan mencomot tokoh nasional lagi, ya?! Kampanyelah dengan berbobot. Mending menyampaikan gagasan dan program yang dapat dijanjikan kepada rakyat. Betul?