Thursday 19 April 2018

Istiqomahnya Pria Tua yang bernama Amien


Salah satu tujuan menulis adalah menyalurkan ide maupun gagasan yang muncul di kepala. Dan ide atau gagasan itu terbit, diantaranya sebagai reaksi atas sebuah stimulus. Nah, stimulus yang kumaksud kali ini, lantaran sudah mulai ‘terkesima’ dengan segala nyanyian yang keluar dari mulut seorang pria tua. Pria tua itu bernama Amien. Amien…, yaa sudahlah.


Okelah. Tak perlu banyak bermain kata-kata. Apalah aku ini. Aku cuma sisa jus sianida yang tak pandai bermain diksi. Pria yang kumaksud adalah Amien Rais. Seorang bapak ‘terhormat’ yang ramai dijuluki sebagai Bapak Reformasi. Bapak reformasi…?! Oh really?

Aku tak bisa mengklaim diriku sebagai anak jaman now. Aku sepertinya kurang layak menyebut diriku sebagai generasi milenial. Karena aku tumbuh besar di zaman 1990-an. Masih segar di ingatanku. Saat aku SD, foto presiden yang terpampang diatas papan tulis masih fotonya Soeharto.

Namun semuanya berubah drastis. Menjelang pergantian tahun ajaran baru, tepatnya di bulan Mei 1998. Sejumlah peristiwa memilukan terjadi di ibukota. Pun di beberapa kota lainnya. Adalah kerusuhan dan penjarahan, seingatku waktu itu. Dan puncaknya, tiba-tiba Soeharto memutuskan berhenti dari jabatannya sebagai presiden Indonesia. Ya, momen itu terjadi pada 21 Mei 1998. Sehari setelah peringatan Hari Kebangkitan Nasional.
Kala itu aku hanya seorang murid SD yang belum tahu apa-apa. Yang aku tahu, zaman di Indonesia telah bergeser. Dari Orde Baru, ke zaman Reformasi. Ya, reformasi. Nyaris semua orang menggemakan reformasi. Indonesia telah memasuki era Reformasi…! Begitu yang kuingat kala itu.
Era reformasi itu, nyata-nyata membawa perubahan cukup besar bagiku. Yang paling simpel, foto presiden yang tergantung diatas papan tulis di sekolah, tak lagi Soeharto. Melainkan telah berubah menjadi Habibie. Tak hanya Pak Habibie yang kemudian aku sering mendapatinya di layar televisi cembung di rumahku. Ada pula beberapa tokoh lainnya yang berseliweran silih berganti.



Mulai dari Megawati, sang putri presiden pertama, Soekarno. Lalu ada Yusril Ihza Mahendra. Terus ada Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Dan seorang pria yang katanya berasal dari Jogja, Amien Rais.
Amien Rais. Ya, Amien Rais. Sejak itu pemberitaan mengenai sosok Amien Rais mulai sering bermunculan. Apalagi setelah ia menjadi ketua MPR. Padahal, dengar-dengar sebenarnya jabatan yang diincar pria ini adalah presiden. Tetapi apa mau dikata. Yang menjadi presiden di tahun 1999 justru Gus Dur. Lantas dilanjutkan oleh Megawati di tahun 2001. Luar biasa!
Amien Rais. Pic source: cerinews.com

Apakah Amien Rais masih ingin menjadi presiden? Sepertinya iya! Terbukti dari usahanya yang menggandeng Siswono Yudhohusodo, untuk mengikuti kontes pilpres 2004. Namun lagi-lagi sayang. Ia sepertinya memang tak ditakdirkan menjadi orang nomer satu di negeri ini. Kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono yang justru keluar sebagai pemenang.
Inilah barangkali, yang membuat sang Bapak Reformasi mulai limbung. Tolong, maafkan diksiku yang mungkin menyinggung atau berlebihan. Namun memang seperti itulah kenyataannya! Bahkan di pilpres 2009 pun, Amien Rais tak lagi masuk dalam pusaran. Ia semakin jauh panggang dari api.

Istiqomahnya Pak Tua yang Bernama Amien Rais
Usia memang terus berjalan. Seperti juga Pak Amien Rais. Ia turut digerogoti usia, yang membuatnya semakin jauh dari ‘ambisi’-nya menjadi presiden Indonesia. Di perhelatan pilpres 2014, Amien kembali ‘memainkan’ tugasnya. Yakni ikut ‘meramaikan’ kontestasi pilpres. Bagaimana cara Amien meramaikannya…? Seperti biasa, pria ini bakal melahirkan berbagai pernyataan, yang kadang kontroversial. Kontroversial dan sebenarnya, nggak penting.
Pernah suatu kali, Amien melontarkan pernyataan. Bahwa pilpres 2014 adalah perang Badar. Ia menggambarkan pertarungan antara Jokowi dan Prabowo, layaknya perang yang mempertemukan antara yang haq dan yang batil. Entah apa maksudnya…?!



Amien Rais adalah satu diantara tokoh-tokoh yang memilih untuk mendukung Prabowo di pilpres 2014 kemarin. Dan ketika Prabowo keok, selayaknya orang yang kalah perang. Amien kemudian mulai ‘meracau’. Mulai sering melontarkan kata-kata yang kurang berfaedah. Ini menurutku, ya! Sudut pandang setiap orang ‘kan berbeda-beda.
Barangkali Amien Rais tidak suka dengan Jokowi. Padahal Jokowi telah sah secara konstitusional menjadi presiden di negeri ini. Ketidaksukaannya itu, lantas diejawantahkan melalui berbagai sentilan dan pernyataan. Pernyataan yang kadang, tak konstruktif dan terkesan blunder sendiri.
Lelaki ini pernah, gitu. Mau jalan kaki dari Jakarta ke Jogja, kalau Jokowi yang memenangi pilpres 2014. Dan tatkala hal ini menjadi kenyataan, eehh…, boro-boro mau melakukan nazarnya itu!
Di sepanjang pemerintahan Jokowi, Amien tak segan untuk melontarkan pernyataan menyindir. Menyindir dan destruktif sama sekali. Pria ini pernah ‘mengejek’ Jokowi sebagai presiden yang levelnya cuma sekelas lurah. Entah apa maksudmu Pak Tua…?!
Baru-baru ini, Amien Rais juga sempat-sempatnya menyerang Jokowi, dengan menyebut Jokowi yang berupaya membagikan sertifikat tanah untuk rakyat, sebagai PENGIBULAN. Ckckckckk…, entah. Si pak tua mungkin sudah mulai keblinger.
Yang terbaru, si Amien lagi-lagi melontarkan pernyataan yang bagiku ambigu luar biasa. Ia menyebut, di Indonesia ini ada partai Allah, dan partai setan. Entah apa lagi tujuannya berkata seperti itu. Aku mulai muak dengan bapak reformasi ini…!
Padahal, Amien Rais tak menjadi presiden pun, ia sudah mendapatkan ‘predikat’ yang terhormat. Ia ditahbiskan menjadi Bapak Reformasi. Lantaran upayanya untuk menggulingkan pemerintahan otoriter Soeharto. Namun kenyataannya, sepertinya lelaki ini sudah tak layak disematkan gelar tersebut. Mengingat berbagai pernyataannya yang justru tidak membangun sama sekali.
Akhirnya aku jadi berpikir. Pak Amien ini istiqomah sekali, ya…?! Ketika dia tidak bisa menjadi presiden, ia bakal komat-kamit setengah mati. Komat-kamit untuk ‘mengganggu’ jalannya pemerintahan yang sah. Ya, bukan di zaman Jokowi saja. Masih ingatkah di zaman 2001…? Pria inilah yang mengadakan Sidang Istimewa MPR, yang kemudian melengserkan Gus Dur. Ya Allah Tuhaannn…
Pantaskah Amien Rais masih dianggap sebagai Bapak Reformasi…? Tanyakan saja pada anaknya, Hanum Rais. Putrinya yang jago bikin novel FIKSI itu.