Monday 23 November 2020

Rizieq Shihab, Figur Nomor Wahid di Benak Orang Indonesia Saat Ini

Hampir seluruh orang di negeri ini sudah amat mafhum, siapa itu Rizieq Shihab. Lelaki keturunan Arab ini dikenal sebagai seorang pendakwah. Bahkan diawal namanya acapkali disematkan sebutan Habib atau Habaib. Jadilah dia dikenal sebagai Habib Rizieq Shihab (HRS).

Sebagai pendakwah, HRS mempunyai sebuah organisasi. Organisasi yang nyaris tidak bisa dilepaskan dari image HRS itu sendiri. Organisasi ini konon memiliki massa yang cukup kuat. Kuat dan loyal, hhmm. Organisasi tersebut bernama Front Pembela Islam (FPI).

Sosok HRS memang kontroversial. Sejak tahun 2017, ia menjalankan ibadah umrah. Namun entah kenapa, HRS tak kunjung pulang ke Indonesia. Sejumlah polemik mengiringi perjalanannya selama berada di Arab Saudi. Spekulasi bermunculan, menebak-nebak apa alasan HRS tidak segera kembali ke Indonesia.

Banyak pihak yang menyebut bahwa HRS telah overstay di Arab Saudi. Namun gonjang-ganjing overstay ini tiba-tiba berakhir, tatkala HRS mengumumkan bahwa dirinya akan segera kembali ke Indonesia. Benarkah…?

Dan HRS membuktikan ucapannya. Pada Selasa, 10 November 2020, pria ini benar-benar menginjakkan kaki kembali di tanah air. Kedatangannya disambut meriah oleh segenap massa pendukungnya. Pada hari yang juga bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan tersebut, Bandara Soekarno-Hatta tumpah ruah oleh massa dan simpatisan dari HRS dan FPI.

Sejak momen ini, kupikir HRS telah mulai memperoleh perhatian dari segenap masyarakat di tanah air. Bagaimana tidak…? Setelah lebih dari tiga tahun tak berada di Indonesia, tentu para pendukung HRS amat merindukan sosok yang diagung-agungkannya itu.

Di hari kedatangan HRS pada 10 November kemarin, Bandara Soekarno-Hatta tumplek blek oleh massa dan simpatisan FPI. Namun sayangnya, kedatangan mereka untuk menyambut HRS ternodai oleh sejumlah insiden yang terang-terang telah mengganggu ketertiban umum.

Di hari kedatangan HRS tersebut, banyak foto dan berita berseliweran di linimasa media sosial. Yang paling utama adalah sejumlah kerusakan ornamen dan fasilitas umum yang ada di Bandara Soekarno-Hatta. Hal ini lantaran ulah massa yang hendak menyambut kedatangan HRS dari Arab Saudi.

Habib Rizieq Shihab. Pic source: detik.com

 

Tidak hanya kerusakan yang terjadi di bandara. Massa yang menjemput HRS juga memenuhi akses-akses jalan menuju bandara. Bahkan konon, mereka sampai menggunakan ruas jalan tol untuk tempat memarkir kendaraan. Wooow…, sungguh luar biasa!

Bagiku sih boleh-boleh saja untuk menyambut kepulangan seseorang. Apalagi bagi massa dan simpatisan FPI, HRS adalah sosok yang istimewa. Namun tolonglah, jangan sampai ritual dan kegiatan yang mereka lakukan itu sampai mengganggu hajat hidup orang-orang lainnya.

Yah, tidak bisa dipungkiri. FPI seringkali menjadi sorotan tatkala mereka terlibat dalam sebuah kejadian atau momen yang cenderung destruktif. Seperti kejadian-kejadian negatif ketika Massa FPI menjemput HRS di bandara kemarin.

Momen yang terjadi pada kepulangan dari Arab Saudi barusan, otomatis telah membuat HRS dan FPI kembali menjadi sorotan. Bahkan tidak berhenti sampai disitu saja. HRS terus merangsek naik dan memperoleh perhatian utama, lantaran sejumlah peristiwa yang dilakoninya.

Setelah menginjakkan kaki kembali di Indonesia pada 10 November, HRS secara berturut-turut kemudian terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang jelas-jelas menimbulkan keramaian dan kerumunan. Diantaranya adalah acara pernikahan putrinya dan peringatan hari besar keagamaan.

Kegiatan-kegiatan ini barangkali akan menjadi biasa saja jika keadaan tidak sedang pandemi. Namun saat ini, pandemi Covid-19 masih belum usai. Salah satu cara untuk mencegah penyebaran virus Corona adalah menghindari kerumunan dan tidak menyelenggarakan kegiatan yang berpotensi menimbulkan keramaian.

Nah, disinilah tidak beruntungnya HRS. HRS terus disorot lantaran dituding menjadi penyebab berbagai peristiwa yang menimbulkan keramaian. Mulai dari kedatangannya di bandara. Lalu penyelenggaraan pernikahan putrinya, dan acara Maulid Nabi.

Perhatian kepada HRS semakin besar, tatkala muncul polemik yang melibatkan artis Nikita Mirzani. Aku tak tahu pasti. Namun yang jelas, ada istilah ‘lonte’ yang mengemuka dari polemik ini. Haduuhh…

Kegiatan yang melibatkan HRS dan jelas-jelas telah menghadirkan kerumunan dan keramaian, sontak menjadi isu publik nomor wahid. Berbagai pihak disinyalir mendukung kegiatan HRS dan FPI ini. Hal ini tentu bertentangan dengan semangat untuk memerangi penyebaran Covid-19.

Isu yang mengitari HRS dan FPI, semakin meluas hingga melibatkan Gubernur Jakarta dan Gubernur Jawa Barat. Bahkan Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat menjadi ‘korban’ dalam kemelut yang melibatkan HRS dan FPI. Dua Kapolda ini dicopot oleh Kapolri karena dianggap lalai dalam upaya penegakan pelaksanaan protokol kesehatan dalam masa pandemi.

Menurutku, inti dari segala perhatian yang ditujukan kepada HRS dan massa FPI adalah karena mereka terlihat kurang mengindahkan protokol kesehatan, untuk tidak mengadakan kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan.

Bagi banyak orang, FPI dianggap egois dan kerap tidak menaati peraturan. Citra FPI dan HRS secara individu semakin buruk. Tetapi FPI tidak tinggal diam. Mereka kemudian membandingkan tudingan miring yang mereka terima dengan keramaian yang timbul pada proses pilkada serentak 2020.

Sikap FPI ini sontak membuat isu utama menjadi bergeser. Apalagi di perhelatan pilkada serentak 2020, anak dan menantu Presiden Joko Widodo turut serta. Kubu FPI lantas berkoar. Kenapa keramaian tatkala Gibran Rakabuming mendaftar untuk Pilkada Solo tidak ditindak?

Kurasa aku tak salah memberikan judul, bahwa HRS telah menjadi figur yang paling disorot masyarakat Indonesia saat ini. Entah apalagi peristiwa yang sanggup mengerek namanya untuk terus berada di peringkat pertama top of mind dari kita semua.

Apakah kemunculan dan ‘keaktifan’ HRS akan mengubah peta politik di tanah air? Mungkinkah ia tembus menjadi salah satu kandidat dalam pilpres 2024 nanti? Hhmm, tidak ada yang tahu, apa yang akan terjadi di percaturan politik, ‘kan?  

No comments:

Post a Comment