Monday 21 October 2019

‘Pulang’ Sejenak ke Jawa


Patut kuakui, saat ini aku termasuk kedalam golongan orang yang merantau. Orang-orang yang sedang menjalani hidup, jauh dari ‘rumah’. Bagiku, rumah adalah sebuah tempat, dimana orangtuaku tinggal. Rumah adalah tempat, dimana aku tumbuh besar. Dan bagiku, rumah yang kumaksud ini berada di tanah Jawa. Di Jawa Timur. Tepatnya di Malang.
Haahh…, anggap saja, tulisan ini menjadi representasi, dari sebuah rasa yang sedang membuncah didalam diriku. Bahwa aku sedang rindu. Kangen. Ya, aku sedang merasa homesick. Aku sedang kangen rumah…
Jika kamu membaca tulisanku ini, barangkali kamu akan mengataiku cengeng. Aku ini lemah. Dan segala umpatan lainnya. Tapi, ya… patut kuakui. Saat ini aku memang sedang lemah. Aku sedang berada di titik, dimana aku sedang rindu rumah. Aku ingin pulang. Aku ingin balik ke kampungku. Namun, aku tak bisa serta-merta memenuhi hasratku ini.

Mungkin perasaan seperti yang sedang menghinggapiku ini, adalah wajar dirasakan oleh para perantau. Amatlah manusiawi, apabila seorang perantau tiba-tiba merasakan kangen kampung, dan kemudian ingin pulang kampung barang sejenak.
Tetapi nyatanya, aku tidak bisa dengan seenaknya pulang ke kampung halaman, tatkala aku sedang rindu. Di tanah rantau, aku mempunyai pekerjaan yang mengikatku. Aku memiliki tanggung jawab yang tidak bisa serta-merta kutinggalkan. Apalagi statusku yang alhamdulillah…, adalah abdi negara.
Oleh karenanya, aku hanya bisa menahan rindu. Ketika rasa kangen rumah sedang melanda. Kutahan-tahan rasa itu. Karena aku sadar diri. Cuti tidak dapat turun sesuka hati. Ada atasan yang mempunyai kewenangan untuk memberiku izin meninggalkan pekerjaan.
Oh ya. Sejujurnya, tulisan ini merupakan pengalaman yang kualami pada bulan September lalu. Momen dimana tepat setengah tahun, aku menjadi ‘penduduk’ Bukittinggi. Sebuah kota berhawa dingin di ranah Sumatera Barat.



Di pekan-pekan awal September kemarin, beberapa rekan kerja di Seksi tempatku mengabdi, tidak berada di kantor. Mayoritas dari mereka, sedang bertugas untuk mengisi pameran di kantor pusat, Jakarta.
Kenapa aku tidak ikut serta berdinas ke Jakarta…? Alasan standarnya sih, karena ini merupakan kebijakan dan keputusan atasan. Aku memang tidak dipilih untuk pergi ke Jakarta. Mungkin juga karena aku sudah beberapa kali memperoleh kesempatan untuk dinas ke luar kota. Jadi bukan giliranku untuk bertugas ke ibukota.
Mendapati hal ini, kurasa ada plus minusnya sih. Kamu tahu, dinas ke luar kota itu memang menyenangkan. Tetapi juga melelahkan. Serius! Capeknya sebanding dengan segala benefit yang melekat pada tugas luar tersebut.
Namun yang paling kentara, aku merasa kesepian. Teman-temanku tugas di Jakarta. Dan aku seorang diri di ruanganku. Hikksss…, sedihnya. Mau bagaimana lagi. Akhirnya untuk mengusir sepi, kuhampiri ruangan-ruangan lain di kantorku. Aku bercengkerama dengan rekan-rekan sejawat di ruangan lain, yang selama ini amat jarang kulakukan. Lantaran kesibukan jobdesk masing-masing.
***
Menginjak pertengahan bulan September. Rekan-rekanku sudah kembali dari tugas di Jakarta. Suasana ruangan kembali seperti sedia kala. Ramai dan sibuk dengan berbagai tugas. Aku masih ingat betul. Ketika sedang mengerjakan sebuah tugas, aku dan rekan-rekanku asyik bercengkerama. Bercanda satu sama lain, agar suasana tidak boring.
Namun entah bagaimana, ada satu rekan seniorku yang tetiba membahas cuti. Dan cuti ini bakal dipergunakan untuk pulang kampung, di akhir tahun nanti. Glek. Mendengar bahasan ini, aku sempat terdiam.
Pulang kampung.
Tunggu. Pulang kampung…? Tiba-tiba tanpa diminta, terbersit keinginan untuk mengikuti rencana seniorku tersebut. Tetapi keinginan ini tinggallah hasrat belaka. Statusku yang masih pegawai baru, membuatku belum memenuhi syarat untuk mengajukan cuti tahunan.
Baiklah. Aku harus tahu diri. Aku harus lebih bersabar. Setidaknya sampai awal tahun depan. Barulah insyaallah, aku bisa mengajukan cuti. Dan lantas, ketika rekan-rekanku masih berkutat soal rencana-rencana mereka terkait cuti, aku cuma bisa berbisik dalam hati.
Ya Allah, Ya Tuhan… aku pengen pulang, hhmm…
Kita sebagai manusia, hanyalah salah satu makhluk ciptaan Allah. Sekali Allah berkehendak, maka apa pun bisa terjadi. Seperti yang pernah kubaca di suatu postingan motivasi. Tuhan mempunyai beragam cara, untuk menjawab segala doa dari manusia. Segala keinginan dari makhluk-Nya.



Berlanjut ke hari Rabu, 18 September. Waktu sudah menjelang maghrib. Aku sudah gegoleran asyik di kamar kosku. Rehat sejenak dari rutinitas kantor. Namun tiba-tiba, ponselku berbunyi nyaring. Kutengok siapa yang menelponku. Duh…, ada nomer atasan yang muncul di situ. Mau tak mau harus kujawab.
Bak tersambar geledek. Atasanku berujar, bahwa aku harus berangkat ke Jakarta besok pagi. Ya, besok pagi. Whaatt…?!! Ada tugas mendadak, dan aku dipilih untuk berangkat ke kantor pusat, untuk sebuah kegiatan yang akan berlangsung pada Kamis, 19 September.
Berita dari atasanku telah rampung. Klik. Sambungan telepon berakhir. Tetapi malah menjadi awal segala keterkejutanku. Benakku langsung dipenuhi berbagai tanda tanya. Ke Jakarta…? Besok dinihari? Kok mendadak, sih?! Kenapa mendadak? Lalu bagaimana dengan dokumen-dokumen perjalanan dinasnya?
Azan maghrib mengalun. Sedikit membuyarkan kekagetanku atas tugas mendadak yang dibebankan kepadaku ini. Seusai solat, aku menelpon salah satu rekan di Tata Usaha. Dan dia membenarkan terkait tugasku ke Jakarta esok hari. Pada intinya, semua telah disiapkan. Kala itu, waktu telah menunjukkan pukul 7 malam. Dan aku harus berangkat pukul setengah 3 dinihari, besok. Fiuuhh…!
***
Waktu seolah berlari amat kencang. Jujur, malam itu aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Tugas dadakan ini sontak menerbitkan kecemasan bagiku. Apalagi, mobil jemputan akan menghampiri kosku jam setengah 3 pagi. Kalau aku tidur pulas, aku takut bangun terlambat.
Tetapi semuanya berjalan begitu cepat. Tiba-tiba saja aku sudah di mobil. Bang Doni ―sopir kantor― dengan sigap mengantarkanku ke bandara Minangkabau. Alhamdulillah, karena perjalanan di pagi buta, mobil kami tidak menemui kemacetan sama sekali. Aku sampai di bandara tepat pukul 4.
Penerbangan Lion Air pukul 5.45, akhirnya membawaku terbang sejenak meninggalkan tanah Sumatera. Subhanallah…, yang kurasakan tatkala pesawat take off, aku seakan menerima ‘jawaban’ dari Allah. Barangkali ini, jawaban yang diberikan Tuhan atas bisikan hatiku tempo hari.
Di hari Kamis, 19 September, aku terbang menuju Jakarta. Menuju pulau Jawa. Ketika melihat matahari mulai menampakkan diri dari jendela, batinku sontak memekik.
Aku pulaaangg… Tanah Jowo, aku muleehh…!
Agenda tugasku telah selesai pada Kamis sore. Di hari Jumat, 20 September, aku tinggal mengurus administrasi SPPD. Setelah itu, aku bebas. Asyik, alhamdulillah! Inilah yang dinamakan sambil menyelam minum air. Kerjaan kantor selesai. Waktu yang tersisa, dapat kugunakan untuk berlibur.
Yeaayy…! Meski awalnya aku sempat ngambek karena penugasanku yang serba dadakan, namun aku sungguh bersyukur. Kesempatan ke Jakarta kali ini benar-benar berkah bagiku. Aku bisa sejenak menghirup udara Jawa. Merasai kehidupan pulau Jawa, yang amat kurindukan.
Well, bukan berarti aku membenci kehidupanku di Sumatera. Tetapi Jawa tetaplah Jawa. Jawa adalah rumah. Tempat kelahiranku. Tempatku bertumbuh. Jawa adalah tempat berpulang. Jawa adalah satu titik yang paling pertama terpikir, tatkala hendak pulang kampung pada momen Idul Fitri.
Beruntung agendaku di Jakarta berlangsung pada Kamis dan Jumat. Sehingga aku memiliki kesempatan untuk memperpanjang durasi perjalanan, alias extend. Kesempatan ini tak kusia-siakan. Kuputuskan, aku kembali ke Bukittinggi pada hari Minggu siang, 22 September, saja. Hehe.
Aku sempat terpikir untuk meneruskan perjalanan ke Malang. Tetapi setelah kutimbang-timbang, aku mengurungkan opsi ini. Perjalanan Jakarta ke Malang tentu memerlukan biaya yang tak sedikit. Lebih baik aku bersabar. Sembari mengumpulkan tabungan. Agar bisa mudik ke Malang tahun 2020 nanti.
Foto kolpri.

Oleh karena itu, sisa waktuku kualihkan untuk mengunjungi Bandung. Uhuuyy…! Bandung tak begitu jauh dari Jakarta. Dan sudah lama, aku ingin kembali main-main ke Bandung. Setelah terakhir kali ke Bandung pada 2013 silam. Heuuww…
Foto kolpri.

Kunikmati betul, kesempatan pelesirku kali ini. Aku memilih untuk menggunakan bus, untuk menuju Bandung. Akhirnya aku berkesempatan merasakan bus ‘Primajasa’. Aku naik dari pool Cililitan, dan turun di terminal Leuwi Panjang, Bandung. Untuk urusan penginapan di Bandung, selama perjalanan di bus aku memesan kamar melalui aplikasi Airy.
Foto kolpri.

Perfect! Sabtu, 21 September. Kunikmati momen-momen berada di kota kembang ini. Hhmm, sudah banyak yang berubah. Sejak terakhir aku menjejakkan kaki di Bandung pada 2013 lalu.
Foto kolpri.
Foto kolpri.

Perjalanan ini kuakhiri pada Minggu, 22 September. Dari terminal 3 Ultimate Soekarno-Hatta, penerbangan Garuda membawaku kembali ke ranah Minang. Alhamdulillah, nikmat Tuhan mana lagi yang aku dustakan…? Yang jadi misteri selanjutnya adalah, kemana lagi kaki ini akan melangkah?
Foto kolpri.

No comments:

Post a Comment