Friday 31 July 2020

Gibran Rakabuming Mau Ikut Pilkada? Take It Easy…!

Untuk beberapa kasus, pelaksanaan pilkada tak ubahnya pemilihan presiden. Atmosfernya begitu panas. Mendapat sorotan tajam dari media massa. Dan bahkan sampai menimbulkan gesekan di tengah masyarakat.
Ingatkah kamu dengan pilkada DKI Jakarta pada 2017…? Barangkali pemilihan gubernur Jakarta kala itu akan menghadirkan kenangan yang tak lekang oleh waktu. Meski ‘hanya’ untuk memilih pemimpin di Ibukota Negara, namun efeknya mungkin terasa hingga ke masyarakat yang jauh dari Jakarta.
Pilkada DKI 2017 memang ‘menghadirkan’ tokoh-tokoh yang fenomenal. Ada Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama, sang petahana yang terdapat stigma ‘double minoritas’ pada dirinya. Ada mantan Mendikbud Anies Baswedan. Dan ada Agus Yudhoyono, sang ‘Pangeran Cikeas’ penerus trah Partai Demokrat.
Hiruk-pikuk dan kegaduhan campur baur selama berlangsungnya tahapan pilkada DKI tersebut. Pokoknya, suasana tak ubahnya seperti pemilihan presiden. Dan hasil pilkada ini, sungguh diluar dugaan. Anies Baswedan muncul sebagai gubernur baru Ibukota Negara.
Heeiii…, kamu warga Jakarta yang kebetulan sedang membaca artikel ini. Puaskah kamu dengan hasil pilkada pada 2017 kemarin? Apa yang ada di benakmu…?



Baiklah. Pilkada Jakarta pada 2017 lalu, hanya kujadikan ilustrasi untuk ngerumpiin soal pemilihan kepala daerah. Seingatku, Indonesia mulai mengadakan pilkada secara langsung oleh rakyat dimulai sejak 2005 silam. Pemilihan secara langsung oleh masyarakat tersebut sengaja dilakukan sebagai cara baru untuk memilih gubernur, walikota, atau bupati. Hal ini dipicu oleh kesuksesan pemilihan presiden secara langsung pada 2004.
Apabila tidak ada aral melintang, tahun 2020 ini akan segera digeber pilkada serentak. Dan sepertinya, pilkada akan tetap berlangsung dengan protokol kesehatan yang ketat. Mengingat pandemi covid-19 masih belum mereda.
***
Baru-baru ini, pilkada yang cukup ramai diperbincangkan adalah pilkada Kota Solo. Kota di Jawa Tengah ini dalam beberapa tahun belakangan menjadi amat tersorot. Bagaimana tidak…? Solo menjadi daerah asal dari Presiden Joko Widodo. Sehingga mau tak mau, Kota Solo juga ketiban sampur ikut mengemuka, lantaran salah satu putra terbaiknya menjadi pemimpin di negeri ini.
Saat ini, Solo kembali menjadi sorotan. Bukan saja karena kota yang dilalui sungai Bengawan Solo itu akan mengadakan pilkada. Melainkan karena salah satu pesohor yang akan turut meramaikan pilkada di kota budaya tersebut.
Siapakah dia…?
Hhmm, dari foto yang kupajang di artikel ini, kalian pasti sudah bisa menebak. Dia adalah Gibran Rakabuming Raka. Lelaki ini sebenarnya sosok yang biasa saja. Seorang pengusaha kuliner, dimana Solo menjadi basis usahanya. Tetapi latar belakang keluarga Gibran yang tidak biasa. Dia adalah putra sulung Jokowi.
Gibran Rakabuming Raka. Pic source: liputan6.com

Wooow…, sejujurnya, aku cukup terkejut ketika mendengar Gibran Rakabuming terjun ke dunia politik dengan mengikuti kontestasi pilkada Solo. Kupikir, dia tidak akan tertarik untuk berkecimpung di ranah politik, seperti bapaknya.
Namun, tak ada yang abadi di dunia ini. Jokowi pun awalnya adalah pengusaha mebel. Lalu dia ‘merambah’ ke dunia politik dengan menjadi Walikota Solo. Kemudian berhasil menjadi Gubernur Jakarta pada 2012. Dan berlanjut menjadi Presiden hingga sekarang.
Tetapi diluar keterkejutanku atas pilihan Gibran untuk terjun ke dunia politik praktis, adalah seperti judul yang kububuhkan di artikel ini. Take it easy…! Santai saja. Kalau memang Gibran pengen jadi Walikota Solo, ya biarkan saja. Toh itu hak dia sebagai warganegara. Ya ‘kan?
Mungkin Gibran merasa mempunyai energi meletup-letup yang tidak tersalurkan lewat usaha dagang yang dijalankannya. Untuk itulah, dia mencoba memasuki dunia politik, untuk menyalurkan hasrat dan energinya tersebut. Positive thinking saja. Jangan keburu suudzon!
Pilihan Gibran Rakabuming untuk mengikuti pilkada Solo, tentu sudah dipikirkannya masak-masak. Perihal tudingan miring atas keputusan ini, aahh…, namanya juga dunia politik. Ada saja yang tidak suka. Ada saja yang iri dengki. Namun yang jelas, banyak yang merasa tersaingi dan terancam.
Keputusan Gibran Rakabuming untuk mengikuti pilkada Solo, dituding sebagai upaya untuk membangun dinasti politik keluarga Jokowi. Pendapat ini sah-sah saja. Toh semua orang berhak mengeluarkan pandangan dan pendapatnya soal apa pun.
Hanya saja, aku yang notabene bukan warga Solo cuma bisa mengamati. Tanpa berhak menghakimi. Karena aku tidak akan punya hak pilih dalam pilkada Solo nanti. Sekarang biarkan warga Solo yang menilai. Apakah Gibran adalah sosok yang mereka cari untuk dijadikan pemimpin di pemerintahan. Atau barangkali ada sosok lainnya? Who knows
Ngomong-ngomong, aku juga ingin rumpi soal pilkada lainnya yang akan dihelat tahun ini. Pilkada itu adalah Kota Bukittinggi. Yaahh, ini hanya sekadar karena aku sedang tinggal di kota wisata tersebut.
Suasana Bukittinggi tak ubahnya daerah-daerah lainnya yang hendak menggelar pilkada langsung. Baliho bakal calon kandidat tersebar dimana-mana. Dengan aneka rupa latar belakang kandidat dan asal parpolnya.
Baliho David Chalik di Bukittinggi. Pic source: dok.pribadi

Namun ada satu yang menarik perhatianku. Dari sekian banyak kandidat pilkada Bukittinggi yang mulai menebar pesona melalui poster dan baliho, ada satu sosok yang mecungul. Dia adalah David Chalik.
Buat buibu pecinta sinetron, pasti cukup familiar dengan si David Chalik ini. Pria ini adalah aktor yang cukup populer di zamannya. Dia pernah satu sinetron dengan Anjasmara, Tamara Blezynski, dan Marini Zumarnis.
Actually, aku baru tahu kalau David Chalik punya darah Minang. Oleh sebab itu, tak heran jika dirinya mencoba peruntungan di pilkada di daerah asalnya. Yah, semoga amanah apabila terpilih beneran.



No comments:

Post a Comment