Tuesday 5 May 2020

Ramadan Kali Ini Mengingatkanku dengan Sosok Gus Dur



Ramadan memang bulan yang istimewa. Oleh sebab itu, amatlah lazim jika setiap Muslim ingin bertemu dengan bulan Ramadan setiap tahunnya. Ada sejumlah keutamaan, yang hanya terdapat didalam Ramadan, dan tidak tersedia di bulan-bulan lainnya.
Alhamdulillah. Doa yang kupanjatkan di tahun lalu, dikabulkan oleh Allah. Di penghujung Ramadan tahun lalu, aku bermunajat. Dan barangkali kalian pun juga memanjatkan permohonan yang sama. Semoga masih tersedia umur, dan bertemu dengan Ramadan lagi di tahun depan.
Dan…, detik ini aku sedang mengembuskan napas di bulan suci Ramadan. Syukur alhamdulillah. Tahun ini aku masih beruntung. Karena masih berkesempatan berjumpa dengan Ramadan. Marhaban yaa Ramadan…

Tiba-tiba aku teringat dengan iklan Ramadan dari provider IM3, yang saat ini masih lalu lalang di layar televisi. Iklan ini bagiku menarik. Karena menampilkan sesuatu yang update. Ya, iklan IM3 versi Ramadan tahun ini, ada kaitannya dengan wabah covid-19.
Iklan IM3 ini menampilkan sejumlah penyanyi, yang merekam penampilannya dari kediaman masing-masing. Lagu yang mereka bawakan, adalah lagu yang bertema semangat. Semangat untuk menjalani masa-masa sulit lantaran virus corona saat ini.
Dalam iklan tersebut, terdapat satu bagian yang bagiku touchy banget. Muncul kalimat yang berbunyi seperti ini: untuk pertama kalinya, Indonesia mengalami Ramadan yang berbeda.
Asal kamu tahu. Tatkala aku melihat dan mendengar iklan IM3 ini, kadang mataku berkaca-kaca. Ya, bagian yang kusebutkan diatas memang benar adanya. Ramadan kali ini, sungguh lain dari biasanya.
Tahun ini, Indonesia menjalani bulan Ramadan dengan sangat berbeda, jika dibandingkan dengan Ramadan-ramadan sebelumnya. Kita semua masih berada didalam keadaan yang tidak menentu.
Pandemi global yang bernama covid-19, masih menghantui kehidupan kita. Hampir seluruh sendi-sendi kehidupan, porak-poranda terhantam pandemi ini. Mulai dari hal yang makro, hingga hal-hal yang paling sederhana sekali pun.
Lihatlah. Penyebaran virus corona membuat rangkaian aktivitas kita berubah drastis. Termasuk dengan segala kebiasaan kita sebagai bangsa Indonesia, dalam menjalani bulan suci Ramadan.
Coba bandingkan. Sebelum adanya pandemi covid-19, Ramadan yang kita jalani amatlah semarak. Masing-masing dari kita berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas diri, khususnya soal ibadah kepada Sang Khaliq.
Yang biasanya malas untuk salat jamaah di masjid, karena pahala Ramadan berlipat-lipat, maka timbul motivasi diri untuk lebih sering menghampiri masjid dan salat berjamaah. Pun dengan salat tarawih. Belum lagi tadarus, dan ibadah-ibadah lainnya.
Yang Indonesia banget adalah, perihal ngabuburit alias menunggu waktu berbuka puasa. Ngabuburit biasanya diisi dengan mencari takjil alias makanan ringan untuk membatalkan puasa.
Naaah…, ini yang seru banget! Biasanya kita akan lapar mata. Membeli banyak makanan, yang ternyata tatkala berbuka puasa, perut kita tidak sanggup untuk menghabiskan semuanya sekaligus. Pokoknya, pasar atau bazaar takjil akan tumpah-ruah oleh manusia ketika menjelang magrib. Hehehee…
Dan di penghujung Ramadan, kita akan mulai disibukkan dengan ritual mudik. Pulang ke kampung atau tanah kelahiran masing-masing. Demi bisa merayakan Idul Fitri bersama orangtua dan kerabat lainnya. Huaahhh…, sungguh menyenangkan!
Namun gara-gara corona, semua euforia Ramadan yang biasa kita nikmati itu harus terhenti tahun ini. Semuanya berubah. Virus corona yang masih riwa-riwi sana-sini, membuat kita tak punya pilihan selain membatasi aktivitas di luar rumah.
Inilah esensinya. Ramadan kali ini memang berbeda dari biasanya. Kegiatan beribadah dianjurkan dilakukan di rumah saja. Hikkss, sedihnya. Apalagi, pemerintah telah melarang kegiatan mudik di momen Lebaran tahun ini. Meski sulit, aku berusaha memahami alasannya. Ya, tentu kebijakan ini dilakukan semata agar penyebaran virus corona tidak meluas kemana-mana.
Adanya pandemi covid-19, membuatku harus melakukan physical distancing. Menjaga jarak, ketika berinteraksi dengan orang lain. Tujuannya tak lain tak bukan, untuk menghindarkan diri dari ancaman virus yang mungkin ada di sekitar.
Demi kebaikan bersama, kita dianjurkan untuk lebih banyak menghabiskan waktu di rumah saja. Walau pun kita telah memasuki bulan Ramadan, anjuran ini tetap berlaku. Hal inilah yang membuat Ramadan tahun ini berbeda.
Apabila di Ramadan-ramadan sebelumnya kita mempunyai jadwal berbuka bersama dengan banyak circle, tidak dengan tahun ini. Tidak ada acara bukber di resto atau tempat keramaian lainnya. Tentu ini pilihan terbaik, karena kondisi di luar rumah masihlah rawan.
***
Detik aku menulis artikel ini, aku masih menjalani ‘Work From Home’. Bekerja dari rumah. Kota tempat kediamanku sedang menjalankan ikhtiar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pilihan PSBB ini diupayakan untuk memutus penyebaran covid-19 yang masih membandel.
Work from home (WFH). Hhmm, banyak orang menganggap WFH tak ubahnya liburan. Tidak sedikit yang beranggapan, bahwa para karyawan yang menjalani WFH adalah orang-orang beruntung. Kerja dengan santuy di rumah saja, dan gaji tetap mengalir lancar.
Bagiku, anggapan ini ada benarnya juga. WFH yang sedang kujalani terasa cukup fleksibel. Meski setiap hari tetap ada target kerja dan harus menyetor laporan kepada atasan langsung. Kerja tetaplah kerja. Aku digaji secara profesional. Oleh sebab itu, aku berusaha mengerjakan tugas yang diberikan dengan semaksimal yang kubisa.
Tetapi tak bisa dipungkiri. Ada kenikmatan tersendiri dengan bekerja di rumah seperti ini. Santai, sudah pasti. Tak perlu repot-repot keluar rumah, asyik banget. Dan yang harus diakui jujur, nggak perlu ketemuan sering-sering dengan atasan! Ahahahaaa…
Inilah yang membuatku harus banyak-banyak bersyukur. Pandemi covid-19 memang membuat hati lara. Namun jika kita bisa memandang dari sudut yang lain, ada hikmah-hikmah yang terasa nyeeess banget.
Untuk menghibur dan menguatkan diri sendiri, kuanggap WFH di masa pandemi corona ini sebagai liburan. Yah, walau pun liburan di rumah aja. Namun karena saat ini sedang bulan Ramadan, maka liburannya jadi terasa istimewa!
Liburan, dan Ramadan. Klop sudah. Perpaduan dua hal ini membuatku mengingat pengalaman Ramadanku belasan tahun yang lalu. Tepatnya di Ramadan edisi tahun 2000 dan 2001. Waoowww…, sudah lamaaa sekali.
Gus Dur, presiden keempat Indonesia. Pic source: boombastis.com

Izinkan aku sedikit bercerita. Di edisi tahun 2000 kala itu, Indonesia masih berada dalam pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Ada yang menarik di bulan Ramadan waktu itu. Gus Dur memutuskan, bahwa anak sekolah libur satu bulan penuh selama Ramadan!
Fiuuhh…, betapa membuncahnya kebahagiaan anak sekolah di zaman Gus Dur waktu itu. Dan aku merasa amat beruntung. Karena aku berkesempatan merasakan euforia tersebut. Kala itu aku duduk di kelas 1 SMP.
Benar-benar Ramadan yang menyenangkan! Sehabis salat subuh tak perlu repot-repot segera mandi untuk berangkat sekolah. Pokoknya libur full sampai Idul Fitri tiba. Meski liburnya juga nggak bebas-bebas amat sih. Para guru masih memberikan tugas dan PR yang harus dikerjakan selama libur Ramadan.
Tetapi yang ada di benak anak-anak sekolah waktu itu, ya pokoknya libur sebulan penuh. Bisa menikmati bulan Ramadan dengan lebih leluasa. Habis tarawih di masjid, lalu main petasan atau mercon, hahaa. Kenikmatan libur sebulan penuh selama bulan Ramadan, juga masih kurasakan pada tahun 2001.
Ckckckckk…, tak dipungkiri. Ramadan di edisi 2000 dan 2001 tersebut, sungguh bermakna bagiku. Kurasa tak ada Ramadan yang lebih menyenangkan, selain bisa liburan sebulan penuh seperti pada zaman Gus Dur tersebut. Karena di Ramadan tahun 2002 hingga kini, tak ada lagi kebijakan libur sebulan bagi anak-anak sekolah.
Dan seperti yang sudah kusampaikan diatas, WFH yang sedang kujalani saat ini tak ubahnya liburan. Liburan dan berada di bulan Ramadan. Hikkss…, aku seolah déjà vu. Aku seperti kembali ke masa dimana Gus Dur masih menjadi presiden.
Ya, pandemi covid-19 telah menghadirkan cerita tersendiri. Khususnya yang berkaitan dengan Ramadan tahun 2020 ini. Ramadan kali ini, membuatku mengenang sosok Gus Dur. Terima kasih Gus, telah menghadirkan secuil kebahagiaan bagi anak-anak sekolah di zamanmu memerintah. Tak akan pernah kulupakan memori indah Ramadan dari zamanmu.     




No comments:

Post a Comment