Thursday 23 April 2020

Wonderful Life: Anak Disleksia yang Istimewa



Seruan untuk berdiam di rumah selama belum redanya wabah covid-19, membuat sejumlah media televisi nasional berinisiatif menghadirkan tayangan-tayangan yang lebih menarik.
Hal ini semata agar masyarakat terpaku di depan layar televisi, dan tetap betah tinggal di rumah. Dan ingat, mayoritas masyarakat Indonesia hanya memiliki pesawat televisi sebagai media hiburan. Cuma sebagian kecil saja yang sanggup mengakses internet (baca: Youtube) sebagai pengobat kebosanan.
Seperti TVRI misalnya. Stasiun televisi plat merah ini tentu menjadi corong utama pemerintah untuk menyampaikan segala sesuatu kepada segenap rakyat. Di masa pandemi covid-19, seluruh kegiatan belajar anak-anak di sekolah terpaksa dihentikan. Bergeser menjadi belajar secara mandiri di rumah masing-masing.


Oleh sebab itulah, TVRI bekerjasama dengan Kemendikbud menghadirkan acara-acara yang berkonten pendidikan. Program ini telah dimulai sejak 13 April lalu. Bahkan tidak hanya acara-acara berbasis pendidikan. TVRI juga mempunyai program menarik yang tayang di malam hari. Program spesial itu adalah pemutaran film-film nasional.
Naaah…, pemutaran film-film lokal inilah yang menarik perhatianku! Well, jika kamu suka membaca artikel-artikelku sebelumnya, kamu bakal bisa menyimpulkan bahwa aku adalah penyuka film-film produksi tanah air.
Alasannya simpel. Karena film lokal pastilah berbahasa Indonesia. Jadi lebih mudah untuk mencernanya. Lebih mudah untuk menangkap apa yang ingin disampaikan oleh film yang bersangkutan.
Berbicara soal film, seperti judul yang sudah kububuhkan di artikel ini. Aku akan sedikit bercerita tentang salah satu film yang baru saja diputar oleh TVRI. Pada Selasa, 14 April lalu, sebuah film berjudul “Wonderful Life” diputar oleh TVRI. Film ini diproduksi pada 2016 lalu.
Atiqah Hasiholan dan Sinyo dalam salah satu adegan Wonderful Life. Pic source: pribadi

Secara garis besar, Wonderful Life bercerita tentang seorang anak usia Sekolah Dasar, yang ternyata mengidap disleksia. Kamu belum tahu apa itu disleksia? Tenang…, di awal film, akan disebutkan apakah disleksia itu.
Berdasar kutipan yang kusadur dari filmnya, disleksia adalah gangguan pada penglihatan dan pendengaran yang disebabkan oleh kelainan saraf pada otak, sehingga anak mengalami kesulitan membaca.
Jadi sederhananya, disleksia membuat seorang anak mengalami kesulitan untuk membaca. Si anak membutuhkan banyak waktu untuk sekadar mengeja suatu rangkaian kata atau kalimat. Setidaknya seperti itulah, penggambaran anak yang mengalami disleksia, yang kutangkap dari film Wonderful Life.
Atiqah Hasiholan menjadi kekuatan utama dari Wonderful Life. Aktris ini menjadi pemeran utama, yang memerankan tokoh bernama Amalia. Amalia adalah seorang wanita karier, yang sekaligus mempunyai seorang putra bernama Aqil. Nah Aqil inilah, sosok anak yang mengidap disleksia. Aqil diperankan oleh aktor cilik bernama Sinyo.
Wonderful Life bergulir dengan alur maju mundur. Cerita dibuka dengan ikhtiar yang dilakukan Amalia untuk mengobati ‘kelainan’ yang dialami oleh Aqil. Amalia sampai membawa Aqil ke sejumlah ‘orang pintar’ untuk berupaya menemukan obat yang bisa membuat Aqil seperti anak-anak pada umumnya. Yakni anak-anak yang lancar dalam membaca sesuatu.
Kenapa Amalia sampai membawa Aqil ke opsi pengobatan alternatif seperti itu? Hal ini karena Amalia masih belum percaya dengan apa yang disampaikan oleh seorang psikolog, terkait keadaan disleksia yang dialami oleh Aqil. Amalia tidak menyerah, dan mencari second opinion hingga jauh keluar Jakarta. 
Cerita mengalir dengan beberapa throwback, yang menunjukkan bagaimana payahnya Aqil di sekolahnya. Bagaimana wali kelas Aqil yang menunjukkan kepada Amalia, bahwa Aqil sangat lemah di hampir semua mata pelajaran, khususnya yang berhubungan dengan membaca.
Pic source: pribadi

Namun uniknya, di pelajaran seni menggambar dan olahraga, Aqil sangat menonjol. Namun lantaran sekolah Aqil adalah sekolah umum, maka sungguh berat bagi Aqil untuk naik kelas dengan nilai-nilai mata pelajarannya yang mayoritas buruk.
Salah satu adegan yang menarik adalah, ketika Amalia membawa Aqil menemui seorang ahli pengobatan tradisional. Ahli ini diperankan oleh seniman tari Didik Nini Thowok. Si ahli berujar kepada Amalia, bahwa setiap anak terlahir dengan sempurna.     

“…KARENA SEMUA ANAK TERLAHIR SEMPURNA

Ya, semua anak terlahir sempurna. Kalimat diatas menjadi premis penting dari Wonderful Life. Bahwa setiap anak memiliki bakat dan talentanya sendiri-sendiri. Tidak bisa dipukul rata dan disamakan dengan anak-anak lainnya.
Di akhir cerita, akhirnya Amalia ‘menyerah’. Menyerah dengan keegoisannya sendiri. Egois karena memaksa Aqil untuk bisa seperti anak-anak lainnya yang normal, utamanya dalam hal kemampuan membaca.
Amalia akhirnya menerima dengan ikhlas, bahwa Aqil mengidap disleksia. Bahwa buah hatinya memang cukup kesulitan dalam membaca dan mengeja sesuatu. Tetapi Aqil dianugerahi Tuhan, kemampuan menggambar dan berimajinasi yang levelnya diatas rata-rata.
Jujur, setelah film selesai diputar di layar TVRI kemarin, aku merasa sungguh terkesan dengan Wonderful Life. Aku membercandai diriku sendiri. Kemana saja aku di tahun 2016 kemarin…? Hingga aku luput dan tak tahu dengan film lokal sebagus ini.
Ide yang diusung Wonderful Life sungguh brilian. Betapa lingkungan kadang tidak mendukung anak-anak ‘berkemampuan khusus’. Lingkungan dan bahkan orang-orang terdekat masih menganggap bahwa gift spesial yang diberikan Tuhan seperti kepada anak-anak yang mengalami disleksia, adalah suatu kelainan atau penyakit yang harus diobati.
Wonderful Life ingin menyampaikan suatu pesan, bahwa anak-anak berkemampuan khusus seyogianya tidak menerima treatment yang sama, seperti perlakuan kepada anak-anak yang terlahir ‘normal’. Penerimaan oleh lingkungan terdekat, merupakan kunci untuk membuat anak-anak disleksia tetap percaya diri dengan anugerah yang dimilikinya.
Pic source: pribadi

Aku bahkan sampai meminjam buku dari temanku, untuk menambah pengetahuanku soal apa itu disleksia. Dan aku sungguh bersyukur. Karena di masa Work From Home seperti ini, aku jadi punya waktu lebih luang untuk membaca buku-buku.
Aku jadi tak sabar. Apa lagi film-film lokal yang bakal diputar di layar TVRI. Hhmm, covid-19 memang menyebalkan. Namun, kita bisa memandangnya dari sudut yang lain, ‘kan…? Tetap #stayathome dan banyak-banyak bersyukur ya!
Pic source: pribadi

No comments:

Post a Comment