Thursday 21 August 2014

Gara-gara Laskar Pelangi: Mamamia vs Indonesian Idol (Bag.2-habis)

Awal Mei 2008. Di kampus sedang hiruk-pikuk menyambut perayaan satu dekade bergulirnya reformasi. Aku masih ingat betul. Kala itu di layar teve sedang marak iklan politik dari Sutrisno Bachir. Iklan yang cukup membekas di benakku. Karena di iklan tersebut tak hanya mengeksploitasi keindahan alam bumi Indonesia. Namun narasi yang disuarakan asli oleh Sutrisna Bachir, juga mengutip puisi dari Chairil Anwar.

Akhirnya.... jadilah resensiku mengenai Laskar Pelangi. Aku menyerahkan naskahku kepada panitia lomba. Hati kecilku tetap berharap, aku menjadi salah satu pemenang. Tetapi jika tidak, juga tak apa. Toh setidaknya aku sudah berusaha. Dan memiliki novel bergizi ini.

Aku menunggu hasil lomba resensi yang telah kuikuti. Menurut panitia, para pemenang akan diberitahu melalui telepon dan sms. Kutunggu-tunggu, rupanya tak ada kabar untukku. Aku nyaris menyimpulkan, bahwa naskah resensiku kalah bersaing. Yah, tak masalah bagiku. Aku mulai membiasakan hal ini. Karena beberapa kali aku mengirim artikel opini ke koran pun, juga tak ada kabar dimuat atau tidak. Menguap begitu saja.


Tiba-tiba di suatu malam, aku menerima sms dari lembaga pers kampus penyelenggara lomba resensi. Isinya bukan kabar bahwa aku menang. Melainkan undangan untuk menghadiri workshop dan talkshow jurnalistik. Aihh.... aku tak menyangka, aku akan diundang. Aku memang suka dengan acara-acara literasi seperti ini.

Acara tersebut berlangsung di hari Sabtu, 3 Mei 2008. Waktu yang pas, karena aku tak ada jadwal kuliah di hari Sabtu. Acaranya bertajuk “Jelajahi Dunia dengan Kreatif Menulis”. Menghadirkan Rohman Budiyanto, yang kala itu menjadi pemimpin redaksi koran Jawa Pos.

Akupun datang di acara itu. Entah mengapa, acara bergizi seperti itu selalu sepi. Tak seramai pentas seni atau bazaar diskon. Iseng kuhitung, tak sampai empat puluh orang yang hadir. Menurutku panitia mengundang lebih banyak orang. Karena tatanan kursi yang disediakan lebih dua kali lipat dari yang hadir.

Acara pun berjalan dengan lancar dan sederhana. Diskusi berjalan seperti biasa, dengan beberapa pertanyaan yang meluncur dari para peserta. Sebagai orang yang berpengalaman, tentu saja Pak Rohman mampu memberikan penjelasan yang mumpuni. Sebab ia tak berbicara teori. Melainkan praktik, karena ia adalah orang media.

Sebelum break ishoma, peserta ditantang untuk membuat satu tulisan bebas. Berupa artikel opini tentang apapun. Aku sempat bingung mau menulis apa. Lalu aku teringat dengan tayangan yang semalam kulihat di teve.

Ada dua stasiun teve yang sedang menyiarkan acara pencarian bakat, di waktu yang nyaris bersamaan. Mamamia oleh Indosiar, dan Indonesian Idol oleh RCTI. Tak membuang banyak waktu, aku tulis saja opiniku mengenai persaingan dua ajang bergengsi ini. Kuberi judul: Mamamia VS Indonesian Idol. Kubahas persaingan diantara dua stasiun teve, yang mengangkat format acara yang berbeda. Tetapi isinya sama: kontes menyanyi. Tinggal bagaimana meramu, dan mampu menarik perhatian lebih dari khalayak.

Seusai ishoma, agendanya tinggal membahas secara singkat tulisan-tulisan yang telah dihasilkan oleh para peserta workshop. Termasuk milikku. Dibahas satu persatu oleh Pak Rohman. Diakhir pembahasan, panitia meminta Pak Rohman untuk memilih tiga tulisan terbaik, yang berhak mendapat hadiah buku dari panitia.

Dari berbagai tema tulisan yang dikemukakan peserta lain, aku minder sendiri. Mereka mampu menghadirkan tema-tema yang berat namun tetap menarik. Tetapi dewi fortuna berkata lain. Judul tulisan pertama dibacakan. Bukan tulisanku. Begitu juga dengan tulisan kedua. Meleset lagi. Tetapi ternyata oh ternyata.... namaku disebut di urutan ketiga. Beserta judul tulisan yang ketika kudengar membuatku malu-malu sendiri: Mamamia VS Indonesian Idol.

Eureka! Aku dapat.....

Lumayan. Aku dipanggil kedepan. Menerima langsung hadiah buku dari Pak Rohman Budiyanto. Unik. Buku yang kudapat berjudul “Cara Gampang Jadi Wartawan”. Karangan AA Kunto A.

Aku pulang dengan mengulum senyum. Meski aku tak menang di lomba resensi, tetapi aku memperoleh hadiah hiburan. Apalagi hadiah itu kudapatkan juga dengan menulis. Terlebih lagi, tulisanku tersebut telah dibaca dan dikritisi oleh seorang pimred dari sebuah koran nasional. Karena Laskar Pelangi, aku merasakan banyak pengalaman berharga.

No comments:

Post a Comment