Friday 11 June 2010

Biarkan Media Berbicara tentang Video Ariel

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Kembali aku ingin menulis. Kalau ada pepatah kuno yang menyebut: saya berpikir, maka saya ada. Maka aku akan berujar: SAYA MENULIS, MAKA SAYA ADA. Seperti tulisan-tulisan sebelumnya, ini adalah murni opiniku. Pendapatku. Jika ada yang kurang berkenan, terima kasih. Segala yang sempurna hanya milik ALLAH SWT. Sementara kekhilafan cuma milik saya (Dorce mode on).
Satu perasaan di benakku: pegeeeeeeelllllllllll gitu rasanya........??!!!
Kembali aku ingin merespon pemberitaan yang kudapat dari media massa. Dan isu ini sedang menjadi perbincangan super panas dimana-mana. Apalagi kalau bukan, terkait video mesum yang “diduga” dilakukan oleh Ariel, Luna Maya, dan Cut Tari. Fiuuuhhhh....
Inilah yang menjadi latar belakang, kenapa aku ingin menuliskan ini. Sebagai orang yang sedang belajar tentang media, rasanya aku tidak nyaman saja, untuk silent. Untuk berdiam diri saja. Untuk berpangku tangan saja. Maka dari itulah, aku ingin berbicara. Aku ingin berpendapat. Murni opiniku.
Setelah beredar luas melalui internet, video mesum Ariel kontan menjadi topik yang sering dijadikan headline. Menjadi materi utama yang mengisi setiap pemberitaan yang disajikan oleh berbagai media massa, kepada seluruh pemirsanya.


Sebelumnya, banyak orang yang tidak nyaman dengan segenap pemberitaan yang dilontarkan oleh media. Kesannya.... media memang begitu boombastis mengabarkan video Ariel ini. Banyak alasan yang melatarbelakangi timbulnya rasa ketidaksenangan terhadap media ini.
Ada yang mengatakan, jika pemberitaan media terlalu mengekspose habis-habisan “sepak terjang” Ariel dan kawan-kawan, takutnya memberikan dampak yang buruk. Terutama bagi anak-anak dan remaja. Yang identik dengan perilaku yang suka dengan hal-hal baru, sekaligus yang menantang.
Bagiku tidak seperti itu. Aku lebih memandang media berdasarkan tugas dan fungsinya. Ya, media massa tak hanya berperan sebagai penyedia informasi, edukasi, dan hiburan semata. Namun juga sebagai wahana KONTROL SOSIAL. Inilah yang menjadi stressing pointku.
Aku mengambil contoh. Televisi berita seperti tvOne dan Metro TV, kurasa sudah mencoba untuk melakukan tugasnya sesuai undang-undang nomer 40 tahun 1999 tentang pers tersebut. Yakni melakukan kontrol sosial.
Media massa tidak berdiri sendiri sebagai individu layaknya manusia. Media adalah sebuah institusi sosial. Suatu lembaga sosial, yang ranahnya menyentuh kepentingan masyarakat. Bagiku, dengan memberitakan video mesum Ariel, bukan merupakan penyimpangan fatal yang dilakukan oleh media.
Hal ini tidak menyalahi peran media sebagai wahana pendidikan. Ya disinilah pendidikan tersebut!!!
Pemberitaan di media, bagiku tak lepas dari teori agenda setting. Media massa mempunyai prioritas-prioritas, yang akan diberitakan kepada khalayak. Disebarluaskan kepada masyarakat. Media memiliki kekuatan untuk memilah dan memilih, isu dan peristiwa apa yang patut diedarkan ke pemirsa. Perangkat agenda setting inilah yang menentukan, mana berita yang harus diekspose. Mana yang cukup diberitakan secara singkat. Dengan diekspose, tentunya berita yang bersangkutan akan dibahas terus-menerus. Dibahas habis-habisan. Dan akan terus dikabarkan secara intens, sebagai topik utama.
Dengan pembahasan yang intens, otomatis khalayak akan tetap mengikuti pemberitaannya. Sekalipun itu dilakukan secara tidak sadar. Inilah hebatnya media, mereka bisa mengarahkan kita untuk memberikan perhatian kepada suatu isu.
Dan isu terkait video mesum Ariel ini, menurut saya memang perlu untuk terus DIKAWAL. Tak hanya kasus Century yang harus dikawal.
Bagaimana tidak?
Mungkin orang tidak akan memberikan perhatian bila yang “diduga” berperan di video mesum belakangan ini adalah bukan PUBLIC FIGURE. Tapi pleaseeeee!!!!!!!!!!!
Jangan dibandingkan video Ariel yang memanas belakangan ini, dengan video serupa macam bokep buatan mahasiswa. Atau yang sempat beredar dengan aktor Maria Eva dan Yahya Zaini.
OH COME ONNNNNN!!!!!!!!!!!!!!!!!
Kala itu, tidak banyak yang tahu. Siapa itu Maria Eva dan Yahya Zaini tersebut. Mereka lebih dikenal secara intern saja oleh partisan Golkar. Sementara video mesum Ariel-Luna-Cut Tari ini dimensinya amat berbeda.
Seorang “sparkling” Luna sedang menjadi artis tenar saat ini. Itupun karena dibumbui gosip murahan dengan boyfriendnya si Ariel itu. Sementara Cut Tari cukup terkenal dengan good lookingnya. Termasuk menjadi presenter infotainment terfavorit panasonic awards 2009.
Ckckckckckckck.........
Mereka bertiga amat DIKENAL LUAS oleh masyarakat.
Inilah fungsi pemberitaan yang terus-menerus oleh media massa. Dengan begitu, semoga bisa menjadi pembelajaran bagi mereka bertiga. Bahwa suatu tindakan narsisme seorang public figure, harus dilakukan secara bijak. Okelah.... video kemesraan memang hak paling pualing... asasi untuk kita semua. Terlepas itu benar dilakukan oleh mereka bertiga atau tidak. Karena yang bersangkutan belum mau bersuara dengan jelas. Sehingga menimbulkan isu yang BIAS.
Seperti di televisi, video mesum Ariel bukan untuk semakin dipromosikan peredarannya. Tetapi membahas bagaimana efek domino yang mengikutinya. Inilah momen yang tepat untuk kampanye menghentikan tindakan narsisme yang diluar batas norma kesusilaan di depan kamera. Apalagi kalau dia public figure.
Sehingga media bisa menghakimi secara moral (moral judgement) yang ampuh bagi “ariel-luna-cut tari” tersebut. Apa mereka tidak memikirkan para anak muda yang mengidolakan mereka??? Bagaimana ini??? Memberikan “contoh” yang tak patut diteladani!!!
Pemberitaan yang intens juga berguna untuk menjembatani, solusi apa yang tepat untuk segera mengakhiri polemik “Ariel Peterporn” tersebut. Karena media tidak sekadar memberitakan. Namun juga memediasi, solusi yang disediakan oleh para pakar. Baik itu dari LSM, ahli hukum dan teknologi informasi, terlebih kepada pihak berwenang.
Pihak berwenang disini adalah pemerintah, anggota legislatif, dan penegak hukum. Agenda media yang berubah menjadi agenda publik, maka agenda publik akan memengaruhi agenda kebijakan atau policy. Saatnya pemerintah dan legislatif tegas, untuk bahu-membahu menerbitkan peraturan yang dibutuhkan masyarakat. Khususnya untuk menuju berinternet secara sehat dan cerdas.
Sementara bagi aparat penegak hukum, segeralah bekerja untuk menumpas siapa saja yang bersalah. Termasuk sang “aktor”. Karena tidak ada asap, kalau tidak ada api. Kata bang napi, kejahatan terjadi karena ada kesempatan dan peluang. Dan menurut saya, para “artis” itu telah menyediakan peluang terhadap kejahatan bagi generasi muda bangsa ini.
MAKA JANGAN BUNGKAM MEDIA UNTUK BERBICARA. SAYA TIDAK MEMBICARAKAN TENTANG INFOTAINMENT. TAPI MEDIA YANG “NORMAL”. MEDIA YANG BEKERJA SESUAI KAIDAH JURNALISTIK YANG BERDASAR FAKTA. BUKAN GOSIP!!!
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

No comments:

Post a Comment