Turen
merupakan sebuah kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Barangkali Turen terasa biasa saja, selayaknya kecamatan lainnya yang terdapat
di Malang Raya. Bahkan, Turen mungkin kalah pamor dengan Kepanjen, kecamatan
yang menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Malang.
Namun,
Turen mempunyai “takdir”-nya sendiri. Ada sebuah objek yang membuat Turen layak
dimasukkan ke dalam bucket list tempat yang perlu kamu kunjungi, kala
berwisata ke Malang Raya. Malang Raya adalah suatu kawasan yang terdiri dari
tiga daerah tingkat dua. Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu.
Kembali ke Turen. Jika Kepanjen memiliki Stadion Kanjuruhan yang menjadi homebase kesebelasan Arema, maka Turen mempunyai sebuah masjid. Masjid ini bukan sembarang masjid. Masjid ini dikenal dengan istilah “tiban”.
Masjid
Tiban, begitu orang-orang biasanya menyebutnya. Kata tiban diambil dari Bahasa
Jawa, yang berarti tiba-tiba. Bisa juga artinya seperti jatuh dari langit. Jadi
seolah-olah, masjid ini berdiri dalam sekejap, jatuh dari langit dan langsung
berbentuk seperti wujud yang sekarang. Ya, banyak yang menganggapnya begitu.
Padahal, Masjid Tiban dibangun sedikit demi sedikit.
![]() |
Penampakan Masjid Tiban. Pic source: dok. pribadi |
Usut
punya usut, Masjid Tiban sejatinya merupakan bagian dari Pondok Pesantren
Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah. Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan
ini berlokasi di Jalan KH. Wachid Hasyim, Gang Anggur, Desa Sananrejo,
Kecamatan Turen, Kabupaten Malang. Masjid Tiban sontak menjadi bangunan yang
ikonik, yang membuat wilayah Turen menjadi dilirik.
Perjalanan
Menyambangi Masjid Tiban
Pada
liburan Idulfitri 2025 lalu, aku berkesempatan mengunjungi Masjid Tiban. Aku
tidak sendirian. Aku mengajak Bapakku untuk turut serta. Kami tinggal di area
Kota Malang. Kalau kulihat di google maps, jarak rumahku dengan Masjid
Tiban sekitar 32 kilometer.
Here
we go, pada Senin, 7 April 2025, aku menuju Masjid Tiban. Semata
untuk menjawab rasa penasaranku terhadap masjid yang kalau kulihat foto-fotonya
di internet sungguh menarik. Bagaimana ceritaku hingga bisa sampai ke Masjid
Tiban?
Aku
memulai perjalanan dengan mengendarai motor menuju Terminal Gadang lama.
Terminal Gadang adalah salah satu terminal bus yang ada di Kota Malang. Sebenarnya
peran Terminal Gadang lama telah digantikan oleh Terminal Hamid Rusdi. Namun
untuk perjalanan ke Masjid Tiban kali ini, Bapakku menyarankanku untuk
mengendarai bus dari Terminal Gadang lama. Kuturuti saran beliau.
Sesampai
di Terminal Gadang lama, kami mencari penitipan sepeda motor. Ketemu. Setelah
menitipkan motor, perjalanan menuju Masjid Tiban kami lanjutkan dengan
menumpang bus. Bus yang kami naiki adalah bus yang menuju ke Dampit. Dengan bus
tersebut, kami bisa mencapai Turen.
Dari
arah Terminal Gadang lama, bus-bus yang menuju Dampit ini bisa kamu dapatkan di
pinggir jalan raya Malang-Kepanjen. Kami pun menaiki salah satu bus yang telah
bersiap bergerak menuju Dampit. Saat kernet bus berkeliling untuk menarik
ongkos, kusampaikan tujuanku hendak ke Masjid Tiban. Sang kernet pun paham.
Kami berdua ditarik ongkos 15 ribu per orang.
Pengalamanku
kali ini, cuaca sungguh mendukung. Matahari bersinar terik, hingga aku sedikit
kepanasan di dalam bus yang hendak membawaku ke Turen tersebut. Maklum, bus yang
kami tumpangi tidak ber-AC.
Sepanjang
perjalanan, aku dan Bapakku sungguh menikmati aneka pemandangan yang tersaji di
kiri-kanan jalan. Selain hamparan sawah yang luar biasa menenangkan, kami juga
mendapati pabrik gula Krebet yang terletak di Bululawang. Aku yang kala itu
baru saja menonton film Pabrik Gula di bioskop, langsung takjub dengan
penampakan pabrik gula Krebet ini. Bangunannya khas peninggalan kolonial.
Sungguh memukau.
Pada
sebuah pertigaan, kernet bus berkata kepadaku dan Bapak bahwa kami telah sampai
di Turen. Kami pun turun. Kuhitung sekilas, lama perjalanan dari Terminal
Gadang lama hingga sampai di titik penurunan ini sekira setengah jam.
Dari
pertigaan ini, kami melanjutkan perjalanan dengan mengendarai ojek. Sudah ada
sejumlah tukang ojek yang mangkal tidak jauh dari situ. Saat kukatakan tujuanku
hendak ke Masjid Tiban, para tukang ojek ini sudah mengerti. Aku dan Bapakku
masing-masing dikenai ongkos 15 ribu sekali jalan.
Ojek
yang kami naiki bergerak menuju Masjid Tiban. Sebelum sampai ke tujuan, lagi-lagi
kami disuguhi panorama yang menyejukkan. Hamparan sawah dan ladang, yang
diselingi rumah-rumah warga.
Masjid
Tiban, Keunikan Di Antara Perkampungan Penduduk
Tak
sampai sepuluh menit, aku dan Bapak telah sampai di Masjid Tiban.
Alhamdulillah, kami sampai di tujuan. Kami turun di sebuah mulut gang, di mana
gang ini akan tembus ke pintu masuk Masjid Tiban. Di sini, kulihat banyak orang
hilir mudik. Tentu mereka adalah pengunjung Masjid Tiban yang gerbang masuknya
sudah terlihat menjulang tinggi.
Menariknya,
saat kami menyusuri gang ini, di kanan-kiri terdapat aneka toko yang menjual
souvenir dan makanan-makanan khas Malang. Yang menonjol tentu saja adalah buah
apel. Masjid Tiban menyambut kami dengan gerbang yang sungguh eye catching.
Gerbang masuk Masjid Tiban mengingatkanku dengan bentuk kuil yang kerap kulihat
di serial India, hahaa. Dari luar, bangunan Masjid Tiban didominasi dengan
warna biru putih.
![]() |
Gerbang masuk Masjid Tiban. Pic source: dok. pribadi |
Dari
gerbang masuk ini, kami membaca papan penunjuk. Bahwa setiap pengunjung masjid
maupun pondok pesantren untuk melapor ke petugas piket. Kami pun bergerak
mencari loket informasi yang dimaksud. Sembari berjalan, aku dan Bapak
mengambil swafoto sebagai kenang-kenangan kunjungan kami ke Masjid Tiban.
Hari
itu, pengunjung Masjid Tiban cukup ramai. Maklum, masih dalam suasana libur
Idulfitri. Kami menemukan loket informasi yang dimaksud di papan penunjuk. Aku
dan Bapak disambut seorang petugas. Untuk masuk ke dalam bangunan Masjid Tiban,
para pengunjung tidak dipungut biaya. Petugas hanya menanyakan asal kami,
kemudian memberikan secarik kertas sebagai penanda bahwa aku dan Bapak adalah
pengunjung Masjid Tiban.
Ornamen
Masjid Tiban yang Mengagumkan
Kami
pun melanjutkan eksplorasi bangunan Masjid Tiban. Tidak hanya warna biru dan
putih yang mendominasi sisi luar bangunan Masjid Tiban. Di mata awamku,
beberapa ornamen masjid ini mirip seperti bangunan khas India maupun Timur
Tengah.
Oh
ya, jika kamu hendak berkunjung Ke Masjid Tiban, kusarankan untuk membawa tas
atau kantong plastik. Kantong ini bisa dipakai untuk menyimpan sandal atau sepatumu.
Mengingat ini adalah bangunan masjid, maka menjaga kebersihan dengan melepas
alas kaki adalah adab yang wajib ditaati.
Beruntung
aku selalu prepare kantong kresek di tas cangklongku. Sandalku dan punya
Bapak bisa kami bawa dengan aman. Dari pelataran, aku dan Bapak mulai masuk ke
dalam area masjid. Di sini, mata kami dimanjakan oleh sejumlah akuarium.
Akuarium ini membuat suasana di lorong menjadi adem.
![]() |
Salah satu sudut di dalam Masjid Tiban. Pic source: dok. pribadi |
Ckckk,
semakin masuk ke dalam area bangunan masjid, sungguh membuat terkagum-kagum.
Masjid Tiban tidak hanya memukau dari fasad luarnya. Ornamen dan detail-detail
yang tersaji di dalam juga bikin berdecak kagum. Apalagi terdapat sebuah lorong
yang dihiasi ornamen dari marmer dan detail yang berwarna-warni. Masyaallah,
pantas tak sedikit yang menganggap bangunan masjid ini berdiri atas bantuan
jin.
![]() |
Sebuah lorong di dalam Masjid Tiban. Pic source: dok. pribadi |
Bangunan
Masjid Tiban menjulang sekitar sepuluh lantai. Konstruksi masjid ini belum
sepenuhnya selesai. Ada banyak bagian yang masih dalam tahap pembangunan dan
belum rampung.
Aku
dan Bapak menyusuri setiap bagian masjid. Kami sampai di ruangan tempat solat
berjamaah. Tak jauh dari situ, kami menemukan sebuah bedug. Ada beberapa bagian
masjid yang memiliki atap menyerupai stalaktit. Adanya ornamen stalaktit ini
membuat suasana seperti di dalam sebuah gua.
Masjid
Tiban, Tak Sekadar Tempat Ibadah
Aku
dan Bapak sampai di lantai atas masjid yang terbuka. Di sini, kami menemukan
bagian yang dimanfaatkan pengelola masjid sebagai lahan untuk menanam beberapa
jenis tumbuhan. Tak cuma itu, di lantai atas masjid juga terdapat beberapa
kandang yang berisi monyet. Keberadaan monyet-monyet ini bisa menjadi hiburan
tersendiri, khususnya untuk anak-anak.
Selain
lantai atas masjid yang terbuka, Masjid Tiban menyediakan sejumlah toko yang
menjual aneka barang dan souvenir. Ada pakaian, sepatu, sandal, juga makanan
khas Malang yang bisa dibawa sebagai buah tangan. Aku sempat membeli roti dan
gorengan, yang juga tersedia di dalam masjid.
Tentu
ini menjadi keunikan tersendiri, yang menjadi sesuatu yang menonjol dari Masjid
Tiban. Para pengunjung tidak hanya bisa beribadah dan menikmati sensasi
spiritual. Namun juga bisa berbelanja, dan menikmati momen bersama keluarga.
![]() |
Kubah utama Masjid Tiban. Pic source: dok. pribadi |
Ada
satu papan pengumuman yang menarik perhatianku. Papan ini bertuliskan: mohon
dimengerti bahwa ini adalah pondok pesantren, bukan tempat wisata. Mohon tidak
bergandengan, tidak berpacaran di semua lokasi pondok.
Ya,
papan informasi di atas menjadi pengingat, bahwa Masjid Tiban merupakan bagian
dari Pondok Pesantren Bihaaru Bahri. Sudah pasti terdapat adab yang harus
dijalankan, kala menjejakkan kaki di tempat yang suci tersebut.
![]() |
Peringatan yang dipajang pengelola Masjid Tiban. Pic source: dok. pribadi |
Alhamdulillah,
aku sudah mengajak Bapak mengunjungi Masjid Tiban. Aku percaya, Masjid Tiban
akan terus berkembang menjadi objek wisata religi, yang bisa diunggulkan oleh
Kabupaten Malang dan Jawa Timur.
No comments:
Post a Comment