Friday, 22 August 2025

Masjid Tiban, Keunikan yang Membuat Turen Tersohor

Turen merupakan sebuah kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur. Barangkali Turen terasa biasa saja, selayaknya kecamatan lainnya yang terdapat di Malang Raya. Bahkan, Turen mungkin kalah pamor dengan Kepanjen, kecamatan yang menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Malang.

Namun, Turen mempunyai “takdir”-nya sendiri. Ada sebuah objek yang membuat Turen layak dimasukkan ke dalam bucket list tempat yang perlu kamu kunjungi, kala berwisata ke Malang Raya. Malang Raya adalah suatu kawasan yang terdiri dari tiga daerah tingkat dua. Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu.

Kembali ke Turen. Jika Kepanjen memiliki Stadion Kanjuruhan yang menjadi homebase kesebelasan Arema, maka Turen mempunyai sebuah masjid. Masjid ini bukan sembarang masjid. Masjid ini dikenal dengan istilah “tiban”.

Masjid Tiban, begitu orang-orang biasanya menyebutnya. Kata tiban diambil dari Bahasa Jawa, yang berarti tiba-tiba. Bisa juga artinya seperti jatuh dari langit. Jadi seolah-olah, masjid ini berdiri dalam sekejap, jatuh dari langit dan langsung berbentuk seperti wujud yang sekarang. Ya, banyak yang menganggapnya begitu. Padahal, Masjid Tiban dibangun sedikit demi sedikit.

Penampakan Masjid Tiban. Pic source: dok. pribadi

Usut punya usut, Masjid Tiban sejatinya merupakan bagian dari Pondok Pesantren Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah. Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan ini berlokasi di Jalan KH. Wachid Hasyim, Gang Anggur, Desa Sananrejo, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang. Masjid Tiban sontak menjadi bangunan yang ikonik, yang membuat wilayah Turen menjadi dilirik.

 

Perjalanan Menyambangi Masjid Tiban

Pada liburan Idulfitri 2025 lalu, aku berkesempatan mengunjungi Masjid Tiban. Aku tidak sendirian. Aku mengajak Bapakku untuk turut serta. Kami tinggal di area Kota Malang. Kalau kulihat di google maps, jarak rumahku dengan Masjid Tiban sekitar 32 kilometer.

Here we go, pada Senin, 7 April 2025, aku menuju Masjid Tiban. Semata untuk menjawab rasa penasaranku terhadap masjid yang kalau kulihat foto-fotonya di internet sungguh menarik. Bagaimana ceritaku hingga bisa sampai ke Masjid Tiban?

Aku memulai perjalanan dengan mengendarai motor menuju Terminal Gadang lama. Terminal Gadang adalah salah satu terminal bus yang ada di Kota Malang. Sebenarnya peran Terminal Gadang lama telah digantikan oleh Terminal Hamid Rusdi. Namun untuk perjalanan ke Masjid Tiban kali ini, Bapakku menyarankanku untuk mengendarai bus dari Terminal Gadang lama. Kuturuti saran beliau.

Sesampai di Terminal Gadang lama, kami mencari penitipan sepeda motor. Ketemu. Setelah menitipkan motor, perjalanan menuju Masjid Tiban kami lanjutkan dengan menumpang bus. Bus yang kami naiki adalah bus yang menuju ke Dampit. Dengan bus tersebut, kami bisa mencapai Turen.

Dari arah Terminal Gadang lama, bus-bus yang menuju Dampit ini bisa kamu dapatkan di pinggir jalan raya Malang-Kepanjen. Kami pun menaiki salah satu bus yang telah bersiap bergerak menuju Dampit. Saat kernet bus berkeliling untuk menarik ongkos, kusampaikan tujuanku hendak ke Masjid Tiban. Sang kernet pun paham. Kami berdua ditarik ongkos 15 ribu per orang.

Pengalamanku kali ini, cuaca sungguh mendukung. Matahari bersinar terik, hingga aku sedikit kepanasan di dalam bus yang hendak membawaku ke Turen tersebut. Maklum, bus yang kami tumpangi tidak ber-AC.

Sepanjang perjalanan, aku dan Bapakku sungguh menikmati aneka pemandangan yang tersaji di kiri-kanan jalan. Selain hamparan sawah yang luar biasa menenangkan, kami juga mendapati pabrik gula Krebet yang terletak di Bululawang. Aku yang kala itu baru saja menonton film Pabrik Gula di bioskop, langsung takjub dengan penampakan pabrik gula Krebet ini. Bangunannya khas peninggalan kolonial. Sungguh memukau.

Pada sebuah pertigaan, kernet bus berkata kepadaku dan Bapak bahwa kami telah sampai di Turen. Kami pun turun. Kuhitung sekilas, lama perjalanan dari Terminal Gadang lama hingga sampai di titik penurunan ini sekira setengah jam.

Dari pertigaan ini, kami melanjutkan perjalanan dengan mengendarai ojek. Sudah ada sejumlah tukang ojek yang mangkal tidak jauh dari situ. Saat kukatakan tujuanku hendak ke Masjid Tiban, para tukang ojek ini sudah mengerti. Aku dan Bapakku masing-masing dikenai ongkos 15 ribu sekali jalan.

Ojek yang kami naiki bergerak menuju Masjid Tiban. Sebelum sampai ke tujuan, lagi-lagi kami disuguhi panorama yang menyejukkan. Hamparan sawah dan ladang, yang diselingi rumah-rumah warga.

 

Masjid Tiban, Keunikan Di Antara Perkampungan Penduduk

Tak sampai sepuluh menit, aku dan Bapak telah sampai di Masjid Tiban. Alhamdulillah, kami sampai di tujuan. Kami turun di sebuah mulut gang, di mana gang ini akan tembus ke pintu masuk Masjid Tiban. Di sini, kulihat banyak orang hilir mudik. Tentu mereka adalah pengunjung Masjid Tiban yang gerbang masuknya sudah terlihat menjulang tinggi.

Menariknya, saat kami menyusuri gang ini, di kanan-kiri terdapat aneka toko yang menjual souvenir dan makanan-makanan khas Malang. Yang menonjol tentu saja adalah buah apel. Masjid Tiban menyambut kami dengan gerbang yang sungguh eye catching. Gerbang masuk Masjid Tiban mengingatkanku dengan bentuk kuil yang kerap kulihat di serial India, hahaa. Dari luar, bangunan Masjid Tiban didominasi dengan warna biru putih.

Gerbang masuk Masjid Tiban. Pic source: dok. pribadi

Dari gerbang masuk ini, kami membaca papan penunjuk. Bahwa setiap pengunjung masjid maupun pondok pesantren untuk melapor ke petugas piket. Kami pun bergerak mencari loket informasi yang dimaksud. Sembari berjalan, aku dan Bapak mengambil swafoto sebagai kenang-kenangan kunjungan kami ke Masjid Tiban.

Hari itu, pengunjung Masjid Tiban cukup ramai. Maklum, masih dalam suasana libur Idulfitri. Kami menemukan loket informasi yang dimaksud di papan penunjuk. Aku dan Bapak disambut seorang petugas. Untuk masuk ke dalam bangunan Masjid Tiban, para pengunjung tidak dipungut biaya. Petugas hanya menanyakan asal kami, kemudian memberikan secarik kertas sebagai penanda bahwa aku dan Bapak adalah pengunjung Masjid Tiban.

 

Ornamen Masjid Tiban yang Mengagumkan

Kami pun melanjutkan eksplorasi bangunan Masjid Tiban. Tidak hanya warna biru dan putih yang mendominasi sisi luar bangunan Masjid Tiban. Di mata awamku, beberapa ornamen masjid ini mirip seperti bangunan khas India maupun Timur Tengah.

Oh ya, jika kamu hendak berkunjung Ke Masjid Tiban, kusarankan untuk membawa tas atau kantong plastik. Kantong ini bisa dipakai untuk menyimpan sandal atau sepatumu. Mengingat ini adalah bangunan masjid, maka menjaga kebersihan dengan melepas alas kaki adalah adab yang wajib ditaati.

Beruntung aku selalu prepare kantong kresek di tas cangklongku. Sandalku dan punya Bapak bisa kami bawa dengan aman. Dari pelataran, aku dan Bapak mulai masuk ke dalam area masjid. Di sini, mata kami dimanjakan oleh sejumlah akuarium. Akuarium ini membuat suasana di lorong menjadi adem.

Salah satu sudut di dalam Masjid Tiban. Pic source: dok. pribadi

Ckckk, semakin masuk ke dalam area bangunan masjid, sungguh membuat terkagum-kagum. Masjid Tiban tidak hanya memukau dari fasad luarnya. Ornamen dan detail-detail yang tersaji di dalam juga bikin berdecak kagum. Apalagi terdapat sebuah lorong yang dihiasi ornamen dari marmer dan detail yang berwarna-warni. Masyaallah, pantas tak sedikit yang menganggap bangunan masjid ini berdiri atas bantuan jin.

Sebuah lorong di dalam Masjid Tiban. Pic source: dok. pribadi 

Bangunan Masjid Tiban menjulang sekitar sepuluh lantai. Konstruksi masjid ini belum sepenuhnya selesai. Ada banyak bagian yang masih dalam tahap pembangunan dan belum rampung.

Aku dan Bapak menyusuri setiap bagian masjid. Kami sampai di ruangan tempat solat berjamaah. Tak jauh dari situ, kami menemukan sebuah bedug. Ada beberapa bagian masjid yang memiliki atap menyerupai stalaktit. Adanya ornamen stalaktit ini membuat suasana seperti di dalam sebuah gua.


Masjid Tiban, Tak Sekadar Tempat Ibadah

Aku dan Bapak sampai di lantai atas masjid yang terbuka. Di sini, kami menemukan bagian yang dimanfaatkan pengelola masjid sebagai lahan untuk menanam beberapa jenis tumbuhan. Tak cuma itu, di lantai atas masjid juga terdapat beberapa kandang yang berisi monyet. Keberadaan monyet-monyet ini bisa menjadi hiburan tersendiri, khususnya untuk anak-anak.

Selain lantai atas masjid yang terbuka, Masjid Tiban menyediakan sejumlah toko yang menjual aneka barang dan souvenir. Ada pakaian, sepatu, sandal, juga makanan khas Malang yang bisa dibawa sebagai buah tangan. Aku sempat membeli roti dan gorengan, yang juga tersedia di dalam masjid.

Tentu ini menjadi keunikan tersendiri, yang menjadi sesuatu yang menonjol dari Masjid Tiban. Para pengunjung tidak hanya bisa beribadah dan menikmati sensasi spiritual. Namun juga bisa berbelanja, dan menikmati momen bersama keluarga.

Kubah utama Masjid Tiban. Pic source: dok. pribadi

Ada satu papan pengumuman yang menarik perhatianku. Papan ini bertuliskan: mohon dimengerti bahwa ini adalah pondok pesantren, bukan tempat wisata. Mohon tidak bergandengan, tidak berpacaran di semua lokasi pondok.

Ya, papan informasi di atas menjadi pengingat, bahwa Masjid Tiban merupakan bagian dari Pondok Pesantren Bihaaru Bahri. Sudah pasti terdapat adab yang harus dijalankan, kala menjejakkan kaki di tempat yang suci tersebut.

Peringatan yang dipajang pengelola Masjid Tiban. Pic source: dok. pribadi

Alhamdulillah, aku sudah mengajak Bapak mengunjungi Masjid Tiban. Aku percaya, Masjid Tiban akan terus berkembang menjadi objek wisata religi, yang bisa diunggulkan oleh Kabupaten Malang dan Jawa Timur.

*Artikel ini sudah tayang di telusuri.id

No comments:

Post a Comment