Dua pekan
yang lalu, seratus hari sudah, Ibuku berpulang. Kau tahu, kadang aku masih suka
diam sejenak. Menerawang, dan bertanya dalam hati. Benarkah ibuk telah tiada? Ya,
sepertinya memang benar.
Kutengok
ponselku. Kubuka whatsapp. Aku memasang nomer Ibuk sebagai salah satu
kontak yang ku-pin. Dan, chat Ibuk tak pernah bergerak lagi. Buk, aku
kangen. Saat Ibuk masih ada, beliau adalah orang yang paling getol menghampiri
whatsapp-ku. Bertanya sudah sarapankah? Siang makan apa? Sudah pulang
kantorkah? Malam lauk apa? Hujan di Bukittinggi?
Aku harus mulai membiasakan diri. Bahwa chat-chat itu takkan pernah ada lagi. Nomer whatsapp Ibuk masih tetap ku-pin. Kadang jika ada orang yang menyakitiku, kubuka chat Ibuk. Kubaca-baca kalimat-kalimat sederhana dari beliau, yang bisa menguatkanku. Ahh Ibuk, aku kangen.
Barangkali,
hobiku yang suka traveling ke sana kemari, secara tak sengaja ditularkan oleh
Ibuk. Dalam keluargaku, Ibuk adalah orang pertama yang bisa berkesempatan
menaiki pesawat. Ibuk adalah yang pertama bisa main ke Bali. Ibuk juga, orang
pertama yang bisa pergi ke luar negeri dan umroh. Ya, melihat pengalaman Ibuk
yang bisa ke sana kemari, akhirnya membuatku ingin seperti dirinya.
Kalau
tidak salah, Singapura adalah negeri jiran pertama yang dikunjungi Ibuk. Seingatku,
Ibuk menjangkau Singapura melalui Batam. Aku masih ingat. Ibuk sungguh antusias
kala bercerita soal pengalamannya menyeberangi Selat Singapura menggunakan
kapal ferry. Kala mendengar cerita Ibuk ini, aku cuma bisa membayangkan. Benarkah
ke Singapura semenegangkan itu?
Akhirnya,
aku mencoba membuktikan cerita Ibuk tersebut. Awal 2025, aku memberanikan diri
membuat paspor. Mengingat aku masih berdomisili di Sumatera Barat, aku
memanfaatkan kantor imigrasi Agam untuk membuat paspor. Kupilih paspor
elektronik berdurasi lima tahun.
Pada
Ramadan 2025, pasporku tersebut telah rampung. Namun aku masih belum punya
keberanian untuk menggunakannya. Bagiku, pergi ke luar negeri bukan perkara
sepele. Terdapat kendala bahasa dan budaya, yang mungkin bisa sewaktu-waktu
kutemui kala melancong ke luar negeri.
Pada
awal Mei 2025, aku sempat pulang sejenak ke Malang. Menjenguk Ibuk, yang
ternyata itu adalah momen pertemuan terakhirku dengan beliau. Aku lega. Karena di
pertemuan terakhir itu, aku sempat menunjukkan pasporku kepada Ibuk. Tatkala Ibuk
melihat dan memegang pasporku, ada senyuman yang mengulas tipis di bibir
keringnya. Hikkss, aku kangen, Buk.
Ibuk
telah tiada. Hhmm, seperti ini ya rasanya? Hidup tanpa seorang ibu. Ya, aku
masih mempunyai Bapak. Namun, kehilangan seorang ibu itu lain cerita. Seorang teman
dari almamater Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya, memberiku ucapan
belasungkawa melalui direct message Instagram.
“Mas, ndak mudah ditinggal ibu. Semisal Mas butuh temen buat crita atau apa, dm ku selalu terbuka lebar.”
Aku
ucapkan terima kasih. Matur nuwun, untuk seluruh teman-teman yang telah menguatkanku
di momen kehilangan Ibuk kemarin. Ya, memang nggak gampang. Hidup tanpa seorang
ibu itu nggak mudah. Namun, bukankah aku harus terus melangkah? Yes, show
must go on.
Pergi
ke Singapura, Caraku Mengurangi Rasa Kangen kepada Ibuk
Aku
tak perlu malu untuk mengakui. Bahwa aku masih amat berduka. Aku masih amat
kehilangan Ibuk. Setiap hari, aku selalu menguatkan diri. Bahwa aku harus
melanjutkan hidup. Ibuk memang sudah nggak ada. Tetapi energinya selalu kujaga.
Kubuka
lemari bajuku. Kubuka laci, dan kutemukan paspor yang masih baru. Belum pernah
digunakan. Baiklah. Tak ada salahnya aku ke Singapura. Senyampang aku masih
hidup di Sumatera. Singapura sungguh dekat. Kuniatkan diri terbang ke
Singapura. Tak sekadar mencoba ke luar negeri. Namun, untuk napak tilas. Menapaktilasi
perjalanan Ibuk yang pernah diceritakannya kepadaku, belasan tahun yang lalu.
![]() |
Patung Merlion, ikon utama Singapura. Pic source: dok. pribadi |
Aku
menggapai Singapura melalui Batam. Lewat Pelabuhan Batam Center, aku
menyeberang ke Singapura untuk pertama kalinya pada 28 Juni 2025. Kunikmati perjalanan
singkat selama sejam tersebut. Merasakan ombak-ombak yang menggelung ferry yang
kutumpangi. Seperti ini ya Buk? Naik ferry ke Singapura.
Buk,
sekarang aku cuma bisa bercerita dengan Bapak. Soal keseruan pergi ke luar
negeri. Bagaimana degdegannya kala diperiksa petugas imigrasi, hahaa. Namun,
aku yakin. Kau pasti tersenyum simpul di sana. Seorang Jojo yang penakut,
cengeng, anak bungsu yang manja, sekarang sudah bisa ke luar negeri. Seorang diri.
![]() |
Supertree Grove, Gardens By The Bay, Singapura. Pic source: dok. pribadi |
![]() |
Globe Universal Studios, Pulau Sentosa, Singapura. Pic source: dok. pribadi |
No comments:
Post a Comment