Wednesday 28 December 2022

Berkah Nge-MC Itu Nyata!

Di usiaku yang sudah 30-an ini, aku sungguh bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Berbagai anugerah tak henti-hentinya menghampiriku. Di antaranya kesehatan dan kesempurnaan fisik untuk beraktivitas sehari-hari. Sebuah rumah sederhana juga telah kumiliki. Dan, sebuah pekerjaan tetap.

Aku memang perlu untuk bermuhasabah lebih sering. Dengan banyaknya anugerah yang telah Tuhan berikan, aku acap luput untuk bersyukur. Padahal, apa yang aku peroleh saat ini adalah dambaan banyak orang lain di luaran sana. Mungkin saja seperti itu, ‘kan…?

Karena itulah, aku harus lebih sering mengucap alhamdulillah. Tidak hanya sekadar ucapan. Namun, memang sudah selaiknya kita sebagai manusia untuk tidak pernah lupa memanjatkan syukur kepada Tuhan. Bukankah kita adalah salah satu makhluk-Nya?

Berbicara soal pekerjaan, alhamdulillah saat ini aku berstatus sebagai pegawai negeri sipil. Saat aku menuliskan kisah ini, sudah hampir empat tahun aku menjadi pegawai pemerintah. Tunggu, dalam kesempatan ini aku tidak sedang membangga-banggakan statusku. Semoga kau tidak menganggapku overproud atas titel PNS yang kuceritakan ini.

Aku berdinas di sebuah perpustakaan berplat merah di Bukittinggi. Kau tahu Bukittinggi? Ya…, sebuah kota yang terletak di Sumatera Barat. Sebuah kota yang identik dengan bangunan Jam Gadang-nya yang terkemuka itu.

Berbicara lebih spesifik, aku bertugas di bagian Humas. Ya, hubungan masyarakat. Posisi yang kujalani ini, jujur tidak begitu kejutan bagiku. Karena latar belakang pendidikanku memang berkaitan dengan posisi pekerjaan ini. Aku adalah lulusan Ilmu Komunikasi. Jadi sedikit banyak, aku sudah ada basic pengetahuan soal kehumasan.

Dalam pengalamanku sehari-hari, aku memang dihadapkan dengan situasi yang mengharuskanku berhubungan dengan banyak manusia lainnya. Apalagi seorang humas, kadang harus berperan sebagai ‘jembatan’. Jembatan antara kantorku dengan pihak-pihak eksternal lainnya.

Peranku sebagai jembatan ini, membuatku harus bertindak smart. Dalam bersikap, aku harus fleksibel dan diperhitungkan dengan matang. Kadang aku dituntut harus mengetahui segala isu. Baik isu yang berembus di kalangan internal kantor, maupun isu-isu yang beredar di lingkup eksternal.

Oh ya. Ada satu lagi kemampuan yang kadang dituntut dari seorang pelaku humas. Ini dari sudut pandangku ya. Dia harus pandai berbicara, khususnya di depan umum. Ya, kemampuan ber-public speaking ini diperlukan sesuai kebutuhan sih.

Untuk skill yang terakhir ini, alhamdulillah…, aku masih terus berusaha untuk mengasahnya. Karena aku percaya, sebuah kemampuan akan semakin meningkat kualitasnya, kala kita terus berupaya untuk mengasahnya dan menambah jam terbang terkait skill tersebut.

Sejak kecil, aku memang terbiasa untuk berani tampil di depan umum. Saat masih di Taman Kanak-kanak, aku pernah menjadi juara lomba peragaan busana atau fashion show. Yah, lomba ini memang di lingkup perumahan tempatku tinggal saja. Namun, pengalaman ini amat berarti bagiku.

Predikat juara itu adalah sebuah bentuk pengakuan. Pengakuan dari orang lain atas penampilanku di atas panggung. Bahkan, piagam penghargaannya pun masih kusimpan sampai sekarang, hahaa.

Menginjak usia SD, aku pernah mewakili sekolahku untuk mengikuti lomba baca puisi. Meski aku belum juara, tetapi aku senang. Aku sudah memberanikan diri untuk tampil di hadapan orang yang lingkupnya lebih banyak dan luas.

Di bangku SMP dan SMA, aku semakin percaya diri untuk sering tampil di depan kelas. Sebuah pengalaman di SMA yang takkan pernah kulupakan. Dalam sebuah tugas berpidato di pelajaran Bahasa Indonesia, aku sampai berlatih di depan kaca, agar saat giliranku tampil di depan kelas, aku bisa memberikan penampilan yang sempurna. Alhamdulillah, bagiku pengalaman berpidato di kelas 2 SMA ini, adalah awal mula diriku pede dalam ber-public speaking.

Menginjak bangku kuliah, pengalamanku berbicara di depan umum semakin beragam. Aku pernah menjadi moderator dalam kegiatan pengenalan mahasiswa baru. Di situ aku harus tampil di depan ratusan mahasiswa juniorku, dan berinteraksi dengan narasumber acara, yang notabene adalah salah satu dosenku. Uwwaahhh…, nano-nano deh rasanya!

Yang namanya mahasiswa, mengerjakan tugas tentu menjadi santapan sehari-hari. Dan tugas-tugas itu kerap harus dipresentasikan di depan kelas. Jadi, masa kuliah menjadi salah satu momen yang menempa diriku untuk selalu siap, kala harus berbicara di depan umum.

***

Dalam kehidupanku saat ini, aku terikat dengan dunia pekerjaan secara professional. Aku memperoleh gaji bulanan secara rutin. Untuk itu, akupun bekerja sesuai porsi dan jobdesc yang kumiliki.

Secara singkat, aku sudah memaparkan salah satu tugas Humas di atas. Termasuk, kemampuan untuk ber-public speaking. Ada kalanya, aku tiba-tiba ditunjuk untuk membawakan suatu acara. Singkatnya, aku diminta untuk menjadi MC alias Master of Ceremony.

Tugas menjadi MC ini kadang spontan. Padahal bagiku, menjadi MC itu pekerjaan gampang-gampang sulit. Tatkala mood sedang tidak bagus, maka akan berpengaruh dalam pembawaanku saat berbicara di depan umum. Untuk itu, aku akan berupaya mengakomodir diriku, kala harus ‘tampil’ di depan khalayak.

Tidak jauh berbeda dengan masa kuliahku. Saat ini, dalam pekerjaan sehari-hariku, aku tak jarang diminta untuk menjadi MC dalam berbagai kegiatan. Hal ini membuatku harus pede untuk tampil di beragam audiens. Tak apa, karena ini memang pekerjaanku.

Seperti pengalamanku pada November 2022 barusan. Instansi tempatku bekerja mengadakan kegiatan workshop yang ditujukan untuk masyarakat umum. Workshop ini ada dua, yakni redesain kemasan produk inovatif dan foto produk sebagai media peningkatan nilai jual.

Dan alhamdulillah…, di dua workshop ini aku diamanahi untuk menjadi pembawa acaranya alias MC. Tentu menjadi tantangan tersendiri buatku. Karena masing-masing workshop dilaksanakan selama tiga hari. Setiap harinya, dimulai dari pagi hingga sore. Fiuuhh, bisa kau bayangkan, betapa capeknya menjadi MC di dua workshop tersebut.

Namun aku berusaha menikmatinya. Aku percaya, kegiatan semacam ini menjadi kesempatan bagiku untuk menambah jam terbang. Menjadi salah satu momen yang dapat menempa mentalku. Khususnya kala harus tampil di depan khalayak banyak.

Dalam membawakan suatu acara, aku punya pakem. Bahwa kesempatan ini menjadi momen bagiku untuk ‘menjual diri’. Untuk itu, aku tak segan-segan untuk memperkenalkan diriku dengan jelas. Aku tak pernah luput untuk terus mengingatkan kepada audiens di hadapanku, bahwa MC yang ada di depannya ini adalah Mas Jojo.

Begitu terus kuulang-ulang sepanjang jalannya acara. Karena aku yakin, hal ini dapat menjadi cara untuk membangun ikatan dengan penonton. Tatkala penonton sudah hapal dan paham bahwa MC yang ada di depannya adalah Mas Jojo, maka bagiku ini menjadi penanda bahwa caraku telah berhasil! Berhasil untuk membangun bonding dengan audiens.

Alhamdulillah, aku perlu mengabadikan sebuah pengalaman yang baru saja kudapati. Hari Sabtu, 10 Desember 2022. Kala itu aku memperoleh jadwal untuk bertugas di mobil perpustakaan keliling (puskel). Puskel ini diadakan di Lapangan Kantin, sebuah lapangan umum yang biasa digunakan warga Bukittinggi untuk berolahraga.

Pada akhir pekan, Lapangan Kantin selalu dipenuhi oleh penjual makanan yang menjajakan dagangannya kepada warga yang lalu lalang di situ. Mereka didominasi penjual makanan. Sisanya, menjual aneka barang lainnya seperti pakaian, barang kebutuhan rumah tangga, dan menyediakan wahana permainan untuk anak-anak.

Donat pemberian peserta workshop. Pic: dokpri


Pagi itu aku sedang duduk santai dan menjaga mobil puskel. Aku setengah melamun kala mengamati anak-anak yang sedang membaca-baca buku di lapakku tersebut. Tiba-tiba, seorang wanita paruh baya menghampiriku.

“Mas Jojo, ya?” sapa ibu itu seraya mendekat kepadaku.

Aku tergeragap dan berusaha mengumpulkan nyawaku yang sebagian masih terbang entah kemana.

“Oh iya ibu,” kujawab dengan ramah sapaannya.

Ibu itu kemudian tersenyum melihatku dan menampakkan wajah yang cerah saat memastikan bahwa dirinya tidak salah menyapa orang. Rupanya, beliau adalah salah satu peserta workshop foto produk, yang telah diadakan pada November lalu.

“Ini buat Mas Jojo,” ibu itu menyodorkan sebuah kotak kepadaku.

“Saya jualan donat, itu di seberang,” ujarnya lagi seraya menunjuk sebuah lapak makanan yang tidak jauh dari mobil puskel.

Kala mendengarnya, aku girang bukan main.

“Ooh, terima kasih,” jawabku seraya menerima kotak pemberiannya.

Ibu itu berlalu dari mobil puskel dan kembali ke lapaknya. Sementara aku, aku kemudian termangu. Aku merasa di momen itu, Tuhan sedang berbicara padaku. Nikmat mana lagi yang kau dustakan?

Alhamdulillah. Inilah yang kumaksud dengan berkah nge-MC. Cara-cara yang kulakukan kemarin untuk membangun ikatan dengan penontonku, rupanya berhasil. Setidaknya, seorang peserta workshop menyapaku. Dan tak lupa, memberiku sebuah kenang-kenangan.

Tatkala sampai di rumah, kubuka pemberian ibu di Lapangan Kantin tadi. Kotak tersebut berisi enam biji donat. Alhamdulillah. Berkah. Aku tersenyum lebar. Sebuah kebahagiaan menyesap halus dalam jiwaku.


No comments:

Post a Comment