Monday 31 December 2012

Cukup Empat Film Saja (Catatan Akhir Tahun Film Indonesia-Bag.1)

Sejak lama, saya tertarik dengan dunia film. Khususnya film-film buatan dalam negeri. Pertama kali yang membuat saya terpukau adalah, film Petualangan Sherina. Sejak itu, saya percaya. Bahwa perlahan, perfilman Indonesia akan segera bangkit. Film-film lokal tak akan kalah kualitasnya dibandingkan film buatan luar negeri.
Sepanjang 2012 ini, kalau saya tak salah, dari sekian banyak film Indonesia yang dirilis, saya hanya menyempatkan diri untuk menonton 4 film di bioskop. Memang, saya bukanlah tipikal orang yang harus selalu menonton film terbaru melalui bioskop. Ketika saya sempat saja, saya akan mendatangi bioskop. Dan tentunya, bila film yang akan saya tonton tersebut memiliki sesuatu yang menarik, dan membuat saya penasaran untuk melihatnya.
Untuk tahun 2012 ini, film Indonesia pertama yang saya tonton di bioskop adalah Negeri 5 Menara. Saya memutuskan untuk menontonnya, karena film ini diadaptasi dari novel laris karangan Ahmad Fuadi.

Saya selalu tertarik untuk menyaksikan film-film yang diangkat dari buku atau novel. Biasanya, saya akan membandingkan bukunya dengan filmnya. Bagaimana produser dan sutradara memindahkan isi buku, menjadi sebuah media audiovisual yang bergerak. Menjadi sebuah film yang bisa dinikmati.
Selama ini, film yang pernah saya tonton dan diangkat dari buku, dan saya terlebih dahulu telah membaca bukunya, hanya berjumlah segelintir. Diantaranya Ayat-ayat Cinta, Laskar Pelangi, dan Ketika Cinta Bertasbih. Sebelum versi film dibuat, saya telah rampung membaca novel-novelnya. Hasilnya, menurut saya filmnya tak mengecewakan. Bahkan dari film Ayat-ayat Cinta, menurut saya telah menerbitkan harapan. Bahwa film Indonesia telah menjadi suatu industri kreatif yang cukup menjanjikan.
Jujur, saat saya menonton Negeri 5 Menara, saya belum membaca novelnya. Karena saya cuma ingin tahu filmnya seperti apa. Jadi saya tak bisa mengulas, pandangan saya mengenai perbandingan antara novel dengan film dari Negeri 5 Menara. Yang jelas, seusai menonton Negeri 5 Menara, saya terlecut kembali untuk menghidupkan semangat man jadda wajada. Siapa bersungguh-sungguh, dia akan dapat.
Kemudian saya sempat menonton film Soegija. Hal pertama yang membuat saya tertarik menontonnya, karena film ini memuat kisah seorang tokoh Indonesia. Terlebih lagi, tokoh itu adalah seorang pahlawan nasional. Saya selalu tertarik dengan hal-hal yang berbau sejarah. Termasuk karya-karya film yang memuat sejarah.
Fakta Soegija yang seorang pemuka agama Katolik, tak menyurutkan niat saya untuk tetap menonton film yang pasti berbau SARA ini. Saya malah tertarik, bagaimana seorang Mgr. Soegijapranata, pemuka agama Katolik yang asli Indonesia, melewati perjalanan perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Dari film ini, saya malah memperoleh sejumlah nuansa, bagaimana perjuangan rakyat Indonesia dalam mengupayakan kemerdekaan. Satu lagi, ini adalah film kedua dari Garin Nugroho yang pernah saya tonton secara utuh. Yang pertama adalah Daun Di Atas Bantal.
Berikutnya adalah Hello Goodbye. Sejak awal 2012, saya memang menunggu-nunggu dirilisnya film ini. Pertama, karena dibintangi oleh pasangan artis yang cukup menarik: Atiqah Hasiholan dan Rio Dewanto. Saya selalu tertarik dengan film-film yang dimainkan Atiqah. Karena berbagai film televisi (FTV)-nya di televisi, selalu bagus untuk ditonton. Kedua, karena film ini bernuansa Korea. Jujur, saya salah satu orang yang menyukai Korea dan segala pernak-perniknya.
Saya sungguh tak menyesal harus menyempatkan waktu dan merogoh dompet untuk menonton di bioskop untuk film ini. Dari Hello Goodbye, setidaknya saya tahu, bagaimana pekerjaan seorang diplomat. Mungkin istilah diplomat terlalu tinggi. Anggap saja staf Kementerian Luar Negeri. Dan Atiqah yang memerankan tokoh utama bernama Indah, menurut saya bermain cukup apik dalam membawakan kehidupan seorang staf Kemenlu yang kebetulan ditempatkan di Konsulat Jendral (Konjen) Republik Indonesia di Busan. Korea. Kalau tidak salah, bahkan Atiqah mendapat nominasi aktris terbaik dalam Festival Film Indonesia 2012 melalui Hello Goodbye.
Sebenarnya, Hello Goodbye mempunyai cerita yang sederhana. Namun, rasanya kesederhanaannya itu adalah kekuatan dari film ini. Saya menangkap hikmah, bahwa apapun yang kita dapatkan sekarang, adalah hal terbaik yang diberikan Tuhan untuk kita. Jadi, lebih baik kita bersyukur atas hal-hal yang telah kita raih. Bukannya sibuk mengeluh dan menyiksa diri dengan obsesi atau keinginan yang belum atau tidak tercapai.
Terlebih film ini juga menampilkan cerita romantis antara tokoh Indah, dengan Abimanyu yang diperankan Rio Dewanto. Atiqah dan Rio yang di dunia nyata memang sepasang kekasih, sanggup membuat dongeng cinta Indah-Abimanyu terasa begitu indah dan membikin ngiler para jomblo untuk segera mencari pasangan.

No comments:

Post a Comment