Tuesday 16 September 2008

Sweet Memories From Childhood

Novel Laskar Pelangi. Pic source: pinterest.com

Judul : Laskar Pelangi
Penulis : Andrea Hirata 
Penerbit : Bentang Pustaka, Yogyakarta 
Halaman : xi + 529 halaman

Kata orang, masa kanak-kanak adalah masa yang paling menyenangkan. Kata orang juga, masa kecil seseorang beserta segala hal yang terjadi di dalamnya, memberikan kontribusi yang besar dalam membentuk mental dan pribadi seseorang tersebut.

Mungkin itu benar adanya, setidaknya bisa kita tengok pada buku yang di sampul depannya tertulis Indonesia’s Most Powerful Book, sebuah novel yang berjudul Laskar Pelangi, karya Andrea Hirata. Andrea Hirata mencoba menceritakan masa kecilnya dengan sangat indah dan menarik dalam bentuk sebuah buku, lebih tepatnya novel. 
Laskar Pelangi, itulah nama sebuah kelompok yang anggotanya terdiri dari Andrea Hirata kecil dan teman-temannya semasa menuntut ilmu di sekolah Muhammadiyah, di pelosok pulau Belitung, yang sekarang masuk ke dalam wilayah provinsi Bangka Belitung.

Menghabiskan masa kecil dengan bersekolah di sekolah Muhammadiyah, yang menurut Andrea adalah sekolah kampung yang miskin dan sering diremehkan. Bahkan juga menurut Andrea, menghabiskan waktu di gedung sekolah yang sangat memprihatinkan dan lebih mirip gudang penyimpan kopra ini, tidak menyurutkan langkah para anggota Laskar Pelangi untuk maju dan mencapai cita-citanya masing-masing.

Sebuah kisah yang unik, khas, menggetarkan, dan terlebih jika boleh hiperbola adalah kisah yang menginspirasi. Membaca Laskar Pelangi, seolah kita diajak untuk menjejaki tanah Belitung yang kaya dengan sumber daya timahnya. Pesisir pantai dan gunung-gunung di Belitung yang menjadi saksi berbagai peristiwa dan pengalaman seru anggota-anggota Laskar Pelangi ketika masih berusia SD dan SMP.

Cerita dan peristiwa yang mengiringi perjalanan anak-anak pulau di timur Sumatra, yang tidak menjadikan keterbatasan dan kemiskinan sebagai penjara. Namun malah menjadikannya sebagai petualangan yang mungkin tidak semua dari kita pernah mengalaminya.

Di novel ini, kita dapat mengetahui bagaimana ketimpangan dalam dunia pendidikan. Sekolah swasta yang benar-benar harus mandiri tanpa bantuan dari pemerintah. Namun disinilah kehebatan dari kemandirian sekolah swasta yang dalam hal ini diwakili oleh sekolah Muhammadiyah yang menjadi ladang ilmu bagi Laskar Pelangi.

Sosok guru yang menjadi seseorang yang harusnya digugu dan ditiru dapat ditemukan pada tokoh Bu Mus yang menjadi guru dari Ikal, Lintang, Mahar, Sahara, dan anggota lain Laskar Pelangi. Ikal sendiri tidak lain dan tidak bukan adalah penulis dari novel tetralogi ini, Andrea Hirata.

Pengalaman masa kecil yang ditulis dengan bahasa yang cukup ringan. Apalagi di Laskar Pelangi, Andrea menuliskan tentang petualangan cintanya sewaktu masih bau kencur. Ya, tokoh A Ling yang hanya muncul di beberapa bab memang menjadi cinta pertama dari Andrea, begitu tulisnya.

Membaca bagian ini, benak serasa melayang melalui lorong waktu untuk mengingat-ingat kembali berbagai memori manis dan lucu, ketika kita masing-masing masih kecil. Mengingat cinta monyet yang kebanyakan memang datang menghampiri saat masih lugu-lugunya di bangku sekolah dasar.

Bagaimana kelompok Laskar Pelangi bertualang di hutan, sungai, bahkan ke gunung. Sebuah hal yang sepertinya jarang ditemukan lagi pada generasi anak-anak Indonesia zaman sekarang. Mereka lebih mengenal komputer, play station, video game, dan sejenisnya untuk bermain melepas penat.

Kontradiktif dengan narasi dalam Laskar Pelangi yang jauh lebih menunjukkan persaudaraan dan kebersamaan antarsebaya. Misalnya ketika kelompok Laskar Pelangi kemah bersama saat liburan tiba, atau sekadar duduk di bawah pohon filicium yang menjadi tempat favorit bagi kelompok ini untuk rapat dan berkumpul.

Berbicara tentang pohon filicium, nama ini hanya salah satu dari sekian banyak istilah asing yang mewakili banyaknya tumbuhan dan binatang yang ditulis secara lengkap dan bergaris miring oleh Andrea. Rupanya Andrea Hirata adalah sesosok yang sangat tertarik dan bisa jadi amat paham dengan istilah-istilah yang sangat membumi di ranah biologi tersebut.

Setidaknya ketika kita menikmati Laskar Pelangi, kita dapat refresh kembali ingatan kita pada pelajaran biologi yang telah kita lahap pada masa SD, SMP, dan SMA lampau. Salah satu hal yang juga patut menjadi perenungan setelah membaca Laskar Pelangi adalah sekolah memang hanya menjadi mediator dalam proses transaksi pelajaran. Berhasil tidaknya kita di sekolah, tergantung masing-masing kita dalam berusaha dan berjuang.

Buktinya pada tokoh Lintang, salah satu sahabat Andrea, yang sangat jenius dan berhasil membawa sekolah Muhammadiyah menjuarai lomba cerdas cermat dengan begitu fenomenal. Ternyata power dari kesederhanaan dan ketekunan lagi-lagi ditunjukkan di dalam novel laris ini.

Laskar Pelangi sepertinya memang dibuat untuk bahan pembelajaran bagi kita tentang sweet memories from childhood. Kenangan indah masa kecil yang masih alami dan tidak dibuat-buat. Begitu polos dan cakrawala pengetahuan kita menjadi lebar karena secara tidak langsung kita dapat mengetahui bahwa ada peradaban di bumi Belitung. Terlebih di pulau itu, ada satu kelompok pada masa kecil yang menamakan dirinya Laskar Pelangi, yang mempunyai kisah menggoda dan penuh hikmah.

Sebuah novel yang pas dibaca oleh siapapun. Kisah yang universal namun sarat dengan budaya dan tradisi lokal yang arif. Ternyata memang benar, masa kecil yang susah malah membuat seseorang menjadi kuat di kala dewasanya. Mungkin pendapat ini bisa saja salah, tetapi novel Laskar Pelangi telah menjadi bukti ampuh bagi Andrea Hirata, bahwa spirit masa kecil dapat menghasilkan sebuah kekuatan untuk selangkah lebih maju.

Seperti disebutkan dalam novel ini, Andrea ingin membangun kemampuan menulis yang dapat mendatangkan kemapanan. Laskar Pelangi sedikit banyak telah membuktikannya.

2 comments:

  1. bagus sih filmnya, meskipun aq blm baca novelnya

    keep writing yap...
    tetep eksis! :)

    ReplyDelete
  2. makasih ya ka...

    smangat juga keep writing-nya...

    ReplyDelete