Patut
diakui, Pulau Sumatera menyimpan banyak keunikan. Sejak aku bekerja di
Bukittinggi, aku kerap dibuat takjub dengan apa-apa yang kutemui sehari-hari. Pulau
Sumatera memang sungguh kaya. Khususnya soal budaya.
Tentu
yang pertama kutemui adalah adat budaya Minangkabau. Mencari nafkah di
Bukittinggi, Sumatera Barat, membuatku mempunyai banyak kesempatan untuk
mengeksplorasi suku yang terkenal karena rendang-nya yang lezat ini. Namun, Pulau
Sumatera tidak hanya tersohor lantaran suku Minangkabau. Ada banyak suku
lainnya, yang juga berasal dari pulau terluas keenam di dunia ini.
Salah satunya adalah suku Melayu. Oleh karenanya, mumpung aku masih berdomisili di Sumatera, aku berniat menjelajahi pulau ini sebisaku. Pada awal Juni 2023 lalu, ada libur tanggal merah yang menyambung dengan libur akhir pekan. Kesempatan ini kumanfaatkan untuk mengunjungi Pekanbaru.
Ya,
Pekanbaru. Kota ini merupakan ibukota Provinsi Riau. Secara geografis, Riau
terletak di timur Sumatera Barat. Jadi, aku bisa menjangkau Pekanbaru melalui
jalur darat. Kupersiapkan perjalanan ini dengan sebaik-baiknya. Aku memesan
hotel, dan travel untuk membawaku ke Pekanbaru.
Pic source: dok. pribadi |
Aku
selalu excited dengan tempat-tempat
yang belum pernah kudatangi. Jujur, pertama kali aku mendengar soal Pekanbaru
dari layar televisi. Mari kita throwback ke zaman tahun 2004. Waktu itu sedang booming ajang pencarian bakat Akademi
Fantasi Indosiar (AFI). Pada final AFI musim kedua, terdapat dua finalis yang
berasal dari Pekanbaru. Kamu masih ingat? Ya, mereka adalah Haikal dan Micky.
Dari
momen inilah, aku mulai tahu apa itu Pekanbaru. Meski sebelumnya aku sudah
paham bahwa kota ini adalah ibukota dari Provinsi Riau di Pulau Sumatera. Riau
juga sempat menjadi tuan rumah perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) pada
2012.
Berfoto di depan gedung Perpustakaan Soeman Hs. Pic source: dok. pribadi |
Objek
pertama yang ingin kukunjungi di Pekanbaru adalah Perpustakaan Soeman Hs.
Soeman Hs merupakan nama khusus yang disematkan kepada perpustakaan daerah yang
dikelola Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Riau. Selain letaknya yang
berada di tengah kota, keunggulan perpustakan ini adalah gedungnya yang
estetik. Ya, gedung Perpustakaan Soeman Hs sudah menarik perhatian bahkan saat
dilihat dari jauh.
Setelah
puas mengunjungi Perpustakaan Soeman Hs, aku ingin tahu Jembatan Siak. Jembatan
ini melintang di atas Sungai Siak yang mengalir di Pekanbaru dan sekitarnya.
Ada dua Jembatan Siak yang kukunjungi. Waooww menarik!
Pic source: dok. pribadi |
Pic source: dok. pribadi |
Pekanbaru
memanglah ramai. Selaiknya ibukota provinsi, kota ini dijejali aneka pusat
perbelanjaan dan mal. Pekanbaru juga bersuhu panas, lantaran terletak di
dataran rendah. Jadi jangan dibandingkan dengan Bukittinggi yang dingin
semriwing.
Setelahnya,
aku mulai bingung. Objek apa lagi yang perlu kusinggahi di Pekanbaru. Aku googling dan menemukan Museum Sang Nila
Utama. Museum? Hmm, sounds good. Akhirnya
aku menghampiri museum ini.
Sabtu,
3 Juni 2023. Dari hotel tempatku menginap, aku mengendarai ojek online untuk
sampai ke Museum Sang Nila Utama. Ternyata letak museum ini berseberangan
dengan Kantor DPRD Provinsi Riau.
Pic source: dok. pribadi |
Impresi
pertama yang kudapatkan, hhmm, Museum Sang Nila Utama mempunyai gedung yang
estetik. Gedungnya khas seperti rumah adat suku Melayu. Setidaknya itu asumsi
awalku sebelum terus melangkah memasuki area museum. Oh ya, bangunannya bercat
kuning. Warna khas Riau yang memiliki julukan “Bumi Lancang Kuning”.
Sepi.
Itu adalah kesan yang kudapatkan berikutnya. Atau mungkin lantaran aku
berkunjung di hari Sabtu. Entahlah. Namun yang jelas, saat pengalamanku datang
ke sana, aku adalah satu-satunya pengunjung yang eksis di jam itu.
Aku
melewati pintu pagar dan pos petugas keamanan. Kosong. Pos itu tidak dijaga
oleh siapapun. Baiklah. Aku lanjut menelusuri halaman dan menuju pintu masuk
museum. Benar-benar sepi. Cuma aku yang ada di halaman museum.
Gedung Museum Sang Nila Utama. Pic source: dok. pribadi |
Akses
masuk Museum Sang Nila Utama berupa tangga. Kunaiki tangga ini dan kutemukan
sebuah prasasti tepat di sebelah pintu masuk museum. Kubaca prasasti ini. Hmm, museum
yang sedang kupijak ternyata diresmikan sejak 9 Juli 1994. Ada tanda tangan
Direktur Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud)
kala itu.
Saat
aku sudah memasuki ruangan museum, barulah aku menemukan petugas museum ini. Untuk
masuk ke dalam museum ada tiket seharga 5000. Sayangnya tidak tersedia brosur
terkait museum, kala aku menanyakannya kepada petugas bersangkutan.
Pic source: dok. pribadi |
Baiklah.
Aku mulai mengamati benda-benda yang terdapat di Museum Sang Nila Utama. Bagian
pertama yang menarik perhatianku adalah, terdapat corner yang membahas soal Chevron. Chevron? Ya, perusahaan minyak
itu.
Aku
baca-baca informasi yang tersaji di corner
ini. Menarik. Ya, Riau adalah sebuah provinsi yang kaya akan minyak. Corner ini menampilkan serba-serbi
eksplorasi minyak yang pernah dilakukan oleh Chevron. Bahkan ada sejumlah botol
yang berisi jenis-jenis minyak mentah yang berasal dari perut bumi Riau.
Dari
corner Chevron aku bergerak ke lantai
bawah. Di ujung tangga, aku menemukan miniatur situs Candi Muara Takus. Dari
keterangan yang ada di miniatur ini, Muara Takus terletak sekira 118 km di
sebelah barat Pekanbaru. Waoow.
Pic source: dok. pribadi |
Aku
terus menelusuri bagian lantai bawah Museum Sang Nila Utama. Aku disuguhi
banyak rak kaca. Rak-rak ini menyimpan sejumlah barang, yang berusaha
mendokumentasikan adat budaya yang dimiliki suku Melayu. Khususnya suku Melayu
yang ada di wilayah Riau.
Aku
sungguh kagum dengan aneka baju adat yang terpampang di sini. Seingatku,
baju-baju adat ini mereprentasikan setiap kabupaten dan kota yang terdapat di
Riau. Bahkan juga masih ada baju adat dari daerah Kepulauan Riau, yang saat ini
telah berdiri sebagai provinsi tersendiri.
Pic source: dok. pribadi |
Pic source: dok. pribadi |
Wah,
sungguh kaya suku Melayu. Aku benar-benar terpukau dengan aneka baju adat, yang
mana setiap daerah memiliki ciri khasnya masing-masing. Di tengah lantai bawah
museum, terdapat wahana yang menunjukkan panggung pelaminan suku Melayu.
Menarik.
Mataku
kemudian dimanjakan oleh berbagai replika rumah adat yang ada di wilayah Riau.
Sama seperti baju adatnya. Rumahnya pun mempunyai ciri khas yang berbeda di
setiap daerah atau kabupaten.
Museum
Sang Nila Utama juga memiliki berbagai koleksi alat atau perkakas. Perkakas ini
adalah alat-alat yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Melayu.
Ada alat memasak, alat makan, alat musik dan lainnya. Kain-kain yang menjadi
ciri khas suku Melayu juga terpajang sempurna.
Pic source: dok. pribadi |
Pic source: dok. pribadi |
Di
dekat akses keluar, terdapat sejumlah wahana yang memaparkan sejarah perjalanan
Riau. Aku membacanya dengan cermat. Ternyata nama museum ini diambil dari nama
seorang raja Bintan yang berkuasa sekira abad 13 di Pulau Bintan. Ya, sebelum
ada pemekaran, Bintan merupakan salah satu pulau dalam wilayah Provinsi Riau.
Dari
papan nama yang terpajang di pagar, museum ini juga merupakan lokasi Dinas
Kebudayaan Provinsi Riau. Di halaman museum juga terdapat replika pompa angguk yang
menunjukkan eksplorasi minyak di bumi Riau.
Pic source: dok. pribadi |
Alhamdulillah,
aku puas mengunjungi Museum Sang Nila Utama. Aku jadi lebih tahu soal suku
Melayu dan Riau. Aku tak menyesal memasukkan museum ini sebagai salah satu
objek yang akhirnya kukunjungi selama berada di Pekanbaru.
Sepulang
dari museum, aku membatin. Kenapa orang kebanyakan tidak tertarik untuk
mengunjungi museum? Yah, aku paham sih. Setiap orang berbeda, dan mempunyai
preferensinya masing-masing. Kalau aku pribadi, aku cukup tertarik dengan
keberadaan sebuah museum. Dari museum, aku bisa mengetahui sejarah akan
sesuatu. Sejarah dan perjalanan dari sebuah objek maupun tempat tertentu.
Bagiku,
tantangan yang dihadapi para pengelola museum saat ini adalah bagaimana supaya
museum tidak terjebak dalam stigma sebagai tempat kusam. Tempat yang hanya
digunakan untuk menyimpan barang-barang lawas. Menurutku, museum harus berperan
signifikan sebagai salah satu wahana edukasi bagi segenap masyarakat. Terlebih
untuk para siswa sekolah.
No comments:
Post a Comment