Monday 29 March 2021

Duhai Teroris, Apakah Kamu Sudah Mencapai “Surga” yang Kamu Tuju?

Tulisan ini lahir lantaran kupelototi breaking news di layar televisi, yang sempat mengabarkan peristiwa di Makassar, Sulawesi Selatan. Kemarin pagi, Minggu, 28 Maret 2021, sebuah tempat dijadikan sasaran untuk meledakkan bom.

Tempat yang menjadi titik ledakan bom pun tidak main-main. Sebuah tempat ibadah umat Nasrani di tengah kota Makassar, kali ini menyalak dengan dahsyatnya. Mendapati realita ini, aku yang cuma masyarakat biasa, hanya bisa mengelus dada. Di benakku, segala rasa tumpang tindih tak keruan. Prihatin. Sedih. Takut. Tetapi juga marah. Sekaligus geram!

Geram kepada para pelaku yang begitu tega, meledakkan bom di depan gereja itu. Tampaknya nyaris semua orang sangat mengutuk aksi brutal ini. Huufftt…, jika ada yang tidak mengutuk atau bahkan mendukung, maka aku sangsi. Apakah makhluk ini benar manusia atau bukan.

Ya, aksi peledakan bom seperti ini tak hanya sekadar bentuk nyata paham terorisme. Namun jelas-jelas menunjukkan kepada kita semua, bahwa rasa kemanusiaan, humanity, sudah tak ada di dalam diri para pelaku biadab tersebut. Maka, jangan salahkan aku jika menyebut kalian, wahai para teroris, sebagai setan bin iblis…!

Aksi pengeboman yang mahapengecut seperti yang terjadi barusan di Makassar, bukanlah barang baru. Aku masih ingat betul. Kita semua bisa flashback ke akhir tahun 2000. Kala itu presidennya masih Gus Dur. Ada tiga hari raya yang berentetan di akhir 2000 tersebut. Adalah Natal di 25 Desember. Lalu 27-28 Desember Idul Fitri. Dan menjelang momen tahun baru 1 Januari 2001.

Tetapi di malam Natal, tepatnya di 24 Desember malam. Sejumlah gereja menjadi sasaran pengeboman. Sungguh memilukan dan menyesakkan, apa yang terjadi waktu itu. Indonesia baru saja memulai fase baru di era reformasi. Tetapi ujian yang harus diterima bangsa ini amatlah menyakitkan.

pic source: nasional.kompas.com














 

Apa yang kau pikirkan, tatkala terdapat sebuah tempat ibadah menjadi sasaran aksi teror…? Kupikir ini menjadi sebuah kemunduran dalam peradaban umat manusia. Barangkali ungkapanku ini terlalu berlebihan. Namun biarlah. Aku memang dungu. Kebenaran yang hakiki hanya milik Tuhan Yang Maha Esa.

Tempat ibadah, entah itu masjid atau gereja. Ada pula pura, klenteng, maupun wihara. Mereka semua merupakan sebuah tempat khusus yang suci. Sebuah area yang amatlah sakral. Karena merupakan satu tempat istimewa, untuk membangun hubungan dengan Sang Khaliq.

Tetapi kesucian tempat-tempat ibadah ini, tiba-tiba harus terkoyak lantaran aksi-aksi cecunguk para teroris! Para oknum yang barangkali otaknya sudah digadaikan kepada setan. Sehingga tak mampu lagi menghormati. Atau setidaknya menghargai sebuah tempat ibadah.

Kali ini, aku bukannya mau sok suci. Namun, aku merasa lebih baik untuk menuliskan segala uneg-unegku. Ya, daripada turut menyebarkan foto-foto tragedi bom kemarin yang sungguh mengerikan, lebih baik aku menulis saja. Men-share apa yang aku gelisahkan. Setelah melihat fakta tragedi bom yang ‘menyerang’ Makassar kemarin.

Aku mencoba menyelami, apa yang ada di benak para cecunguk teroris tersebut. Ya, pemikiran mereka telah berbeda. Sangat berbeda. Sudah tak ada perikemanusiaan yang terbersit didalam diri mereka.

Kalau yang kutahu, para teroris ini sedang melakukan aksi amaliah. Dan bentuk aksi amaliah ini adalah, dengan menyerang orang lain. Menyerang dengan meledakkan bom. Sungguh, aku tak bisa memahami. Aksi brutal yang mereka lancarkan ini, dianggap sebagai sebuah amaliah. Amaliah untuk mencapai “surga”.

Heeii…, surga yang seperti apa yang kau harapkan?! Apakah surga menerima makhluk bengis seperti dirimu…? Makhluk yang tega membunuh makhluk lainnya dengan kejam? Sungguh, aku benar-benar gagal paham!

Benarkah surga akan menerimamu, wahai para cecunguk teroris…?! Padahal kalian dengan santainya menggunakan anak-anak sebagai martir. Tega menyakiti dan membunuh makhluk lain yang berbeda keyakinan dan pandangan dengan kalian. Kuserahkan semuanya kepada Allah. Karena Dia yang berhak untuk menilai, dan memutuskan.    

 

No comments:

Post a Comment