Thursday 31 December 2015

Romantisme Ala Terapis


Judul buku : BULAN NARARYA
Penulis : Sinta Yudisia
ISBN : 978-602-1614-33-4
Penerbit : Indiva Media Kreasi
Cetakan : pertama, September 2014
Ukuran dan Tebal : 19 cm; 256 hlm.
Harga : Rp 46.000
Peresensi : Johar Dwiaji Putra

Hal pertama yang terlintas di benakku kala mulai membaca Bulan Nararya adalah: novel ini mempunyai ide cerita yang menurutku cukup berat. Sehingga memerlukan konsentrasi yang prima, kala membaca novelnya, halaman demi halaman. Oke, mungkin ungkapanku terlalu berlebihan. Tetapi masing-masing dari kita sebagai pembaca, tentu memiliki kebiasaan sendiri-sendiri dalam melakukan aktivitas membaca. Misalnya ada tipikal pembaca yang bisa membaca sebuah buku, sambil melakukan aktivitas lainnya. Seperti menonton televisi, mendengarkan musik, makan sesuatu, atau kegiatan yang lain.

Mengingat kesan awalku yang menganggap bahwa jalan cerita Bulan Nararya tidaklah ringan, maka sejak pertama aku membaca novel ini, aku benar-benar mencurahkan perhatianku untuk menyelami kalimat demi kalimatnya. Kucoba untuk tidak melakukan aktivitas yang lain, disaat aku membaca novel ini. Karena penilaian awalku yang menganggap bahwa novel ini memerlukan perhatian yang maksimal.

Thursday 17 September 2015

Lukisan Berinisial SA


Lukisan Berinisial SA adalah kumpulan cerpen kedua yang dipersembahkan oleh Johar Dwiaji Putra. Setelah menelurkan kumpulan cerpen pertama yang bertajuk Peluru, kali ini Johar menggandeng Leutika Prio untuk menerbitkan kumpulan cerpen keduanya. Sama seperti buku sebelumnya, Lukisan Berinisial SA berisikan 11 cerpen. Berikut cuplikan beberapa cerpen di dalamnya:

Sebuah Hercules perlahan mendekati langit bandara Sentani. Menurut kabar dari pengeras suara, Hercules ini membawa beberapa jasad yang telah berhasil dievakuasi dari lokasi jatuhnya pesawat Trisakti Air. Aku masih berharap sebuah keajaiban terjadi. Meski kepala Basarnas telah memastikan bahwa semua awak telah meregang nyawa. (Di Sentani Aku Menunggu)

“Lihat ini. Ini ketika Bapak dan Ibu berhasil mencapai puncak Semeru. Pendakian ini kami lakukan di tahun 1987. Kami dan teman-teman di kelompok pecinta alam, lebih memilih naik ke Semeru. Daripada mencoblos di pemilu. Karena pemenang pemilunya sudah bisa dipastikan,” cerita Ibu. (Nasi Kuning)

Friday 10 April 2015

Kisah-kisah Seorang Perempuan (introducing to Kumpulan Cerpen Peluru)


Aku, kamu, dan kalian. Kita semua pasti lahir dari seorang perempuan. Muncul dari rahim seorang wanita. Wanita yang kemudian kita sebut sebagai ibu. Takkan ada siapapun yang mampu menggantikan sosok seorang ibu. Betul ‘kan?

Kuakui, ibu adalah seseorang yang paling banyak memberiku cerita. Setiap saat, beliau selalu menampilkan kisah tiada henti. Karena itulah, bersyukurlah buat kita semua, yang masih memiliki kesempatan untuk bersama dengan ibu masing-masing. Karena di sekeliling kita, ada banyak rekan atau tetangga, yang tak lagi seberuntung kita. Mereka, tak lagi bisa bermanja-manja ria bersama ibunya. Mereka, tak lagi dapat mendengar omelan ibu, yang kadang memang mampu membuat kuping panas. Tetapi kuping panas itu, tak ada artinya lagi jika ibu sudah tak berada disisi kita.

“Langit perlahan gelap. Segelap diriku yang dirundung duka. Belum lama, Ibu telah berpulang. Masih di pelupuk mata, tatkala aku ikut menggali tanah untuk menutup jasad Ibu di peristirahatannya yang terakhir. Masih terasa di tanganku, bunga-bunga yang kutaburkan di atas pusaranya. Dan masih jelas tertanam di benakku, nama Ibu yang tertulis tegas di nisan itu. BERLIAN.”

Cuplikan di atas adalah potongan dari cerpen berjudul “Berlian”. Satu dari 11 cerpen yang terangkum di dalam buku terbitan Penerbit Ellunar, yang bertajuk PELURU. Berikut adalah beberapa cuplikan dari cerpen lainnya:

Wednesday 14 January 2015

Antara Aku, Turbulensi, dan QZ8501

Lebih dari dua minggu sudah, tragedi Airasia terjadi. Pesawat yang harusnya mengantarkan penumpang dari Surabaya ke Singapura, ternyata mendarat di tempat yang tak seharusnya. Kenyataan pahit pun harus ditelan bulat-bulat. Tatkala pesawat yang mestinya mendarat mulus di bandara Changi itu, malah naas di lautan Selat Karimata.

Sejak akhir tahun 2014, media bertubi-tubi mengulas kecelakaan yang menimpa pesawat Airasia bernomer QZ8501. Kode ini kemudian menjadi begitu populer. Mengalahkan kode MH370 dan MH17. Dua kode penerbangan yang dimiliki dua pesawat naas milik Malaysia Airlines.

Berita terbaru, tim gabungan yang dipimpin Basarnas, berhasil mengangkat bagian ekor dari pesawat keluaran Airbus itu. Bagian ekor yang aku dengar di media, beratnya sampai 10 ton sendiri. Malah, komponen penting yang berupa blackbox, juga telah berhasil ditemukan dan diamankan.